Pages

Saturday 9 February 2013

KSAL Tinjau Fasilitas Pusat Latihan Tempur TNI AL

 
SURABAYA: - KEPALA Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Madya TNI Marsetio, M.M. meninjau beberapa fasilitas, sarana dan prasarana yang dibangun di area latihan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur), Kolatmar, Korps Marinir, Grati Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (8/2).

Fasilitas tersebut antara lain pembangunan Rusunawa yang akan diperuntukan bagi keluarga Prajurit Marinir TNI Angkatan Laut. KSAL juga meninjau barak Pusat Latihan Pertempuran (PLP) yang digunakan oleh Prajurit Marinir TNI Angkatan Laut.

Sebelum melakukan peninjauan, KSAL terlebih dahulu menerima paparan tentang pembangunan berbagai fasilitas yang ada di Puslatpur, Kolatmar Grati yang disampaikan oleh Kepala Dinas Fasilitas dan Pangkalan Angkatan Laut (Kadisfaslanal) Laksamana Pertama TNI Lefrand Tuelah, serta paparan tentang kegiatan latihan yang disampaikan oleh Komandan Kolatmar Kolonel Marinir Amir Faisol.

Pada kesempatan itu, KSAL juga meresmikan sebuah masjid baru bernama Jannatin yang dibangun di lahan TNI AL di area Pusat Latihan Tempur (Puslatpur). Marsetio berharap masjid tersebut tidak saja dapat digunakan oleh prajurit TNI Angkatan Laut, akan tetapi juga oleh warga sekitar.


“Saya berharap Masjid Jannatin Mako Kolatmar yang baru saja diresmikan ini dapat memberikan banyak manfaat, karena selain sebagai fasilitas ibadah bagi Prajurit Marinir TNI Angkatan Laut yang beragama Islam, masjid tersebut juga dapat digunakan oleh warga sekitar karena tempatnya yang strategis,” ujar KSAL seperti dilansir dalam siaran pers Kasubdispenum Dispenal, Kolonel Laut (S) J. Widjojono.

KSAL dan rombongan yang datang ke Grati menggunakan helikopter N-Bell Puspenerbal, ketika tiba di Lapangan Terbang Grati, Kolatmar, disambut dengan jajar kehormatan valreep serta demonstrasi terjun payung dari para Prajurit Korps Marinir.

Turut mendampingi KSAL antara lain Asisten Perencanaan (Asrena) Kasal Laksamana Muda TNI Ade Supandi, Asisten Logistik (Aslog) Kasal Laksamana Muda TNI Sru Handayanto, Panglima Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Agung Pramono, Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI Marinir Faridz Wasington, dan Kadisfaslanal Laksamana Pertama TNI Lefrand Tuelah, serta para pejabat terkait lainnya.

Sumber :  Jurnas

Militer AS Dipusatkan ke Asia Pasifik dan Indonesia

 PACOM dibekali seperlima dari total kekuatan militer AS.

Panglima AS Kawasan Pasifik, Laksamana Samuel J. Locklear III
JAKARTA:Dalam kunjungan pertamanya ke Jakarta sebagai Panglima Komando Militer AS di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J. Locklear III menegaskan bahwa posisi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik kini makin strategis di tengah perubahan dinamika kekuatan global. Itulah sebabnya AS dalam beberapa tahun terakhir menitik beratkan kepentingan keamanannya di Asia Pasifik.

Dalam kunjungan selama tiga hari di Indonesia ini, Locklear tidak hanya menemui para petinggi keamanan dan militer setempat. Dia juga merasa perlu menemui para cendekiawan, mahasiswa hingga jurnalis dalam suatu acara di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013, untuk menjelaskan pandangannya soal pergeseran fokus keamanan AS ke Asia Pasifik, yang pertama kali diumumkan Presiden Barack Obama pada November 2011.

Locklear menyebut pergeseran fokus itu sebagai "Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS di Asia Pasifik." Dia menegaskan perimbangan yang dimaksud bukan bersifat konfrontatif atau untuk menyudutkan negara atau pihak tertentu. "Ini bukan hanya menyangkut militer tapi juga kebijakan, diplomasi, dan perdagangan... Perimbangan ini adalah suatu strategi kolaborasi dan kerjasama," kata Locklear.

Setelah mengakhiri perang di Irak dan Afganistan, AS menggeser fokus kepentingan keamanannya ke kawasan ini. Itulah sebabnya lebih dari setengah kekuatan militer laut AS kini ditugaskan beroperasi di kawasan yang terdiri dari beragam negara itu, termasuk Indonesia.

Maka itu, tidaklah heran bila kini Laksamana Locklear memimpin komando gabungan militer terbesar yang dimiliki AS. Wilayah operasi PACOM meliputi Asia Pasifik, Asia Timur, dan Asia Selatan.

PACOM dibekali seperlima dari total kekuatan militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada Angkatan Laut Amerika. Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat oleh lima kapal induk dengan kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000 personel militer aktif.

Locklear memaparkan betapa pentingnya Asia Pasifik bagi kepentingan keamanan negaranya. "Selama hampir setahun menjabat sebagai panglima, saya makin kagum atas beragamnya kompleksitas di kawasan ini, yang melingkupi lebih dari separuh permukaan Bumi dan lebih dari setengah jumlah populasinya. Kawasan ini punya keragaman yang luar biasa secara sosial, budaya, ekonomi, dan geopolitik," kata Locklear.

Dia pun memaparkan data yang cukup spesifik dalam menegaskan betapa banyak dan beragamnya kekuatan di Asia Pasifik saat ini dan itu menjadi perhatian utama AS. "Kawasan ini punya dua dari tiga ekonomi terbesar di dunia dan tujuh dari 10 negara terkecil di muka bumi," kata Locklear.

"Asia Pasifik juga punya negara yang berpenduduk paling banyak di dunia, dan juga negara demokratik terpadat, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak, dan republik terkecil," lanjutnya.

Locklear memaparkan bahwa dari segi bisnis dan perdagangan, Asia Pasifik juga sangat strategis. Kawasan ini "memiliki sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, dan jalur-jalur laut paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$ 8 triliun dari arus perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo kontainer dunia dan 70 persen dari kapal-kapal pengangkut bahan energi melintasi lautan Pasifik setiap hari," kata Locklear.

Di sisi pertahanan dan keamanan, Asia Pasifik dianggap AS sebagai kawasan yang paling banyak diperlengkapi kekuatan militer. "Kawasan ini punya tujuh dari 10 kekuatan militer terbesar. Lalu, angkatan-angkatan laut terbesar dan paling mutakhir berada di Asia Pasifik."

Selain itu, tidak boleh diabaikan bahwa lima dari negara-negara kekuatan nuklir dunia berada di kawasan ini.

"Semua aspek itu, bila dikumpulkan, menghasilkan suatu kompleksitas strategis yang unik," kata Locklear, yang selama kunjungannya ke Jakarta menemui Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan para pejabat tinggi Indonesia lainnya.

"Jadi, kini ada sebanyak hampir 350 ribu personel militer AS yang berdinas dan tinggal di Asia Pasifik dan bersama mereka juga ada hampir 70 ribu anggota keluarga mereka... Saya tegaskan bahwa Amerika merupakan kekuatan Pasifik. Tidak hanya terletak di Pasifik, namun kami juga punya ikatan sejarah dan ekonomi dengan para negara tetangga sehingga mereka menyadari bahwa kita punya kepentingan yang signifikan sebagai sama-sama negara di Asia Pasifik," kata Locklear.

Locklear menyatakan tidak ambil pusing atas ancaman pengurangan anggaran militer, seperti yang diwanti-wanti oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, baru-baru ini karena anggaran baru belum kunjung disetujui Kongres. Masalah ini, kata dia, tidak saja dialami oleh militer namun juga melanda pos-pos anggaran lainnya di tubuh pemerintah AS.

"Militer kami memang harus mengantisipasi perkembangan itu... Namun, kabar baiknya, Presiden Obama sebelumnya menyatakan bahwa Asia Pasifik menjadi prioritas bagi militer kami di masa depan. Tidak saja militer namun juga kerjasama di bidang-bidang lain. Jadi, saya perkirakan justru akan ada banyak interaksi di kawasan ini," kata Locklear.

 Soal China

Sebagai panglima PACOM, Locklear mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi negara-negara Asia Pasifik. Salah satunya adalah perubahan iklim, yang berdampak pada cuaca dan permukaan laut.

