Pages

Saturday 12 April 2014

10 Korvet Terbaik di Dunia

KORVET: - Lincah dan kecil, tapi masih lebih besar dari kapal patroli pesisir standar, korvet telah memainkan peran penting bagi beberapa angkatan laut terkuat di dunia. Berdasarkan kemampuan multi-misi, manuver dan persenjataannya, berikut 10 korvet terbaik di dunia.

INS Kamorta

Korvet Kelas Kamorta
Kelas Kamorta adalah korvet generasi baru yang dikembangkan oleh Garden Reach Shipbuilders and Engineers (GRSE) untuk Angkatan Laut India. Korvet ini utamanya didesain untuk misi anti kapal selam (ASW), namun juga dapat ditugaskan untuk misi anti permukaan dan anti udara. Total 4 korvet Kelas Kamorta dijadwalkan akan dioperasikan Angkatan Laut India antara tahun 2014 dan 2017.
Korvet kelas Kamorta menggunakan bahan komposit dan berteknologi "siluman" untuk mengurangi deteksi dari radar dan inframerah dan mengurangi kebisingan. Kamorta dipersenjatai dengan rudal jelajah anti kapal 3M-54 Klub, rudal permukaan ke udara Barak, sebuah meriam 76 mm, dua sistem senjata close-in AK-630, dua peluncur roket anti kapal selam RBU-6000, dan dua tabung torpedo triple.
Dek penerbangan pada buritan Kamorta mampu mengakomodasi helikopter Ka-28PL atau HAL Dhruv. Empat mesin Pielstick 12 PA6 STC yang dilengkapkan pada Kamorta memberikannya kecepatan maksimum 25 knot dan jangkauan 3.450 nm (6.389 km) di kecepatan 18 knot.

Tipe 056 Jiangdao
Tipe 056 Jiangdao. Gambar: 樱井千一
Type 056 Jiangdao
Tipe 056 merupakan korvet "siluman" kelas baru yang dibangun di galangan kapal Wuchan, Huangpu, Hudong-Zhongua dan Liaonan untuk Tentara Pembebasan Angkatan Laut (PLAN) China. Korvet ini menjadi kapal perang modular pertama China yang bertindak sebagai kapal patroli lepas pantai atau kapal multi peran.
Korvet Tipe 056 berdesain lambung "siluman" dan dipersenjatai dengan rudal jelajah anti kapal YJ-83 sea-skimming, sistem rudal jarak pendek FL-3000N, meriam 76 mm, dua meriam remot kontrol dan dua tabung torpedo triple.
Dek helikopter pada buritannya dapat menampung helikopter kelas Z-9. Tipe 056 menggunakan dua mesin diesel yang menggerakkan dua porosnya yang memastikannya mencapai kecepatan tertinggi lebih dari 28 knot.


Korvet kelas Khareef
Korvet kelas Khareef. Gambar via htka.hu
Korvet Kelas Khareef

Korvet Kelas Khareef dibangun oleh BAE Systems Maritime-Naval Ships untuk Angkatan Laut Kerajaan Oman. Korvet ini dapat melakukan patroli pantai, misi bantuan bencana maritim, SAR dan misi pencegahan.

Desain lambungnya yang inovatif dengan fitur "siluman" memungkinkan Khareef untuk beroperasi di dekat zona musuh tanpa terdeteksi. Desainnya yang fleksibel juga membuatnya mudah diintegrasikan dengan berbagai peralatan dan sistem senjata. Korvet ini memiliki dek penerbangan dan hangar yang cukup untuk mengakomodasi helikopter kecil hingga medium.

Khareef dipersenjatai dengan meriam Oto Melara 76 mm, dua meriam MSI DS30M 30 mm, rudal anti kapal MM-40 Exocet Block III dan rudal permukaan ke udara MBDA VL Mica untuk mengatasi ancaman dari permukaan dan udara. Dua mesin diesel MTU memberikan kapal ini kecepatan maksimum 25 knot dan jangkauan 4.500 mil.

Korvet kelas Baynunah
Korvet kelas Baynunah. Gambar via All Military Weapons
Korvet Kelas Baynunah

Baynunah adalah korvet multi misi kelas baru yang dibangun oleh Abu Dhabi Ship Building (ADSB) untuk Angkatan Laut Uni Emirat Arab. Korvet ini dirancang untuk melakukan berbagai misi antara lain patroli dan pengawasan pantai, penanggulangan ranjau, anti udara dan perang anti permukaan.

Beberapa senjata dan teknologi sensor canggih yang dilengkapkan di dalamnya membuat Baynunah sebagai salah satu korvet terbaik di dunia. Kapal ini juga dilengkapi dengan fitur "siluman" untuk meminimalisir radar cross-section dan dapat dipersenjatai dengan rudal anti kapal Exocet, rudal SeaSparrow, Mk49 Mod3 21-cell RAM launcher, meriam utama 76 mm dan dua senjata Rheinmetall MLG 27.

