PEKANBARU, GORIAU.COM - Meski menjadi lokasi vital dalam mengamankan wilayah perairan terdepan Indonesia, Pos TNI Angkatan Laut (AL) yang didirikan di pulau Jemur Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), ternyata jauh dari standar kelayakan, mulai dari persenjataan, pertahanan hingga fasilitas bangunan.
Pulau Jemur yang merupakan bagian dari gugusan Arua, dimana terdapat lima sebaran pulau yang ada di sekitarnya. Inilah yang menjadi batas terdepan perairan Indonesia dengan negara luar. Pos Angkatan Laut (AL) juga ditempatkan disini, untuk menjaga teritori Indonesia dari berbagai ancaman berupa pencurian hasil laut, penyelundupan, dan sebagainya.

Walau memegang tanggung jawab besar, Pos AL pulau Jemur yang luasnya sekitar 300 hektar, nyatanya minim fasilitas bangunan, plus alat pemantau teritori seperti teropong canggih. Bahkan gedung yang digunakan sebagai kantor ini sekaligus juga ditempati sebagai rumah tinggal personil AL.

"Disini kantor kami, dan sekaligus tempat tinggal. Kami disini ada empat personil AL dibantu tiga pegawai harian lepas. Biasanya personil di rolling tiga bulan sekali, dan untuk Komandan posko biasanya bergeser dua sampai tiga tahun jabatan," kata Letda Laut (P) Bagus Mondro Murti, selaku Komandan Pos Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pulau Jemur.

Kepada Goriau.com, Murti mengisahkan, sehari-hari pos AL mengandalkan tenaga listrik dari genset yang ada. Ini pun jam operasionalnya terbatas, yakni mulai pukul 18.00 Wib hingga 24.00 Wib. "Saat genset nyala, kita cas aki, yang digunakan untuk mengaktifkan alat komunikasi pada siang harinya," cerita Murti, Senin (13/4/2015).

Di pos ini, Angkatan Laut hanya dilengkapi teropong berdaya jangkau sekitar 1 Mil dan radio USSB untuk koordinasi serta komunikasi dengan pihak Angkatan Laut yang berpusat di Dumai. "Hanya ini yang kita punya dalam mengamankan wilayah perairan dari berbagai gangguan," katanya sambil tersenyum.

Bahkan, beber Murti, untuk air konsumsi baik minum dan MCK, ia dan anggotanya hanya mengandalkan air hujan yang ditampung dibeberapa tandon. Sementara untuk makan, cenderung di stok dalam jangka waktu tiga bulan. "Biasanya jarang stok makanan kita putus, kalau pun terjadi, kami sudah terbiasa mencari alternatif, karena disini kami juga berkebun," mirisnya.