"Kondisi itu berpengaruh bagi keamanan masa depan banyak negara di kawasan ini sehingga kita harus paham bagaimana menghadapinya," katanya.

Ancaman-ancaman lain dari aktor non negara seperti organisasi ekstremis yang menggunakan kekerasan, organisasi teroris, perdagangan narkoba dan lain-lain, juga terus mendatangkan masalah.

Asia Pasifik pun kini masih dihadapkan pada konflik perbatasan dan kepemilikan wilayah. Akses dan kebebasan di wilayah laut dan dunia siber juga dilihat menjadi tantangan yang kian meningkat. Rawannya situasi di Semenanjung Korea pun masih jadi soal. Begitu pula dengan bangkitnya China dan India sebagai kekuatan ekonomi baru.

Selain itu, tidak seperti aliansi keamanan NATO di kawasan Amerika dan Eropa, tidak ada suatu mekanisme pemerintahan tunggal di Asia Pasifik yang menyediakan suatu kerangka bersama dalam menyelesaikan konflik. "Itulah sebabnya perimbangan kembali posisi AS menjadi penting bagi Asia Pasifik. Ini menjadi dasar bagi banyaknya peluang kerjasama AS dengan para negara mitra di kawasan," kata Locklear.

Dia juga meluruskan sikap AS atas berkembangnya pengaruh China di Asia Pasifik. Menurut dia, pola hubungan kedua negara itu tidak sedramatis seperti yang digambarkan media massa. AS, bagi Locklear, tidak melihat China sebagai ancaman walaupun saat ini sedang bersitegang dengan negara-negara sekutu AS, seperti Jepang dan Filipina, menyangkut masalah teritori.

Locklear tidak setuju dengan anggapan yang beredar saat ini bahwa AS tengah berupaya "mengurung China untuk membendung pengaruhnya di kawasan". Strategi yang diterapkan Washington, menurut Locklear, adalah justru terus berupaya melibatkan negara komunis itu untuk ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan di Asia Pasifik.

"Kami mengupayakan hubungan yang bertahan lama dengan China, termasuk hubungan militer ke militer. Kami berharap bisa mengesampingkan perbedaan-perbedaan pandangan yang ada dan fokus dalam hubungan yang sama-sama memberi manfaat bersama, seperti memerangi perompakan dan terorisme, melindungi jalur komunikasi laut, kerjasama bantuan kemanusian dan penanggulangan bencana," kata Locklear.

 Peran Indonesia


USS Freedom Akan Standby di Singapura
Sebelum datang ke Jakarta, dalam wawancara singkat melalui telepon dengan VIVAnews, Laksamana Locklear menjelaskan bahwa Indonesia termasuk mitra utama bagi AS dalam menjaga stabilitas di Asia Pasifik. Itulah sebabnya dalam kunjungan ke Jakarta, dia juga menegaskan perlunya pengembangan dan penguatan kerjasama keamanan antara AS dan Indonesia.

Salah satu yang jadi prioritas kedua negara adalah kerjasama keamanan maritim. "Ini merupakan salah satu elemen yang penting bagi kedua negara, mengingat Indonesia berada di persimpangan dua lautan besar dan juga di salah satu jalur distribusi yang paling penting di dunia. "Kepemimpinan negara Anda di wilayah ini dan begitu juga dukungan kami atas kepemimpinan negara Anda di kawasan ini akan menjadi kunci untuk bergerak maju," kata Locklear.

Banyak yang telah direncanakan pemerintah kedua negara untuk memperkuat kerjasama itu. "Begitu pula akan banyak latihan bersama dan juga latihan di tingkat multilateral yang makin meningkat," kata Locklear.

Dalam kunjungannya di Jakarta, dia mengatakan bahwa kerjasama antarmiliter kedua negara, terutama sejak 2005, juga semakin erat. "Ini juga termasuk pada kerjasama yang dijalin angkatan laut dari kedua negara. Mengingat letak Indonesia sebagai negara kepulauan di persimpangan yang strategis, kami berharap berbagai kerjasama, seperti berbagi informasi soal situasi keamanan di laut, bisa terus dikembangkan," kata Locklear, yang menjadi Panglima PACOM sejak Maret 2012.

Dalam suatu diskusi beberapa hari sebelum kunjungan Locklear, seorang perwira menengah TNI Angkatan Laut mengungkapkan bahwa Indonesia memegang posisi yang sangat penting bagi banyak negara besar, termasuk AS. "Wilayah kita ibarat pusat gravitasi keamanan maritim. Itulah sebabnya banyak negara yang ingin meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan Indonesia," kata Kolonel Laut Judijanto, perwira dari Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal).

Kepala Pusat Olah Yudha (War Game Centre) di Seskoal itu mengingatkan Amerika Serikat telah menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia, termasuk meliputi sektor keamanan maritim. Beberapa negara lain juga menjalin kemitraan serupa, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. "Bahkan Uni Eropa pun ingin menjalin kerjasama dengan kita. Begitu pula Inggris," kata Judijanto.

Dia pun menunjukkan betapa pentingnya perairan-perairan Indonesia bagi perdagangan dan pelayaran internasional. "Setiap tahun, 63 ribu kapal melintas Selat Malaka; 3.500 di Selat Sunda, dan 3.900 di Selat Lombok."

Di Selat Malaka, tonase kapal-kapal dagang yang melintas setiap tahun mencapai 525 juta ton dengan nilai US$ 390 miliar, di Selat Sunda sebanyak 15 juta ton dengan nilai total US$ 5 miliar, sedangkan di Selat Lombok sebanyak 140 juta ton senilai US$ 40 miliar.

Presentasi Judijanto itu mendukung penilaian Duta Besar David Merrill--diplomat veteran yang kini memimpin lembaga persahabatan AS-Indonesia, Usindo, yang menjadi penyelenggara diskusi--yang sebelumnya memaparkan bahwa Indonesia memiliki tiga selat kunci bagi perdagangan dan pelayaran global, yaitu Malaka, Sunda, dan Lombok.

"Itulah yang membuat Indonesia punya peran esensial dalam mempertahankan keamanan maritim di Asia Pasifik, begitu pula dengan perdagangan dan pelayaran global," kata Merrill.(kd)

Sumber :Vivanews

Friday 8 February 2013

Empat Pesawat Buatan Jerman Tiba Di Indonesia Mei


 
JAKARTA : Empat pesawat latih Grob G-120-TP buatan Jerman akan tiba di Indonesia pada Mei 2013 untuk memenuhi kebutuhan sekolah penerbang TNI Angkatan Udara, kata Komandan Komando Pendidikan Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Ida Bagus Anom.

"TNI Angkatan Udara (AU) membeli total 18 pesawat Grob G-120-TP dari Jerman, tetapi pesawat tersebut dikirim ke Indonesia secara bertahap hingga 2014. Pada tahap pertama akan tiba empat pesawat," katanya di Yogyakarta, Jumat (8/2).

Menurut dia usai memimpin serah terima jabatan Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Adisutjipto dari Marsekal Pertama TNI Abdul Muis kepada Kolonel Pnb Agus Munandar, pesawat Grob itu akan menggantikan pesawat Bravo.

"Pesawat Grob itu untuk menggantikan pesawat Bravo yang usianya sudah 30 tahun. Selama ini sekolah penerbang TNI AU menggunakan pesawat Bravo untuk melatih calon penerbang," katanya.

Ia mengatakan TNI AU memilih pesawat Grob karena merupakan pesawat tersebut dinilai yang terbaik untuk sekolah penerbang. Pesawat Grob mampu melakukan manuver yang cukup ekstrem.

"TNI AU sebenarnya membutuhkan 24 pesawat Grob untuk sekolah penerbang, tetapi baru dapat dipenuhi 18 pesawat. Kami berharap DPR RI nanti menyetujui pembelian pesawat lagi," kata Anom.

Mantan Danlanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Abdul Muis selanjutnya akan menjabat Wakil Asisten Operasi (Waasops) Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).

Danlanud Adisutjipto Kolonel Pnb Agus Munandar sebelumnya menjabat Perwira Bantuan Staf Personil Operasi Angkatan Udara (Paban SPOPAU).

Sumber : Republika

Penantian Panjang Dan Berliku Menyongsong Sang Elang Emas

T-50i pesanan Indonesia
ARC: Perjalanan panjang dalam menentukan pesawat pengganti Hawk Mk-53 yang sudah memasuki masa pensiun bagi TNI AU sendiri merupakan masa yang sangat melelahkan. 

