Sukhoi su-35.
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Udara (TNI AU) berencana membeli pesawat untuk menggantikan F-5
Tiger yang mulai uzur. Sebagai gantinya, Indonesia mengincar F-16 Block
52+ Fighting Falcon, Eurofighter Typhoon, dan Swedish JAS 39 Gripen
fighters. Tak ketinggalan, Sukhoi Su-35 masuk daftar belanja yang akan
dilakukan dalam waktu dekat.
Meski belum memastikan pembelian
tersebut, namun pemerintah Rusia ternyata menyambut baik rencana
pembelian tersebut. Bahkan berharap besar agar pesawat andalan negeri
tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan TNI AU dalam mengamankan
wilayahnya dari serangan musuh.
Hubungan antara Indonesia dan Rusia sebenarnya sudah terjalin dengan baik, bahkan sejak masa Presiden
Soekarno. Berkat ikatan persahabatan yang cukup erat, Indonesia sempat menjadi macan Asia berkat teknologi canggih yang dimilik TNI AU.
Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda, Indonesia mendapatkan hibah pesawat
pembom modern dari Rusia. Pesawat ini merupakan satu-satunya yang
dimiliki sebuah negara di kawasan Asia Tenggara saat itu.
Namun,
kudeta terhadap pemerintah yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)
membuat hubungan Indonesia dan Uni Soviet memburuk. Bahkan, Presiden
Soeharto saat itu lebih memilih produk barat, sedangkan pesawat canggih
asal Rusia tidak lagi dipakai hingga benar-benar dipensiunkan dari
tugasnya.
Kini, Indonesia telah menjajaki pembelian alutsista
baru setelah sempat diembargo pemerintah AS sejak 1998 lalu. Hasilnya,
Indonesia kini memiliki 2 jenis jet tempur yang menjadi andalan dalam
mengamankan wilayah udaranya dari pesawat-pesawat asing yang masuk
secara ilegal.
Seperti apa kekuatan jet tempur canggih yang pernah dibeli TNI AU dari Rusia? Berikut rangkumannya:
1.
4 Jet tempur MiG
Kedigjayaan udara sangat terasa
ketika Indonesia resmi menerima pengakuan kedaulatan dari Belanda. Uni
Soviet yang saat itu menjadi musuh negara-negara Barat, secara
terang-terangan menghibahkan sejumlah peralatan tempur modernnya kepada
Indonesia.
Pesawat tempur yang diterima bukan sembarangan, bahkan
termasuk modern ketika itu. Tiga pesawat yang diberikan secara
cuma-cuma itu merupakan buatan Mikoyan-Gurevich, yakni MiG-15, MiG-17,
MiG-19 dan MiG-21.
Secara spesifikasi, keempat pesawat ini tak
memiliki kekuatan yang begitu jauh. Apalagi, keempatnya merupakan hasil
perbaikan dari versi sebelumnya.
MiG-15 misalnya, pesawat ini
memiliki panjang 10,07 meter dan lebar sayap 10,08 meter. Pesawat ini
memiliki bobot kosong 3.630 kg dilengkapi mesin Klimov VK-1 sehingga
mampu melesat dengan kecepatan maksimal 1.059 km per jam, dan menempuh
jarak hingga 1.240 km.

Pesawat
ini pernah dipakai berlatih oleh militer Indonesia selama persiapan
Operasi Trikora untuk membebaskan Papua Barat dari tangan Belanda.
Pesawat ini tak lagi digunakan pada 1969 dan dipensiunkan setahun
berikutnya.
Lalu MiG-17 ini memiliki panjang 11,26 meter dan
lebar sayap 9,63 meter. Pesawat berbobot kosong 3.919 kg dan bobot
maksimal 5.350 kg ini dilengkapi mesin Klimov VK-1F. Kecepatan pesawat
mencapai 1.145 km per jam pada ketinggian 10.000 kaki dan melesat sampai
2.060 km.
Sedangkan MiG-19 sedikit lebih panjang, yakni 12,54
meter dengan lebar sayap mencapai 9 meter. Pesawat berbobot kosong 5.447
kg ini dilengkapi 2 mesin Tumansky RD-9B. Dengan mesin tersebut,
pesawat ini mampu melesat hingga 1.455 km per jam dan menempuh jarak
2.200 km dengan tangki tambahan.