Korvet kelas Baynunah memiliki dek dan hangar helikopter di buritan untuk mengakomodasi helikopter berukuran medium. Korvet yang didukung oleh empat mesin diesel MTU ini menggerakkan waterjet yang memastikannya mampu mencapai kecepatan lebih dari 30 knot.

Korvet Kelas Buyan
Korvet Kelas Buyan. Gambar: russianmilitaryphotos.wordpress.com
Korvet Kelas Buyan (Project 21630)
Kelas Buyan adalah korvet yang dibangun oleh galangan kapal Almaz untuk Angkatan Laut Rusia. Buyan-M, versi modifikasi rudal dari Kelas Buyan, juga sedang dibangun di galangan kapal Almaz. Kapal ini digunakan untuk patroli zona ekonomi eksklusif dan dapat digunakan di perairan dangkal dan muara sungai untuk mendaratkan pasukan dalam mendukung misi berbasis darat.

Kelas Buyan juga menerapkan fitur "siluman" untuk mengurangi radar cross section. Open architecture pada Buyan memungkinkannya untuk diintegrasikan dengan sistem-sistem modular sesuai kebutuhan di masa mendatang. Korvet ini dipersenjatai dengan rudal anti pesawat Igla atau Igal-S, sistem peluncur roket A-215 Grad-M, meriam tunggal A-190 100 mm dan dua sistem senjata close in AK-306 30 mm.

Sistem propulsi CODAD (combined diesel and diesel) yang mengintegrasikan dua mesin diesel Zvezda M520 ditambah dengan dua pompa jet memberikannya kecepatan maksimum 28 knot dan jangkauan 1.500 nm (2.778 km).

Korvet kelas Steregushchy
Korvet kelas Steregushchy. Gambar: gtdeath13/photobucket
Korvet Kelas Steregushchy (Project 20380)
Steregushchy adalah korvet besar multi peran yang dibangun oleh galangan kapal Severnaya Verf dan Amur untuk Angkatan Laut Rusia. Kapal ini ditugaskan untuk misi patroli pantai, pengawalan dan ASW.

Steregushchy menerapkan desain "siluman" untuk mengurangi deteksi radar dan inframerah, akustik dan magnetik. Steregushchy dipersenjatai dengan rudal Kh-35, rudal 3M-54 Klub, dua sistem senjata close-in Kashtan, sebuah meriam A-190 100 mm, dua senjata AK-630M dan dua tabung torpedo quadruple.

Sistem propulsi CODAD dari Steregushchy yang mengintegrasikan empat mesin diesel 16D49 memberikannya kecepatan tertinggi 27 knot dan jangkauan 4.000 nm pada kecepatan 14 knot. Varian ekspor dari Steregushchy yang disebut sebagai Kelas Tiger, juga diorder oleh Angkatan Laut Aljazair.

Korvet Kelas Milgem
Korvet Kelas Milgem. Gambar: Turkish Naval Forces
Korvet Kelas Milgem
Korvet Kelas Milgem milik Angkatan Laut Turki dilengkapi dengan sistem senjata buatan dalam negeri dan sistem C4SI untuk mendukung misi patroli maritim, perang anti permukaan, ASW dan misi perang anti udara di perairan pesisir.

Dua korvet pertama dari kelas Milgem, TCG Heybeliada (F-511) dan TCG Büyükada (F-512) dibangun oleh galangan kapal Istanbul, dan ditugaskan ke Angkatan Laut Turki pada tahun 2013. Korvet ini juga menerapkan teknologi "siluman" dan fitur signature-reduction. Masing-masing korvet dilengkapi dengan meriam 76 mm, dua Stabilised Machine Gun Platforms (STAMP), delapan rudal anti kapal Harpoon, dan rolling airframe missile (RAM) sebagai titik pertahanan dan peluncur tripel Mk.32

Korvet Kelas Milgem didukung oleh sistem propulsi MTU combined diesel and gas (CODAG). Daya dorong untuk berlayar pada kecepatan jelajah dihasilkan oleh mesin diesel, sementara dua turbin gasnya menyediakan kecepatan yang lebih tinggi yaitu 29 knot apabila dibutuhkan.

KRI Diponegoro 365
KRI Diponegoro 365. Gambar: Maritimephoto.com
Korvet Kelas SIGMA

Korvet Kelas SIGMA dibangun oleh Damen Schelde Naval Shipbuilding sesuai dengan konsep Ship Integrated Geometrical Modularity Approach (SIGMA). Empat korvet Kelas SIGMA dikirm ke TNI AL pada rentang 2007-2009.