Batapa tidak, apabila untuk urusan pesawat tempur dan pencegat keputusannya relative lebih cepat difinalisasi, tidak demikian halnya bagi kandidat pesawat latih lanjut TNI AU. 

Hal ini juga memberikan suatu tekanan psikologis bagi para penerbang maupun awak teknisi Skadron Udara 15, karena praktis mereka harus menunggu kepastian pengganti Hawk Mk-53 yang secara kesiapan sudah menurun dan kondisinya dibawah standar. 

Dari delapan unit yang ada hanya 2 unit yang laik terbang. Padahal di pundak Skadron Udara 15 terletak beban untuk mencetak para pilot pesawat tempur TNI AU. Dampak dari embargo suku cadang oleh Inggris dan juga utilisasi pesawat yang sangat tinggi merupakan salah satu faktor penyebabnya.
Embargo yang diberlakukan kepada Indonesia dengan alasan kejahatan kemanusiaan di Timor Timur paska referendum pada tahun 1999 oleh Amerika dan sekutunya, tak terkecuali Inggris sebagai sekutu utama Amerika dan sebagai produsen pesawat Hawk Mk-53 dan Hawk 109/200, memiliki andil utama dalam menurunnya kesiapan dan kesiagaan asset udara TNI AU. Bagi TNI AU dampak yang dirasakan langsung adalah embargo terhadap suku cadang seluruh pesawat tempur buatan BAe Inggris ini. 

Sementara disisi lain  pesawat hawk Mk-53 sebagai pesawat advanced jet trainer bagi para calon penerbang tempur TNI AU tetap dituntut agar terus mampu mencetak penerbang-penerbang tempur handal, memiliki skill yang tinggi dan ketrampilan yang terlatih dengan kesiapan terbang yang tinggi bagi para penerbangnya,  meskipun dengan jumlah pesawat yang minim. Selain itu diharapkan regenerasi para penerbang tempur tetap dapat berjalan dengan baik. Tuntutan profesionalisme dengan modal dan sarana pendukung yang serba terbatas pada waktu itu merupakan masa-masa sulit bagi TNI AU.

Akan tetapi dimasa sulit tersebut cobaan demi cobaan terus mendera silih berganti, satu persatu paska embargo terjadi sejumlah incident ataupun accident. Beberapa pesawat yang dioperasikan TNI AU jatuh ketika melaksanakan tugas rutin maupun latihan, seolah-olah menunjukan bahwa sehebat apapun pesawat yang kita miliki tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa adanya perawatan yang memadai dan pasokan suku cadang yang lengkap dari produsen pesawat. 

Meskipun dalam beberapa insiden kecelakaan tidak seluruhnya akibat dari kesalahan atau masalah teknis pesawat itu sendiri, namun demikian secara moril sebagai manusia biasa tentunya ada rasa cemas ketika terbang dengan pesawat yang memiliki keterbatasan baik dalam segi perawatan rutin maupun suku cadang. Pasca embargo tahun 1999 insiden diawali dengan jatuhnya pesawat Hawk Mk-53 pada 28 Maret 2000 di Lanud Iswahyudi Madiun. Menyusul pada Juli 2000 pesawat A-4 Skyhawk jatuh saat melaksanakan patrol rutin di Sulawesi Selatan, kemudian pada tanggal 21 November 2000 kecelakaan kembali terjadi dan menimpa pesawat Hawk yang jatuh di Pontianak.

Pada tanggal 28 Maret 2002 cobaan dan pukulan berat kembali harus dialami oleh TNI AU khusunya Skadron Udara 15 ketika 2 pesawat Hawk Mk-53 yang sedang melakukan sesi latihan Aerobatik Jupiter Blue bersenggolan di udara pada ketinggian sekitar 2000 kaki dan jatuh masih di kawasan Lanud Iswahyudi Madiun. Pada awalnya ketiga pesawat Hawk Mk-53 sedang melakukan manuver Victory Loop yaitu manuver ke delapan dari sebelas manuver yang rencananya akan dipertunjukan pada acara Open Day yang akan digelar pada 30 Maret 2002 di Lanud Iswahyudi. 

Sayangnya belum juga manuver tersebut selesai dilakukan petaka terjadi. Sehebat apapun pesawat dan penerbang tidak ada satupun yang bisa melawan takdir Tuhan. Akibat dari musibah tersebut 4 penerbang gugur, yaitu ; Kapten (Pnb.) Andis “Lavy” Solikhin Machmud (35) dan Kapten (Pnb.) Weko Nartomo Soewarno (33), awak Hawk nomor ekor TT 5310; Mayor (Pnb.) Syahbudin “Wivern” Nur Hutasuhut (35) dan Kapten (Pnb.) Masrial (33), awak Hawk nomor ekor TT 5311. Merupakan kehilangan besar bagi Skadron Udara 15, terlebih kehilangan penerbang-penerbang terbaiknya yang tidak terukur nilainya. Acara Open Day dibatalkan dan demi menghormati para penerbang yang gugur Lanud Iswahyudi mengibarkan bendera setengah tiang.

Peristiwa demi peristiwa getir yang dialami TNI AU khususnya Skadron Udara 15 tidak mematahkan semangat mereka. Perbaikan dan pembenahan terus dilakukan bahkan wacana penggantian pesawat Hawk Mk-53 terus bergulir dengan dilakukannya kajian-kajian terhadap calon pesawat pengganti oleh pihak TNI AU sendiri dalam hal ini selaku user dan Departemen Pertahanan (Dephan).

Angin Segar itu Berhembus

Tekad TNI AU untuk memensiunkan pesawat Hawk Mk-53 dan diganti dengan pesawat baru sudah bulat, hal tersebut tertuang dalam rencana strategis (Renstra) 2005-2009 Mabes TNI AU yang berencana melakukan penggantian sejumlah alutsistanya, seperti OV-10 Bronco, F-5 Tiger, pesawat angkut Fokker-27, Helicopter  Sikorsky dan tentunya Hawk Mk-53. Angin segar pun berhembus ketika KSAU Marsekal Herman Prayitno pada waktu itu, bertemu langsung dengan Dubes Ceko untuk Indonesia Pevel Rezac di Mabes TNI AU Cilangkap Jakarta pada awal November 2007. Hal tersebut terkait dengan pihak TNI AU yang mengajukan pengadaan pesawat tempur latih Aero L-159 ALCA buatan Republik Ceko sebagai pengganti Hawk Mk-53.  Secara umum kunjungan Rezac bertujuan untuk menindaklanjuti kesepakatan kerjasama pertahanan antara RI dan Rep. Ceko yang telah ditandatangani pada tahun 2006, selain itu dibahas pula kemungkinan pembelian Aero L-159 ALCA oleh TNI AU.

Pada waktu itu keinginan TNI AU memilih Aero L-159 ALCA sebagai pengganti Mk-53 bukan suatu pilihan yang tanpa pertimbangan, sebab pesawat tempur latih buatan Aero Ceko ini memadukan tekhnologi barat dan timur dan dianggap cocok sebagai pesawat tempur latih yang diperuntukkan bagi calon penerbang-penerbang tempur TNI AU. Terlebih lagi saat ini TNI AU mengoperasikan pesawat tempur yang menggunakan teknologi barat dan timur, yaitu untuk blok Barat sendiri terdapat pesawat tempur  F-16, Hawk 100/200, Hawk Mk-53 dan F-5, sedangkan untuk blok Timur TNI AU mengoperasikan pesawat tempur Su-27 dan Su-30.

Proses rencana penggantian pesawat Hawk Mk-53 terus bergulir dan sederet jenis pesawat pengganti Hawk Mk-53 pun mulai bermunculan diantaranya Alenia Aermacchi M-346, Yakovlev Yak 130 buatan Rusia, FTC2000 buatan China, Aero L-159 buatan Ceko, T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan dan deretan nama-nama lain yang dijadikan pertimbangan TNI AU sebagai bahan kajian. Namun sampai dengan pergantian KSAU dari Marsekal Herman Prayitno kepada Marsekal Subandrio yang dilantik sebagai KSAU pada 28 Desember 2007 pesawat yang dipilih sebagai pengganti Hawk Mk-53 belum juga diputuskan. Pada masa jabatan KSAU Soebandrio proses kajian pembelian pesawat pengganti Hawk Mk-53 terus berlangsung,  namun sampai dengan jabatan beliau selaku KSAU diserah terimakan kepada pejabat KSAU baru yakni Marsekal Imam Sufaat yang resmi menjabat sebagai KSAU pada 12 November 2009 keputusan pengganti Hawk Mk-53 masih juga belum jelas.

