Jakarta - Berbaju koko putih dan
berpeci hitam, Pelda (Purn) Soemadji (77), mengenang rekannya yang gugur
di pertempuran yang dilakoninya 50 tahun lalu di Plaman Mapu, Sarawak,
Malaysia dalam Operasi 'Ganyang Malaysia' Dwikora. Rekannya itu, FX
Soenardi usai menembak musuh dengan RPG Bren pada para militer Inggris,
ternyata kena tembak.
"Ada suara 'Yesus...Yesus..Yesus...'
Kemudian teman saya Sugimin saya senggol 'Min ada suara tentara Inggris
mau mati itu, ada suara Yesus..Yesus'.
Kemudian direspons,
rupanya Soenardi, 'Nggak ini..saya teman.. saya kena dada saya.. aku
sudah nggak kuat lagi.. Ini senjata saya.. ini underbag saya..'," kisah
Soemadji saat ditemui detikcom di RT 4 RW 7, Cijantung, Kelurahan Baru,
Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (17/3/2015) lalu.
Setelah
mendengar lenguhan rekannya yang sekarat itu, Soemadji lantas mengambil 2
underbag milik Soenardi dan senjata RPG Bren yang dibawa Soenardi
diambil rekannya, Sugimin. Saat itu, cuaca hujan deras di dalam hutan
yang masih lebat. Soemadji dan Sugimin, sambil membopong Soenardi yang
sudah menghembuskan nafas terakhir sampai salah mengira matahari yang
ada di atas adalah bulan.
"Akhirnya kami sadar, kami sudah
kesiangan. Saya sama Sugimin menggendong (jasad Soenardi), kena air
hujan, darah keluar mengucur ke mana-mana, digendong itu melorot terus.
Saya semakin kecut, helikopter musuh berputar-putar di atas kami.
Untungnya bisa kami halau dengan senjata, dhuer-dhuer-dhuer! Jadi
helinya nggak begitu berani. Waduh gawat, kalau kami lama-lama di sini
karena jenazah ini, berbahaya, bisa-bisa pos musuh lain datang membantu
mengejar kami. Akhirnya, jasad Soenardi kami tinggal," kenangnya.
Dalam
misi pemunduran ini, akhirnya setelah menaruh jasad Soenardi,
mengucapkan selamat tinggal dan memberi hormat pada jasadnya, Soemadji
dan Sugimin mundur ke perbatasan Indonesia dalam kondisi heli-heli musuh
beterbangan di atas kepala mereka. Setelah sampai di perbatasan dan
masuk ke Indonesia, Soemadji melihat jasad rekannya diikat dan dibawa
berputar-putar dengan helikopter.
"Tentara Inggris itu kurang
ajar. Mereka mungkin ingin over acting, jasad Soenardi itu diikat tali
digandulkan ke helikopter. Saya tembakkan senjata itu, heli itu
menjauh," jelas dia.
Sedangkan dalam catatan eks Dan Kompi Benhur, Mayor Purn Oerip Soetjipto
yang didapatkan dari Museum Pustaka Korps Baret Merah, Soenardi gugur
karena menembak dengan senapan bren sambil berdiri. Berikut kesaksian
Mayor Purn Oerip yang dituliskan:
Karena kemenangan dan rasa
dendam akan kegagalan waktu yang lalu, maka dilampiaskanlah semuanya
sehingga banyak anggota yang bertempur dengan berdiri tanpa menghiraukan
tembakan-tembakan musuh. Pratu Soenardi menembak bren dengan berdiri
sedangkan tembakan ini mudah dikenal oleh musuh karenanya langsung
dibalas dan Pratu Sunardi gugur sebagai Kusuma Bangsa.Sebelum
menghembuskan nafas yang terakhir, ia masih sempat menyebut kebesaran
Tuhannya. Semopga arwahnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amin.Saat
Kompi Benhur mundur masing-masing, diketahui ada yang 2 hari berhasil
kembali ke posko di Engkahan, ada yang 7 hari, 10 hari hingga 40 hari.
Selain FX Soenardi yang diketahui gugur tertembak musuh, ada Tosari yang
hilang.
"Ada yang hilang, Tosari. Dugaan saya, dia membawa
senjata berat kemudian hilang terseret arus sungai. Arus sungainya deras
sekali," tuturnya.
Sedangkan Mayor Purn Oerip menuliskan, Pratu
Tosari penembak rocket launcher hilang pada waktu pasukan bergerak
mundur, kemungkinan tersesat.
Sedangkan dokumen lain dari Museum
Pustaka Korps Baret Merah menyebutkan Tosari yang sebelumnya dilaporkan
hilang, ternyata gugur.