Kelas SIGMA berdesain modular yang memberikan operatornya fleksibilitas tinggi namun dengan biaya operasi yang minim. Korvet ini dilengkapi dengan sistem komunikasi dan pertempuran canggih, dek helikopter besar dan fasilitas akomodasi untuk 80 personel. SIGMA dirancang untuk melakukan misi patroli Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), pencegahan, SAR, dan juga misi perang anti kapal selam.

Korvet ini dapat dipersenjatai dengan rudal anti kapal Exocet, rudal permukaan ke udara TETRAL, meriam rapid gun 76 mm, dua senjata 20 mm, dan dua peluncur torpedo tripel B515. Dua mesin dieselnya menggerakkan dua poros baling-baling yang memberikannya kecepatan maksimum 28 knot dan jangkauan 3.000 nm pada kecepatan 18 knot.

Korvet Kelas Braunschweig
Korvet Kelas Braunschweig. Gambar: Torsten Bätge
Kelas K130 Braunschweig
Kelas K130 Braunschweig milik Angkatan Laut Jerman adalah lima korvet modern yang dibangun oleh konsorsium ARGE K130 yang terdiri dari Blohm+Voss, Nordseewerke dan Fr. Lürssen Werft. Korvet multi-misi ini dikerahkan untuk pengawasan permukaan, perang anti permukaan dan misi pesisir.

Kelas K130 dilengkapi dengan fitur pengurangan deteksi dari radar dan inframerah, dan dilengkapi dengan sistem pertahanan dan senjata otomatis, sensor dan sistem komunikasi. Deknya dapat menampung helikopter berukuran sedang.

Persenjataan yang diusung Kelas K130, antara lain rudal permukaan ke permukaan RBS 15MK3, rudal permukaan ke udara Rolling Airframe Missile (RAM), meriam Oto Melara 76 mm, dan dua meriam otomatis MLG 27 mm. Korvet ini didukung oleh dua mesin diesel MTU 20V 1163 TB 93 yang menggerakkan dua baling-baling yang memberikannya kecepatan maksimum lebih dari 26 knot.

Korvet Kelas Visby
Korvet Kelas Visby
Korvet Kelas Visby
Korvet siluman Kelas Visby dibangun oleh Kockums di galangan kapal Karlskrona untuk Angkatan Laut Kerajaan Swedia. Pembangunan 5 korvet ini ditujukan untuk misi perang permukaan, ASW, dan patroli maritim.

Masing-masing korvet dipersenjatai dengan meriam Bofors 57 mm Mk 3, delapan rudal permukaan ke permukaan Saab RBS15, empat torpedo Saab 40 cm, dan roket ASW.

Sistem propulsi CODOG yang mengintegrasikan empat turbin gas TF50A untuk operasi di kecepatan menengah dan tinggi, dan dua mesin diesel MTU untuk kecepatan rendah. Mesin CODOG menggerakkan dua baling-baling yang menawarkan akustik yang rendah dan kemampuan manuver yang baik. Sistem propulsinya menjadikan Visby mampu mencapai kecepatan maksimum 35 knot dan jangkauan 2.500 nm pada kecepatan 15 knot.
 