Disela-sela suatu acara di Lanud Halim Perdana Kusuma pada Rabu (7/4/2010), KSAU Marsekal Imam Sufaat mengatakan bahwa TNI AU telah menyeleksi empat jenis pesawat sebagai pengganti Hawk Mk-53 dan keempatnya akan memasuki seleksi akhir sebelum penentuan final.  Keempat tipe pesawat yang lolos ke seleksi tahap akhir adalah Yakovlev Yak 130 buatan Rusia, FTC2000 buatan China, Aero L-159 buatan Ceko dan yang terakhir tentu saja T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan. Masih dikesempatan yang sama, saat itu KSAU juga berharap pada akhir bulan sudah bisa ditentukan mana yang lebih dibutuhkan dari keeempat jenis pesawat tersebut. Angin segar kembali berhembus seolah membawa harapan baru bagi TNI AU khsususnya Skadron 15 untuk segera mendapatkan pengganti bagi Hawk Mk-53.

Mencari yang Terbaik

Yakovlev Yak 130 merupakan pesawat jet latih subsonik buatan Rusia yang mulai terbang perdana pada 26 April 1996, Yak 130 sendiri mempunyai 2 varian yakni advanced trainer dan light attack atau pesawat tempur ringan dimana perbedaan varian tersebut terlihat jelas pada seater atau tempat duduk,  untuk varian Advanced Trainer pesawat dilengkapi dengan double seater/tempat duduk ganda, sedangkan untuk varian Light Attack hanya terdapat single seater/tempat duduk tunggal.

Varian light attack memiliki bentuk hidung lebih pipih untuk menambah bidang pandang bagi pilot saat menukik untuk melepaskan roket atau bom. Namun demikian untuk varian Advanced Trainer apabila suwaktu-waktu dibutuhkan juga dapat berperan sebagai pesawat Light Attack.  Saat ini tercatat Angkatan Udara Rusia sendiri mengoperasikan beberapa pesawat Yak 130, Angkatan Udara Algeria dan Angakatan Udara Belarusia.
 
 
Yak-130
Opsi berikutnya adalah pesawat L-159 buatan Rep. Ceko, sama halnya Yak-130 pesawat ini juga dibuat dalam dua versi yaitu versi trainer dengan tempat duduk ganda dan versi LCA (Light Combat Aircraft) dengan tempat duduk tunggal.  

Menengok ke dalam ruang kokpit terdapat dua layar tampilan serta HUD (Head Up Display) yang mendominasi panel kokpit. Pesawat ini juga dilengkapi dengan radar Grifo L keluaran pabrikan FIAR, Italia. Alat pengendus berkemampuan multi misi ini dapat menandai delapan belas sasaran sekaligus yaitu delapan sasaran di udara dan sepuluh sasaran di darat, kemudian kelengkapan lain adalah Radar Warning Receiver (RWR) Sky Guardian-200 buatan GEC-Marconi yaitu perangkat yang berfungsi sebagai penangkap gelombang radar lawan.  Belum lagi Vinten Vicon 78 plus chaff dan flares yaitu sistem anti jamming yang diperuntukkan untuk menghadapi perang elektronik. 

Dan masih banyak lagi perangkat-perangkat unggulan dan canggih yang menempel pada tubuh L-159 yang memang dibuat menyesuaikan tekhnologi dan perkembangan perang modern. Pengguna utama pesawat ini adalah Angkatan Udara Ceko yang digunakan sejak periode 1990-an. 

Sangatlah wajar apabila saat itu TNI AU melalui KSAU Herman Prayitno berkinginan untuk membeli pesawat ini sebagai pengganti Hawk Mk-53 dengan melihat berbagai peralatan dan teknologi canggih yang melengkapi L-159. Harga L-159 pada waktu itu berkisar antara 15 – 17 juta dolar Amerika.
L-159 versi Trainer & LCA

Dari negeri Tirai Bambu, adalah Guizhou JL-9 atau lebih dikenal dengan FTC-2000 Mountain Eagle (Shayi
nng) pesawat tempur dengan tempat duduk ganda/double seater hasil pengembangan dari Guizhou Aircraft industry Corporation, China.  Pesawat ini turut memeriahkan bursa calon pengganti Hawk Mk-53 TNI AU. 

Pada awalnya pengembangan pesawat FTC-2000 dikhususkan bagi kebutuhan People's Liberation Army Air Force (PLAAF) dan People's Liberation Army Naval Air Force (PLANAF) untuk mempersiapkan para pilotnya dalam menyongsongf pesawat generasi baru China, seperti Chengdu J-10, Shenyang J-11, Sukhoi Su-27SK dan Sukhoi Su-30MKK. Konon kabarnya pesawat buatan China ini diproduksi dengan jumlah terbatas.    

FTC-2000

Kontestan berikutnya yang masuk pada tahap seleksi akhir beserta tiga kontestan lain adalah pesawat T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan. 

Pada awalnya pesawat ini lebih dikenal dengan KTX-2 pesawat latih dan tempur ringan yang diproduksi dan diperuntukan bagi Republik of Korea Air Force (RoKAF) yang sekaligus sebagai pengguna utama. 

Penerbangan perdana T-50 dilakukan pada Agustus 2002 . Pesawat latih supersonik dengan harga 21 juta dolar Amerika pada tahun 2008 ini menjanjikan banyak fitur canggih didalamnya. Mungkin atas pertimbangan hal ini pula yang menyebabkan TNI AU mengikut sertakan T-50 dalam deretan empat besar pesawat bakal pengganti Hawk Mk-53 yang memasuki tahap seleksi akhir.
T-50 Golden Eagle

Akhir Sebuah Penantian
Penantian panjang akan sebuah jawaban terkait pembelian pesawat pengganti Hawk Mk-53, sedikit mulai terkuak manakala pemerintah melalui Menhan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan pembelian 16 pesawat atau 1 skadron T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan, hal tersebut diungkapkan Menhan usai menghadiri Rapat Kekuatan Indonesia di ASEAN di kantor Wakil Presiden pada Rabu 13 April 2011. Praktis dengan demikian terjawab sudah pemenang dari ke empat kandidat tersebut yaitu pesawat T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan.
Kontrak pembelian T-50I
Ungkapan Menhan tersebut akhirnya dapat diyakini kebenarannya dengan ditandatanganinya kontrak pembelian 16 pesawat T-50 senilai 400 juta dolar Amerika pada tanggal 25 Mei 2011 antara Indonesia dan Korea Selatan yang masing-masing dilakukan oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro selaku wakil dari pemerintah Indonesia dan pihak dari KAI (Korea Aerospace Industries) mewakili pemerintah Korea Selatan dan sekaligus sebagai produsen pesawat. 

Jika tidak ada aral melintang keseluruh pesawat T-50 tersebut keseluruhannya akan tiba di Indonesia secara bertahap di tahun 2013 ini dan diharapkan pada tahun 2014 ke 16 pesawat T-50 sudah dapat dioperasikan oleh TNI AU sebagai pengganti dari pesawat Hawk Mk-53.

Demi memenuhi permintaan Indonesia yaitu target penyelesaian keseluruhan di tahun 2013, setelah penandatanganan resmi kontrak pembelian T-50, pabrik pesawat KAI mulai memproduksi pesawat pesanan Indonesia. Pesawat hasil rancangan bersama antara Korea Aerospace Industries dan Lockheed Martin ini diproduksi langsung di Korea Selatan.

Penantian dan ujung jalan panjang proses pembelian pesawat T-50 Golden Eagle kini sudah didepan mata, terbukti dengan diberangkatkannya 6 penerbang terbaik Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Madiun ke Korea Selatan pada tanggal 12/1/2013. 

Keenam penerbang tersebut dijadwalkan berada di Korea Selatan selama kurang lebih 8 bulan guna mengikuti pengenalan dan berbagai pelatihan baik teori maupun terbang langsung dengan menggunakan T-50. Selain 6 penerbang, sebanyak 31 teknisi juga diberangkatkan ke Korea Selatan untuk mengikuti pelatihan dan pemeliharaan pesawat T-50, karena merekalah nantinya di Indonesia yang akan melakukan perawatan dan pemeliharaan serta memastikan pesawat dalam kondisi laik terbang. 