Tak kalah dengan pendahulunya, MiG-21 memiliki panjang 14,5 meter dan
lebar sayap 7.154 meter ini memiliki bobot bersih 8.825 kg. Pesawat ini
dilengkapi sebuah mesin Tumansky R25-300 yang membuatnya melesat hingga
2.175 km per jam dengan jarak tempuh 1.210 km.

Dari
ketiga pesawat, masih ada satu pesawat yang tak kalah canggihnya, yakni
Lavochkin La-11. Pesawat ini memiliki panjang lebih kecil dibanding
empat pesawat MiG yang diterima Indonesia, yakni 8,62 meter dan lebar
sayap 9,80 meter. Pesawat ini memiliki bobot kosong 2.770 kg.
Pesawat ini dilengkapi mesin Shvetsov ASh-82FN yang dilengkapi
pendingin udara serta fuel injection. Kecepatan yang mampu dicapai
pesawat jenis hanya hanya 674 km per jam, namun bisa melesat hingga
2.235 km sejak lepas landas.
2.
3 Jenis pesawat bomber tercanggih
Di era orde lama, Indonesia tak
hanya mendapat pesawat tempur saja, tapi juga pesawat jenis bomber
canggih. Pesawat ini sudah menjalani berbagai medan tempur, salah
satunya saat menghadapi para pemberontak.
Ada tiga jenis pesawat
bomber yang diterima Indonesia, yakni Tupolev Tu-2, Tu-16 dan Ilyushin
Il-28. Dibanding Tu-16 dan Ilyushin Il-28, kemampuan tempur Tu-2 sudah
terlihat saat berlangsungnya perang dunia kedua.
Secara spesifikasi, Tu-2 yang memuat 4 orang kru ini dibuat pada
1941-1948. Pesawat berbobot kosong 7.601 kg ini dilengkapi 2 mesin
Shvetsov ASh-82 dengan kecepatan 528 km per jam. Kemampuan menjelajah
pesawat ini hanya mampu mencapai 2.020 km. Namun, pesawat ini mampu
membawa bom seberat 9,000 kg.
Tu-16 ini memuat 7 orang kru mulai diperkenalkan pada 1954 dan
berhenti diproduksi tahun 1993. Pesawat berbobot kosong 37.200 kg ini
dilengkapi 2 mesin Mikulin AM-3 M-500 dan mampu melesat hingga 1.050 km
per jam, serta mampu menjelajah sampai 7.200 km.

Selain Tupolev, Indonesia juga menerima pesawat pembom dari pabrikan
Ilyushin, yakni Il-28. Pesawat yang memuat 3 kru ini mulai diproduksi
pada 1948 dan berhenti berdinas era 1980-an. Pesawat berbobot 12.890 kg
ini dipasang 2 mesin Klimov VK-1A turbojets dan mampu melesat hingga 902
km per jam, dengan kemampuan jelajah hingga 2.180 km. Pesawat ini bisa
membawa bom seberat 3.000 kg.
3.
2 Jenis helikopter
Selain pesawat, Indonesia juga
menerima sejumlah helikopter angkut dari Uni Soviet. Ada dua jenis heli
yang diterima TNI AU ketika itu, yakni Mil Mi-4 dan Mi-6. Kedua heli ini
merupakan kendaraan angkut paling modern yang dimiliki Indonesia.
Pembuatan
Mi-4 dilakukan sebagai respon terhadap H-19 Chickasaw buatan AS yang
dipakai selama berlangsungnya Perang Korea. Heli yang dibuat pada 1951
sampai 1979 ini pertama kali diperkenalkan kepada dunia saat
berlangsungnya Soviet Aviation Day yang digelar di Tushino.
Secara karakteristik, Mi-4 ini bisa membawa 16 orang tentara atau
mengantarkan kargo seberat 1.600 kg ke tempat tujuan. Untuk tenaganya,
heli ini dilengkapi sebuah mesin Shvetsov ASh-82V radial engine sehingga
mampu terbang dengan kecepatan 185 km per jam dan menempuh jarak sampai
500 km.
Berbeda dengan Mi-4, Mi-6 merupakan heli angkut berat.
Jika di era modern, maka heli ini setara dengan Eurocopter AS 332 Super
Puma milik TNI AU. Mi-6 diproduksi pada 1960 sampai 1981.