Selain 2 rekannya yang gugur, Soemadji
mengingat ada rekannya bernama Sugiri, yang untuk menghindari kejaran
musuh, dia bersembunyi di bawah pohon bambu yang rimbun. Kondisi Sugiri
saat itu, kepala bagian kiri terserempet peluru sehingga menyebabkan
sebelah matanya buta.
"Untung saat itu ada Kompi penutup dan cadangan yang melakukan
pembersihan. Sugiri mendengar ada orang bercakap-cakap dalam bahasa
Jawa.
Dia, di bawah pohon bambu itu kemudian berteriak 'Aku nang
keneee!' (Aku di sini-red). Dengan demikian dia ditemukan tim pembersih
tadi," tutur Soemadji.
Ada pula rekannya yang bernama Kazin,
tertembak di bagian dada sebelah kiri. Namun, dia masih selamat. "Kazin
tertembak di dada kiri, itu tempatnya jantung kan ya. Ternyata dia masih
hidup. Belakangan diketahui, jantungnya berada di sebelah kanan. Lucu
ya," kenang veteran ini.
Mayor Oerip menuliskan, Pratu Kazin
nyaris buta karena luka-lukanya di leher dan terpisah jauh dengan Kompi
Benhur, akhirnya berhasil dibawa oleh Kompi Kenyung hingga ke basis yang
aman. Sedangkan dokumen lain dari Museum Pustaka Korps Baret Merah
menuliskan, bahwa Pratu Kazin
mengalami luka berat, tidak kurang
dari 10 peluru mengenai tubuhnya namun Tuhan masih melindunginya hingga
bisa diselamatkan. Sedangkan Perwira Sejarah Kopassus Lettu Rosida,
menegaskan, fakta 2 prajurit gugur di Mapu itu membantah klaim buku yang
dituliskan penulis Inggris, bahwa ada 300 prajurit RPKAD berhasil
ditewaskan. Buku yang dimaksud Rosida adalah "Para! 50 Years of
Parachute Regiment" yang ditulis Peter Harclerode yang terbit tahun 1996
lalu. Di situ dituliskan klaim Pemerintah Inggris berhasil menewaskan
300 prajurit RPKAD di halaman 261, dan dibantah sendiri oleh sang
penulis di halaman 265 bahwa diperkirakan yang tewas dari RPKAD adalah 2
prajurit.
"Mungkin Pemerintah Inggris juga menghitung
gerilyawan yang kita latih saat Dwikora dan dianggap RPKAD. RPKAD saat
itu melatih gerilyawan dari Kalimantan Utara untuk berperang dengan
Malaysia," tutur Rosida saat mengantarkan detikcom di depan Sasana
Kusuma Bangsa, Selasa lalu.
"Jadi, tidak benar bahwa ada 300
prajurit RPKAD yang gugur. Saya saksi hidupnya, yang gugur hanya 2 saat
di Mapu," imbuh Soemadji di tempat terpisah, di rumahnya.
Sedangkan
dalam buku "Britain's Secret War: The Indonesian Confrontation,
1962-66" yang ditulis Will Fowler di halaman 21, RPKAD dituliskan
sebagai 'satuan yang tangguh dari Jawa di bawah pimpinan Letkol Sarwo
Edhie Wibowo, yang memiliki aksi yang bagus di tahun 1950-an dan awal
1960-an, menikmati status elite sebagai penjaga kepercayaan rezim saat
itu dengan peralatan yang bagus campuran dari negara Soviet dan Barat'.
Dalam buku "Britain's Secret War" pula, diketahui, bahwa yang membawa
jasad FX Soenardi bernama CSM Williams. Memang tidak disebutkan nama
jasad dari prajurit RPKAD yang ditemukan Williams, namun kemungkinan
besar seperti yang dituturkan Soemadji, jasad itu adalah FX Soenardi
yang ditinggalkannya.
"Saat CSM Williams melakukan patroli
pembersihan, dia menemukan satu orang Indonesia, yang dibunuhnya. Tak
ada tanda-tanda musuh, hanya jejak darah yang banyak tumpah dan
peralatan dan pakaian yang dibuang menuju perbatasan," demikian
dituliskan Fowler di halaman 21.
Kini, nama FX Soenardi A dan
Tosari terukir di dinding Sasana Kusuma Bangsa Mako Kopassus Cijantung,
Jakarta Timur. Nama mereka terukir di dinding dengan pangkat anumerta
Kopda, terukir gugur pada 27 April 1965. Dalam 2 tahun, dari 1964-1966
Operasi Dwikora di Kalimantan, di dinding itu terukir ada 21 prajurit
RPKAD yang gugur. (Detik)