Keberangkatan enam penerbang dan tiga puluh satu teknisi ke Korea Selatan dalam rangka transfer tekhnologi T-50, dipimpin langsung oleh Komandan Skadron Udara 15 Mayor Pnb Wastum.

Para penerbang yang diberangkatkan seluruhnya mempunyai kualifikasi Sekolah Instruktur Penerbang dan para merekalah nantinya yang akan menularkan ilmu dan pelajaran yang didapat selama berada di Korea Selatan kepada rekan sesama penerbang di Skadron Udara 15, maupun kepada para junior-juniornya yaitu siswa calon penerbang tempur. Enam penerbang tersebut adalah Komandan Skadron Udara 15, Mayor Pnb Wastum, Mayor Pnb Marda Sarjon, Mayor Pnb Budi Susilo, Mayor Pnb Hendra, Kapten Pnb Darma T  Gultom, dan Kapten Pnb Luluk Teguh Prabowo.
 
Calon penerbang T-50
Gelombang pertama kedatangan pesawat T-50 Golden Eagle rencana dijadwalkan pada bulan September 2013, selanjutnya pada bulan berikutnya berturut-turut hingga keseluruhan sebanyak 16 unit pesawat diharapkan dapat diterima Indonesia sampai dengan akhir tahun 2013. Penasaran ingin melihat kelincahan pesawat ini secara langsung di langit Indonesia ? Kita nantikan saja kedatangannya, semoga tidak ada hambatan apapun sampai dengan keseluruh T-50 Golden Eagle tiba di Tanah Air. Bravo AURI ...!!!!
 
Sumber : ARC

RBU-6000 : Peluncur Roket Anti Kapal Selam Korvet Parchim TNI AL


Meski saat ini kekuatan armada kapal selam TNI AL terbatas, karena secara faktual kini hanya ada 2 kapal selam type 209 buatan Jerman, tapi disisi lain perlu disyukuri bahwa TNI AL masih cukup mumpuni untuk menggelar sista (sistem senjata) anti kapal selam.

Keberadaan sista anti kapal selam mutlak bagi TNI AL sebagai pengawal wilayah lautan RI yang begitu luas, dimana banyak alur laut yang ideal menjadi perlintasan kapal selam negara lain di sepanjang gugusan kepulauan Nusantara.

Dalam misi ‘mengganyang’ kapal selam lawan, setidaknya TNI AL kini bisa mengandalkan banyak senjata, sebut saja mulai dari torpedo SUT (surface and underwater target) yang menjadi andalan kapal selam type 209 dan FPB-57 , lalu torpedo

MK46/MK44/MK32 yang banyak digunakan pada frigat dan korvet, kemudian ada bom laut (depth charge), dan terakhir sistem senjata roket anti kapal selam. Kesemua model senjata anti kapal selam diatas masih digelar oleh TNI AL, kecuali model bom laut yang kini agak jarang digunakan lagi.


sudah lumrah bila kapal perang rancangan Rusia dan negara-negara Blok Timur mengusung dua pucuk peluncur RBU-6000

Khusus di segmen roket anti kapal selam atau ASROC (Anti Submarine Rocket), TNI AL sudah punya pengalaman panjang dalam pengoperasiannya, semasa akrab menggunakan alutisista buatan Uni Soviet (dalam masa operasi Trikora), setidaknya diketahui TNI AL sempat mengoperasikan roket Hedgehog kaliber 268mm buatan Rusia, dan roket Hedgehog kaliber 183mm buatan Italia.


Roket-roket anti kapal selam tersebut dilepaskan dari semacam peluncur MLRS (multiple launch rocket system) pada frigat atau korvet. Setelah meluncur dan jatuh ke permukaan laut, hulu ledak roket bakal meledak sesuai dengan kedalaman yang ditentukan, semisal pada roket Hedgehog kaliber 268mm, akan meledak pada kedalaman 210 meter.

Pada prinsipnya pola peledakannya hamper serupa dengan bom laut, hanya berbeda dari cara pelepasannya. Untuk menggunakan bom laut, kapal harus melepas bom sejajar diatas posisi kapal selam berada. Tentu saja cara ini cukup sulit dan merepotkan, apalagi bila yang dihadapi kapal selam modern dengan teknologi akustik tinggi.

KRI Tjiptadi 881, salah satu korvet kelas Parchim TNI AL, nampak sedang melepaskan roket dari peluncur RBU-6000
Awak TNI AL sedang mempersiapkan RBU-6000
 
 Pada kenyataan era Hedgehog kini sudah memudar, pasalnya jenis roket ini sudah terbilang kuno, maklum telah digunakan sejak era Perang Dunia Kedua. Nah, sebagai gantinya di lini roket anti kapal selam, TNI AL kini mengandalkan jenis RBU-6000 yang terpasang pada armada korvet Parchim, dan ada lagi roket anti kapal selam jenis Bofors SR375A kaliber 375mm. Untuk jenis Bofors SR375A diusung oleh 3 kapal perang kelas Fatahillah, yakni KRI Fatahillah 361, KRI Malahayati 362, dan KRI Nala 363. Sedangkan jenis RBU-6000 lebih terlihat masif, pasalnya populasi korvet Parchim TNI AL mencapai 16 kapal perang, dimana pada masing-masing kapal dilengkapi dua peluncur RBU-6000 kaliber 213mm.

Di lingkungan TNI AL, RBU-6000 punya umur pengoperasian yang lebih muda ketimbang Bofors SR375A. Ditambah daya hancur RBU-6000 cukup besar, ini lantaran jenis peluncur ini memiliki  12 laras roket yang dapat melakukan tembakan secara single maupun salvo. Sistem peluncur pun hebatnya dapat melakukan sistem reload amunisi secara cepat dan otomatis.



Model struktur reload amunisi pada RBU-6000
RBU (Reaktivno-Bombovaja Ustanovka )-6000
Sosok senjata yang sangar ini boleh dibilang menjadi sajian favorit TNI AL dalam gelar-gelar latihan tempur, seperti pada level Latihan Gabungan TNI. TNI AL cukup beruntung memiliki jenis senjata ini, sebab RBU-6000 termasuk senjata anti kapal selam di era Perang Dingin yang cukup diandalkan oleh negara-negara pakta Warsawa. RBU-6000 mulai dioperasikan oleh AL Uni Soviet pada tahun 1960-1961. Adaptasi RBU-6000 cukup luas, tidak hanya kelas korvet, jenis frigat hingga destroyer juga lazim mengandalkan RBU-6000.

Pengoperasian RBU-6000 sudah tergolong modern, yakni dengan sistem kendali otomatis dari pusat informasi tempur yang mengandalkan Burya fire control system agar akurasi serta  arah elevasi multi larasnya dapat terjaga. Secara total, pola penembakkan RBU-6000 dapat di setting untuk satu kali tembakan, 2x, 4x 8x atau salvo 12x. Menyadari panasnya laras setelah dilakukan penembakkan, dilakukan pendinginan dengan air.





Roket anti kapal selam R90 yang diluncurkan lewat RBU-6000
Sebuah demonstrasi penembakkan RBU-6000 secara salvo Bila amunisi sudah habis, sementara kapal selam yang diburu belum ‘keok’ juga, tak jadi masalah. RBU-6000 siap melakukan reload amunisi secara otomatis dengan teknologi 60UP loading system yang terletak dibawah dek peluncur.

Umumnya tiap-tiap peluncur dapat memuat magazine yang berisi 72 hingga 96 roket. Jumlah yang cukup besar untuk mengkandaskan atau paling tidak membuat kapal selam musuh rusak berat.

Satu unit RBU-6000 memiliki berat 3.100 kg, lebar 2 meter, tinggi 2,25 meter, dan lebar 1,75 meter. Untuk menyesiakan arah sasaran, tingkat elevasi dapat disesuaikan mulai dari -15 sampai 60 derajat. Untuk sudut putarnya mencapai 180 derajat.

RBU-6000 adalah sistem peluncurnya, untuk roketnya sendiri menggunakan jenis 90R. Roket ini cukup canggih, dimana aktivasi peledakan dapat disesuaikan berdasarkan kedalaman yang dibutuhkan. Bila sudah masuk ke bawah permukaan laut, fungsinya akan menjadi bom laut yang dapat mengganyang target hingga kedalamam 1.000 meter.