Pada
eranya, heli ini dijuluki sebagai pesawat terbesar karena mampu memuat
kargo hingga 12.000 kg. Dengan 2 unit mesin jenis Soloviev D-25V
turboshaft heli ini memiliki kecepatan maksimal 300 km per jam hingga
membuatnya disebut-sebut heli tercepat di dunia. Karena ukurannya yang
besar, Mi-6 bisa menampung 90 penumpang atau 70 pasukan terjun payung.
4.
Pesawat angkut personel
Tak kalah pentingnya, Indonesia
juga mendapatkan dua jenis pesawat angkut personel. Kedua pesawat itu
adalah Antonov An-12 dan Ilyushin Il-14.
Khusus Antonov An-12,
pesawat yang diproduksi 1957 hingga 1973 tidak jauh berbeda dengan
Lockheed C-130 Hercules buatan Amerika Serikat. Namun, pesawat buatan
Uni Soviet itu memiliki box pertahanan di bagian ekornya.
An-12
ini mempekerjakan lima orang kru yang terdiri dari 2 pilot, teknisi,
navigator dan operator radio. Pesawat ini mampu menampung hingga 60
orang penumpang, termasuk kendaraan tempur jenis BMD-1.

Pesawat
berbobot kosong 28.000 kg itu dilengkapi 4 unit mesin Ivchenko AI-20L
atau bisa juga dipasang mesin 4 mesin AI-20M turboprops. Kecepatan
maksimal pesawat ini mencapai 777 km per jam dan mampu menempuh jarak
hingga 5.700 km (full tank) atau 3.600 km jika seluruh badan pesawat
terisi penuh.
Sedangkan Ilyushin Il-14 ini hanya dioperasikan
empat orang kru dan mampu menampung hingga 32 orang penumpang. Pesawat
berbobot kosong 12.600 kg itu dilengkapi 2 unit mesin Shvetsov ASh-82T
14 berpendingin udara berbentuk silinder.
Kecepatan maksimal pesawat ini mencapai 417 km per jam dan mampu menempuh jarak hingga 1.305 km.
5.
2 Jet tempur terbaru era modern
Setelah era reformasi bergulir,
Indonesia mulai melirik Rusia untuk membeli peralatan tempur canggih
dari negara tersebut. Pembelian ini dilakukan karena Indonesia tengah
menjalani hukuman embargo yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat,
alhasil alutsista yang dimiliki TNI AU kebanyakan mulai usang, bahkan
terpaksa dikanibal dengan pesawat lainnya.
Pembelian pesawat ini
berlangsung di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan
sistem barter, Indonesia menawarkan produk-produk lokalnya untuk
melunasi harga Sukhoi yang sangat tinggi. Cara ini dinilai lebih
efektif, mengingat Indonesia tengah memulihkan diri pasca krisis ekonomi
sejak 1998 lalu.
Terdapat dua jenis pesawat yang dibeli
Indonesia, yakni Su-27 dan Su-30. Pesawat ini dikenal oleh negara-negara
Barat dengan nama Flanker-A.
Bicara soal kemampuan, Su-27
terpasang radar jenis Phazotron N001 Myech yang berelasi dengan
Pulse-Doppler yang bisa mencari, mengunci hingga menembak jatuh pesawat
musuh. Jet tempur ini juga memiliki sistem OLS-27 yang mampu mendeteksi
lawannya sejauh 100 km.

Secara
spesifikasi, pesawat ini memiliki bobot kosong 16.380 kg. Sebagai
penggerak, terdapat 2 unit mesin Saturn/Lyulka AL-31F turbofans ditambah
tangki yang mampu memuat bahan bakar hingga 9.400 kg. Kecepatan
maksimal yang dicapai pesawat ini mencapai 2.500 km per jam dan menempuh
jarak sampai 3.530 km. Terdapat 5 pesawat jenis Su-27SK/SKM yang
dimilik Indonesia saat ini.
Sedangkan Su-30 dilengkapi dua mesin
Saturn AL-31F afterburning yang membuatnya mampu melesat hingga 1.350 km
per jam. Dengan kapasitas tangki sebesar 5.270 kg, pesawat ini bisa
menjalani 4,5 jam pertempuran udara dengan jarak tempuh 3.000 km. TNI AU
memiliki 11 jenis Su-30MK/MK2 yang mulai berdinas sejak September 2013
lalu.(Merdeka)