RBU-1000 dengan 6 laras
 RBU-1200 dengan 5 laras (tanpa pengisian otomatis)
 
RBU-2500 dengan 16 laras 
Tentang roket 90R mempunyai berat 112,5 kg dengan bobot hulu ledak 19,5 kg. Diamater roket ini 0,212 meter dan panjang 1,83 meter. Untuk jangkauan luncur mulai dari 600 meter sampai 4.300 meter. Namun uniknya, disebutkan efektif radius sebenarnya hanya 130 meter. Dengan hulu ledak 19,5 kg, 90R dipercaya dapat merusak lambung kapal selam.

Hasil dari pengenaan sasaran dapat diketahui dalam waktu 15 detik, dan tingkat kebehasilan dalam penghancuran kapal selam mencapai 80 persen. Selain itu misi melawan kapal selam, senjata ini juga bisa dipersiapkan untuk menangkal serangan dari torpedo lawan yang menyerang kapal, bahkan bisa dimanfaatkan untuk menetralisir keberadaan pasukan katak lawan yang berniat melakukan penyusupan.

Selama Perang Dingin, Rusia/Uni Soviet banyak mengembangkan varian RBU, diantaranya RBU-1000 (6 laras kaliber 300mm), RBU-1800 (5 laras kaliber 250mm), RBU-2500 (16 laras kaliber 250mm), dan RBU-4500 (6 laras kaliber 300mm).

 


 
India ternyata mampu memproduksi amunisi untuk RBU-6000, bagaimana dengan Indonesia?
Meski saat ini kekuatan kapal selam TNI AL terbilang minim, pasalnya tambahan kapal selam tak kunjung tiba, tapi setidaknya tak perlu minder untuk daya pukul kekuatan anti kapal selam. Berdasarkan pengalaman sejarah, TNI AL telah mempunyai reputasi dalam operasi anti kapal selam, contohnya seperti yang terjadi pada masa operasi Trikora. Kapal selam Belanda, HRMS Dolfijn mengalami kerusakan parah karena mendapat serangan bom laut dari kapal pemburu TNI AL di dekat perairan Teluk Peleng, Banggai.  (Haryo Adjie Nogo Seno)


Sumber : DM

FighterI IWJ Laksanakan Penembakan Air To Ground

MADIUN: Untuk mengasah naluri tempur seorang fighter dalam menghancurkan sasaran harus terus diasah, terkait hal tersebut penerbang tempur Lanud Iswahjudi selama delapan hari mulai. Senin (4/2) mengadakan latihan menembak dari udara ke darat (Air To Ground), di Air Weapon Ring (AWR) Pulung Ponorogo, Selasa (7/2).

Hal tersebut merupakan latihan profisiensi rutin yang dilaksanakan secara berkala dengan melibatkan seluruh penerbang, karena untuk menjadi penerbang tempur yang handal dan professional tidak hanya mampu menerbangkan pesawat, bermanufer, mengejar maupun dikejar oleh pesawat lawan, namun ketepatan menembak dan menghancurkan sasaran merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang fighter.

Dalam latihan penembakan dengan menggunakan bom latih asap BDU 33 dan Rokecting menggunakan FFAR 2,75 inch, Lanud Iswahjudi melibatkan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Skadron Udara 3, dan Pesawat tempur HS Hawk MK-53 dari Skadron Udara 15, mengingat Skadron Udara merupakan salah satu ujung tombak pelaksanaan operasi udara dalam menegakkan kedaulatan wilayah NKRI.

Selain itu, latihan penembakan “Air To Ground” tersebut merupakan ajang uji ketangkasan kemampuan bagi para penerbang tempur dalam ketepatan menembak atau menghancurkan sasaran sekaligus untuk meningkatkan kemampuan tempur yang handal dan profesional. Terkait hal tersebut maka setiap penerbang akan melaksanakan bombing, dan straffing gun di daerah sasaran yang telah ditentukan.

Sementara itu Komandan Lanud Iswahjudi, Marsma TNI Yuyu Sutisna, S.E., berpesan kepada para penerbang dan ground crew maupun pendukung lainnya selama latihan berlangsung, untuk selalu berhati-hati, mengutamakan safety dalam setiap kegiatan dan senantiasa melakukan pengecekan ulang terhadap pesawat, sehingga latihan dapat berjalan lancar sesuai yang dijadwalkan.
 
Sumber : TNI-AU  

TNI AL bangun Lantamal XII di Sorong, Papua



JAKARTA: TNI-AL saat ini tengah mempersiapkan penambahan satu lagi pangkalan utama TNI-AL (lantamal) di tanah Papua.

Komandan Lantamal V Jayapura Brijen TNI Putu Wijamahaadi di Jayapura mengatakan, lantamal yang akan dibentuk adalah Lantamal XII yang berkedudukan di Sorong.

Dikatakan, nantinya Lantamal XII akan membawahi lanal yang berada di kawasan Papua Barat termasuk Fasharkan Manokwari.

Dengan terbentuknya Lantamal XII, kata Brigjen TNI Putu Wijamahaadi, maka di Tanah Papua terdapat tiga lantamal.

Ketiga lantamal itu masing masing Lantamal X Jayapura, Lantamal XI Merauke dan Lantamal XII Sorong.


Ketika ditanya kapan Lantamal XII diresmikan, Dan Lantamal X Jayapura mengakui belum mengetahui dengan pasti karena saat ini sarana dan prasarananya masih terus dilengkapi.

"Belum dipastikan kapan peresmiannya karena masih harus melengkapi berbagai fasilitas penunjang," aku Brigjen TNI Wijamahaadi.

Komandan Lantamal X Jayapura mengakui dengan adanya penambahan lantamal diharapkan kasus kasus pelanggaran yang terjadi di laut dapat berkurang.

Apalagi wilayah perairan Lantamal XII termasuk kawasan yang rawan kasus pencurian ikan, kata Brigjen TNI Putu Wijamahaadi. (E006)

Sumber :   Antara

China harus hentikan provokasi sengketa maritim

 
... China tidak dapat melakukan ancaman, mencari wilayah-wilayah dan menimbulkan sengketa-sengketa wilayah... "

Washington: - China semakin terang-terangan menyatakan niat mengerahkan kekuatan miiter dalam konflik maritim dengan Jepang atas Kepulauan Senkaku. Menyikapi ini, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Leon Panetta, Rabu, mendesak China jangan mengancam negara-negara lain.


Panetta mengatakan ia mengimbau kepada mitra-mitranya di Beijing untuk merundingkan perjanjian-perjanjian regional untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian wilayah maritim.

Menjawab pertanyaan tentang ketegangan-ketegangan antara China dan Jepang menyangkut Kepulauan Senkaku setelah menyampaikan pidato di Universitas Georgetown, Panetta cemas bahwa situasi menyangkut klaim-klaim wilayah seperti itu bisa pada akhirnya tidak dapat dikendalikan.

Ia menambahkan, "Satu negara atau lainnnya dapat bereaksi melalui satu cara yang dapat menciptakan satu krisis lebih luas."

Ketegangan meningkat menyangkut sengketa pulau itu ketika Jepang mengatakan satu kapal perang China menguncikan radarnya pada satu kapal perang Jepang di Laut China Timur pekan lalu.

Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, menyebut tindakan itu berbahaya dan provokatif. Panetta mengatakan, Amerika Serikat dan negara-negara lain harus bekerja sama untuk menyelesaikan "tantangan-tantangan bersama" termasuk perompakan, bencana alam dan sengketa-sengketa wilayah.

"China tidak dapat mengancam negara-negara lain. China tidak dapat melakukan ancaman, mencari wilayah-wilayah dan menimbulkan sengketa-sengketa wilayah," kata Panetta.
Sumber : ANTARA News

Jerman akan dengarkan Indonesia

 
China menggelar latihan militer selama enam hari di Laut China Selatan beberapa waktu lalu. (DTN News)

JAKARTA:  - Langkah Indonesia mengupayakan perdamaian di kawasan Laut China Selatan akan didengar Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle yang mengungungi Indonesia pada 10-11 Februari mendatang, kata Duta Besar Jerman untuk Indonesia Georg Witschel.

"Kami percaya Indonesia telah melakukan pekerjaan istimewa dan apa yang kami lihat adalah banyak sekali kesepakatan untuk mengurangi konflik (di kawasan Laut China Selatan) atau sengketa teritorial yang mungkin terjadi," kata Witschel dalam jumpa pers di Kedutaan Jerman Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan Menteri Westerwelle akan membahas isu kawasan Laut China Selatan bersama Menteri Marty Natalegawa dan Sekretaris Jenderal ASEAN Le Luong Minh.


"Saya kira menteri kami akan bertanya ke Menteri Marty tentang posisi ASEAN dan China terkait tata perilaku (di Laut China Selatan). Jadi, itu adalah proses pembelajaran," kata Witschel.

Jerman, menurut Witschel, akan mendengar dan belajar dari Indonesia mengenai hubungan ASEAN - China dan hubungan intra-ASEAN dengan China.

"Kami menghargai (posisi Indonesia) dan mendengarkan, tapi kami tidak dapat membantu secara aktif. Kami telah tahu tentang klaim wilayah yang terjadi di Laut China Selatan. Kami tidak terlibat dan tidak memihak dalam sengketa itu," kata Witschel.

Menteri Luar Negeri Jerman diperkirakan akan membahas pula isu ekonomi, G20, Suriah, Mali, nuklir Iran, dan Palestina.

  Sumber : ANTARA News

Bakorkamla RI kontak Malaysia soal pelarangan speedboat Sebatik


NUNUKAN: - Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI mengontak Agency Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) soal pelarangan oleh pemerintah Malaysia terhadap speedboat GT-5 dari Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur ke Tawau Malaysia.

Sesuai hasil audensi dengan Bupati Nunukan, Drs Basri, Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Bakorkamla RI, Laksma Maritim Drs Satriya F Maseo SH MM di Nunukan, Kamis mengakui mendapatkan informasi itu.

Berdasarkan informasi tersebut, kata dia, pelarangan itu berawal dari kecurigaan pemerintah Malaysia terhadap speedboat dari Pulau Sebatik mengangkut barang-barang ilegal.


Satriya menegaskan, setelah mendapatkan informasi ini dari Pemkab Nunukan langsung mengkomunikasikan dengan Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla RI dan meminta untuk mencermatinya alasan pelarangan tersebut.

Selanjutnya, Kalakhar Bakorkamla RI mengontak APMM (Agency Penguatkuasaan Maritim Malaysia) dan membicarakannya untuk mengkongkretkan memorandum of understanding (MoU) yang telah ditandatangani antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia pada 29 Januari 2012 lalu.

MoU yang disepakati sementara itu mengatur mengenai mekanisme penanganan terhadap para nelayan di wilayah perairan bebas atau overlapping antara kedua negara (Indonesia-Malaysia), dan belum membahas masalah angkutan umum laut, katanya.

Satriya menambahkan, mengenai pelarangan speedboat GT-5 oleh pemerintah Malaysia sedang dikomunikasikan dengan pelaksana teknis di lapangan negara Malaysia yakni APMM dan diharapkan ada solusi dalam waktu dekat ini.

"Mudah-mudahan sudah ada informasi dari Malaysia soal ini agar secepatnya ada penyelesaian," ungkapnya.

(KR-MRN/N001)

Sumber : ANTARA News

3 KRI Buatan Dalam Negeri Laksanakan Latihan Tempur

 
JAKARTA: - Tiga Kapal Perang Repubik Indonesia (KRI) yang berada di bawah jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) hasil produksi dalam negeri melaksanakan latihan Geladi Tugas Tempur (Glagaspur) Tingkat III/L3.

Kapal-kapal perang tersebut yakni KRI Clurit (CLT-641), KRI Kujang (KJG-642), dan KRI Beladau (BLD-643), Ketiga kapal perang yang memiliki kemampuan sebagai kapal pemukul reaksi cepat yang dalam pelaksanaan tugasnya mengutamakan unsur pendadakan, mengemban misi menyerang secara cepat, menghancurkan target sekali pukul dan menghindar dari serangan lawan dalam waktu singkat pula ini sehari-harinya berada di bawah pembinaan Satuan Kapal Cepat (Satkat)Koarmabar.

Latihan Glagaspur Tingkat III/L3 yang melibatkan kapal-kapal perang bertipe Kapal Cepat Rudal (KCR) ini berada di bawah kendali oprasional Komandan Satuan Kapal Cepat Kolonel Laut (P) Dafit Santoso. Latihan ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme prajurit koarmabar dan mengukur kesiapan serta kemampuan tempur unsur-unsur Koarmabar sesuai fungsi azasinya, agar dapat melaksanakan tugas utamanya serta dapat meningkatkan kerja sama taktis antar unsur-unsur koarmabar dalam melaksanakan aksi tempur laut.

Pelaksanaan Latihan Glagaspur Tingkat III/L3 ini dibagi dalam tiga tahap:

● Tahap pertama yaitu tahap persiapan di pangkalan dalam tahap ini unsur-unsur KRI yang terlibat melaksanakan kegiatan antara lain briefing rancana Manlap Glagaspur Tingkat III/L3, dan selanjutnya melakukan persiapan akhir untuk pelaksanaan manuver lapangan.

● Tahap kedua manuver lapangan, pada tahap ini unsur-unsur KRI yang terlibat keluar Pangkalan Tanjung Uban bersama-sama melaksanakan serial latihan di Selat Riau, Laut Natuna dan Selat Singapura guna meningkatkan profesionalisme tempur prajurit matra laut.

● Selanjutnya tahap ketiga yakni tahap pengakhiran dilanjutkan dengan pembuatan laporan pelaksanaan, selanjutnya unsur-unsur bergerak bebas menuju daerah operasi yang telah ditentukan.

Dengan dilaksanakannya Latihan Glagaspur Tingkat III/L3 diharapkan unsur-unsur KRI di jajaran Koarmabar mampu untuk menghadapi berbagai kemungkinan ancaman yang dapat mengganggu kedaulatan negara, keamanan perairan wilayah barat dan kredibilitas NKRI serta tanggap menghadapi situasi-situasi yang timbul dalam pelaksanaan operasi.

Latihan Glagaspur Tingakat III/L3 unsur-unsur KRI jajaran Koarmabar ini juga dilaksanakan dalam rangka mendukung pelaksanaan Latihan Gabungan (Latgab) TNI Tahun 2013 mendatang.

Sumber :Koarmabar 

Harder Marder !

http://arc.web.id/images/stories/INDODEFENCE2012/idam%2014%20copy.jpg
ARC: Satu nukilan info tangan pertama lain yang ARC terima adalah mengenai nasib Marder. Walaupun statusnya sebagai IFV (Infantry Fighting Vehicle), ternyata penerima tangan pertama adalah Kavaleri TNI AD. Hal ini lebih karena alasan kemudahan administrasi. Kedepannya, dari jumlah 50 Marder 1A3 yang akan diterima oleh TNI AD, sebagian akan disebar ke batalyon infantri, sementara sisanya dipergunakan oleh Kavaleri.

Khusus untuk Marder 1A3 yang akan dipergunakan oleh Kavaleri TNI AD, sosoknya akan dimodifikasi dengan bantuan PT Pindad. Hal ini tidak lepas dari perjanjian ToT antara Indonesia dan Jerman, dimana Indonesia akan menerima cetak biru Marder 1A3 secara utuh, yang artinya PT Pindad akan mampu membuat lini produksi Marder sendiri dari tahap pertama dengan asistensi dari pihak Jerman. Tentunya Pindad sendiri membutuhkan bantuan dari industri strategis lainnya, seperti misalnya PT Krakatau Steel yang diharapkan mampu mengembangkan logam dengan spesifikasi kekerasan yang memenuhi armor hardness untuk kebutuhan pembuatan ranpur.

TNI AD sendiri berharap agar PT Pindad mampu mengawal proses pabrikasi Marder, yang diarahkan sebagai basis dari pengembangan tank medium. Untuk kebutuhan tersebut, TNI AD sendiri telah melakukan studi pendahuluan mengenai ketepatan jenis kubah yang akan dipasang, karena seperti diketahui, ada sejumlah opsi yang tersedia. Satu yang ditawarkan saat ini adalah kubah-kanon OTO Hitfact kaliber 105mm yang mampu menembakkan munisi 105mm APFSDS untuk melawan tank. Namun untuk produk final yang dipilih, tentunya membutuhkan evaluasi lanjutan.


Sumber :ARC

Wednesday 6 February 2013

Apa Kabar Leopard 2 RI...?

JAKARTA: Perkembangan tentang Leopard 2 tentu menjadi hot issue terpanas dalam masa-masa sekarang ini. Apabila dalam kesempatan sebelumnya sudah sempat dibahas bahwa kontrak sudah final, ternyata didapat info bahwa kontrak tersebut sedang difinalisasi detailnya, dan diharapkan akan selesai dalam waktu tiga bulan mendatang, yaitu pada bulan April. 
Ini akan langsung diikuti dengan pengiriman Leopard 2A4 pertama, yang diharapkan akan siap untuk parade bulan Oktober tahun 2013.  Penyiapan krunya sendiri juga tak dilupakan, dimana persiapan calon instruktur juga tengah berjalan. Para calon instruktur Leopard 2 ini diambil dari para instruktur tank AMX-13 dan Scorpion, dimana mayoritas datang dari instruktur Scorpion, tank ringan yang kita beli dari Inggris.
Sejalan dengan penyiapan calon instruktur tersebut, Pussenkav juga sudah menyelesaikan pembangunan gedung simulator, yang dibangun dengan fasilitas tercanggih untuk menyiapkan seluruh awak, baik itu komandan, penembak, pengisi peluru, dan pengemudi. Simulatornya yang pernah diturunkan ARC pada laporan sebelumnya, didesain secara modular sehingga bisa diganti-ganti. Butuh set sistem Leopard 2? Scorpion? AMX-13? Tinggal copot dan pasang saja modul di sisi atas, sehingga waktu penyiapan simulator dapat dipersingkat untuk melatih kru.

Menepis isu tak bertanggungjawab
Sembari menunggu Leopard 2 yang pasti datang ke Republik ini, diluar sana berkembang isu-isu tak bertanggungjawab yang menyudutkan TNI dan Leopard 2 yang akan dibeli. Isu seputar Leopard 2 dilepas sistem stabilisatornya, sehingga tidak bisa menembak sembari berjalan, Leopard 2 dikatakan downspec, Leopard 2 diejek sebagai barang bekas, adalah sebagian dari isu tak bertanggungjawab yang dilepas oleh oknum di beberapa forum.
Berdasar info yang diterima ARC dari tangan pertama, hal itu sama sekali tidak benar. Leopard 2 yang dibeli TNI AD sudah direkondisi di pabrik Rheinmetall sesuai standar Leopard 2A4 yang digunakan oleh Bundeswehr. Sedikit menyigi sejarah pengadaannya, TNI AD sudah melakukan perencanaan dan penyiapan pembelian MBT (Main Battle Tank) dengan studi yang menyeluruh dan mendalam sejak 2007. 
Berbagai platform tank telah dianalisis dan bahkan diuji secara langsung. Para perencana TNI AD sudah melakukan ujicoba terhadap MBT-MBT terkenal dunia seperti Challenger 2 Inggris, K1A1 Korsel, MBT-2000 RRC, Leclerc Perancis, T-90 Rusia, T-84 Oplot Ukraina, M1A1 Abrams, dan Merkava Israel. 
Sebagian besar MBT tersebut bahkan diuji langsung dengan mendatangi negara produsennya, baik dengan pengemudian maupun uji penembakan. Dan ketika Leopard 2A4/2Ri tersebut diputuskan untuk dipilih, hal tersebut menunjukkan bahwa itu adalah keputusan terbaik yang dilakukan dengan pertimbangan yang matang sesuai profil ancaman, kemampuan dan doktrin yang digunakan.
Less is More
Mengenai sejumlah opsi yang kemudian tidak diikutkan kedalam Leopard 2Ri, sekarang bisa dipastikan bahwa yang tidak dipasang adalah BMS, sistem RCWS (Remote Controlled Weapon Station), dan alat komunikasi. 
Di satu sisi, harga memang tak dipungkiri menjadi pertimbangan. Namun di sisi lain, TNI AD juga menganut prinsip less is more. TNI AD juga ingin bahwa industri pertahanan dalam negeri berkembang dan mampu memasok ketiga komponen yang disebutkan tersebut. 
Sebagai contoh, untuk RCWS sendiri TNI AD tengah menimbang-nimbang dan mengevaluasi tiga kandidat, yaitu FN Herstal DeFNder (pernah diulas ARC sebelumnya), sistem Adunok buatan Belarusia yang ditawarkan oleh PT Pindad, dan RCWS buatan Dislitbang TNI AD. 
Masih cukup dini untuk mengatakan yang mana yang akan dipilih, tetapi ARC sudah dibisiki mana yang terbaik menurut preferensi dan ujicoba Kavaleri TNI AD. 
Sumber : ARC

F-5 TNI AU Akan Diupgrade dan Mendapat Tambahan dari Korea


F-5 Tiger TNI AU (photo : Efendy)

TNI AU akan menerima penambahan kekuatan baru atas kedatangan pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia dan T-50 buatan Korea Selatan. "Dalam program renstra pertama lima tahunan, TNI AU mendatangkan alutsista, tahun ini TNI AU akan kedatangan pesawat T-50 dari Korea dan pesawat Sukhoi dari Rusia," kata KSAU.

Selain itu, lanjut KSAU, TNI AU juga akan menerima pesawat tempur jenis Super Tucano secara bertahap dan F-16 dari Amerika yang diharapkan pertengahan 2014 datang empat unit dan sudah ditingkatkan kemampuannya.

Menurut KSAU, kedatangan pesawat Sukhoi dan T-50 merupakan bagian dari program rencana strategis (Renstra) lima tahunan. "Dengan adanya penambahan pesawat tempur itu akan menambah kekuatan alat utama sistem senjata TNI AU," kata dia.

Terkait pesawat tempur F-5, KSAU mengatakan TNI AU tetap menggunakan, namun perlu ditingkatkan kemampuannya

"Sesuai program kerja strategis, pesawat F-5 masih efektif di up-grade lagi untuk digunakan, karena negara lain masih banyak yang menggunakan seperti Singapura."

"Selain itu TNI AU juga akan mendapat tambahan F-5 dari pemerintah Korea Selatan yang merupakan komplemen dari pembelian pesawat T-50," kata KSAU.

Sumber : Suara Karya

TNI AU Tingkatkan Pengembangan Operasi Intelijen


TNI AU Tingkatkan Pengembangan Operasi Intelijen
JAKARTA: Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Ida Bagus Putu Dunia mengatakan, dengan mengacu pada doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa, maka sasaran pembinaan TNI AU harus dicapai secara terencana, terprogram dan berkesinambungan.

Karena itu, dengan upaya pembinaan kemampuan melalui peningkatan kesiapan operasional TNI AU, maka prioritas yang dilakukan tetap difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI AU.

Selain itu, pembinaan kekuatan TNI AU juga tidak lepas dari kondisi lingkungan strategis yang dihadapkan pada kemampuan negara. Dan itu diaplikasikan dalam bentuk kebijakan TNI AU. Salah satunya adalah terlaksananya pengembangan operasi intelijen.

"Sasaran kebijakan TNI AU di tahun 2013 yang pertama adalah terlaksananya pengembangan organisasi intelijen TNI AU dalam rangka meningkatkan kemampuan operasional intelijen TNI AU," kata Bagus Putu di sela-sela acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU 2013 di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (6/2/2013).


Selain itu, sasaran kebijakan TNI AU tahun 2013 juga ditargetkan terlaksananya penyempurnaan perangkat, peraturan, doktrin, sistem dan metode untuk mendukung tugas TNI AU. Serta terlaksananya peningkatan keamanan dan kesiapan operasional TNI AU dalam rangka menegakkan hukum di udara melaksanakan penangkalan, mengamankan VVIP dan objek vital nasional yang bersifat strategis dalam wilayah tanggung jawabnya.

"Selain itu tertatanya kembali kebutuhan personel melalui rekruitmen yang selektif dan objektif guna memperoleh kualitas SDM (prajurit TNI AU) sesuai dengan kebutuhan tugas. Serta terdukungnya pengadaan alutsista TNI AU untuk mengganti alutsista yang telah berakhir usia pakainya," tukasnya.

Karena itu menurutnya, masa depan TNI AU adalah tanggung jawab bersama para prajurit TNI AU. Sehingga jika tidak melakukan perubahan maka tidak akan ada perbaikan dimasa yang akan datang bahkan TNI AU akan semakin tertinggal. "Oleh karenanya perubahan menuju kondisi yang lebih baik di semua bidang harus menjadi tekad kita bersama," tutupnya. (Ism)

 Sumber : Liputan6