Korps Hiu Kencana dan Midget

hiu-kencanaTulisan ini digolongkan dalam 3 bagian besar, yaitu:
1. Pertarungan midget pada perang dunia kedua,
Merupakan penjelasan sejarah tentang peranan strategis yang diemban midget.
2. Kemampuan manuver Korps Hiu Kencana
Berisi cuplikan penuturan langsung dari perwira pengawak Korps Hiu Kencana atas pengalaman yang mereka dapat selama bertugas
3. Potensi pengembangan midget nasional
Sekelumit gambaran besar potensi alih teknologi yang diperlukan dalam pengembangan midget nasional
Bismillah…
Pertarungan midget pada perang dunia kedua
Selama perang dunia kedua, Inggris, Italia, Jerman dan Jepang memiliki kapal selam midget, sementara Amerika, Rusia dan Cina tidak.
Kapal Selam Midget Inggris – Angkatan Laut Inggris, Royal Navy
X craft dan merupakan nama yang disandang untuk tipe midget yang diproduksi Inggris.Angkatan Laut Kerajaan Inggris memiliki 2 kelas utama kapal selam midget, ‘X – Class dan XE – Class’.X – Class dibuat pada tahun 1943 – 1944, akhirnya digantikan dengan XE – Class. 20 unit dari X – Class telah dibuat, dan setidaknya 12 unit untuk XE – Class.Wahana ini dibuat untuk menyerang kapal perang yang berlabuh dalam pelabuhan yang dilindungi.Midget ini ditarik hingga mendekati target, biasanya oleh kapal selam, kemudian dilepaskan untuk selanjutnya melakukan misinya.
Terdapat pula beberapa jenis kapal selam midget yang tidak sukses, seperti kapal selam midget Sleeping Beauty dan Welman
Midget Inggris 1 – MidgetX – Class
Penugasan pertama atas kapal selam midget X – Class adalah pada Operasi ‘Source’ di bulan September 1943, sebuah upaya untuk melumpuhkan kapal-kapal perang kelas berat Jerman yang berpangkalan di Utara Norwegia. Enam unit kapal selam mini dilibatkan, tapi hanya 2 unit yang berhasil menebar bom laut (di bawah kapal tempur ‘Tirpitz’).Sisanya tenggelam, ditenggelamkan atau kembali ke pangkalan.Kapal tempur ‘Tirpitz’ rusak parah dan tidak dapat operasional hingga April 1944.
Pada tanggal 15 April 1944, HMS X24 menyerang dok terapung ‘Laksevag’ di Bergen.Awalnya X22 yang ditugasi untuk serangan ini, tapi dalam latihan tertabrak dan tenggelam berikut kru pengawak. X24 kemudian melakukan penyusupan dan berhasil keluar dengan selamat, tapi bom laut dipasang dibagian bawah kapal dagang 7.500 ton ‘Barenfels’ yang kemudian tenggelam, sementara dok kering itu sendiri hanya mengalami kerusakan kecil. Pada tanggal 11 September 1944, operasi ini diulangi oleh kapal midget X24, dengan kru pengawak yang baru, kali ini dok kering tersebut dapat ditenggelamkan.
Gambar  :  midget X – Class, Royal Navy
Gambar : midget X – Class, Royal Navy
Kapal selam midget X – Class terlibat dalam persiapan operasi Overlord (operasi pendaratan sekutu di pantai Normandia).Operasi ‘Postage Able’ dirancang untuk mengamati kondisi pantai pendaratan, melibatkan HMS X20 selama 4 hari di pantai Perancis. Pengitaian periskop atas garis pantai dan pembunyian echo dilakukan di siang hari. Pada tiap malamnya, X20 akan mendekati pantai dan 2 penyelam akan berenang ke tepian. Contoh tanah dikumpulkan dalam kondom. Para penyelam ke tepian pada 2 malam berikutnya untuk mengamati pantai di Vierville-sur-Mer, Moullins St. Lauret dan Colleville-sur-Mer yang kemudian menjadi Pantai Omaha (lokasi pendaratan tentara Amerika)
Midget Inggris 2 – Midget XE – Class
Operasi ‘Sabre’ dan Operasi ‘Foil’, dilaksanakan pada bulan Juli 1945, ditujukan untuk memotong kabel telepon bawah laut Jepang yang menghubungkan Singapura, Saigon, Hongkong dan Tokyo. Maksud dari operasi ini adalah memaksa Jepang agar menggunakan radio sehingga sekutu dapat melakukan pencegatan atas lalu lintas pesan yang dilakukan Jepang.
Operasi ‘Struggle’, pada bulan Agustus 1945, HMS XE1 dan HMS XE3 melaksanakan serangan bersama atas kapal perang Jepang yang berada di pelabuhan Singapura. XE3 ditugaskan untuk memasang ranjau laut pada penjelajah berat ‘Takao’, sementara XE1 ditugaskan untuk menyerang penjelajah berat ‘Myoko’
Penyusuran yang dilakukan XE3 atas Selat Johor dan penerobosan atas berbagai pertahanan pelabuhan menghabiskan waktu 11 jam ditambah 2 jam berikutnya untuk proses identifikasi target yang sudah dikamuflase Jepang. Walaupun sebenarnya terdapat beberapa peluang bagi personel Jepang untuk memergoki kapal selam midget ini, XE3 berhasil mencapai ‘Takao’ dan berhasil memasang ranjau magnet, limpet mines dan melepaskan ranjau 2 ton yang dibawanya, side charges. Proses gerak mundur berlangsung lancar dan XE3 berhasil menjalin komunikasi kembali dengan HMS Stygian, sebagai kapal selam pelindung. Sementara itu kru XE1 gagal menemukan target mereka.Malahan, walaupun mengetahui bahwa ranjau yang telah dipasang dapat meledak sewaktu-waktu, XE1 juga ikut memasang ranjau yang mereka bawa di bawah ‘Takao’.XE1 berhasil kembali dengan selamat.
Penjelajah berat ‘Takao’ mengalami kerusakan parah dan tidak pernah dapat berlayar kembali.
Kapal Selam Midget Italia – Angkatan Laut Italia, Regia Marina
Italia memiliki 16 kapal selam midget dalam masa berlangsunya perang dunia kedua. Terdapat dua kelas, CA – Class dan CB – Class.
Italia juga memiliki beberapa desain kapal selam mini yang tidak menorehkan prestasi.
Midget Italia 1 – Midget CA – Class
Pada tahun 1942, setelah Amerika berpartisipasi dalam peperangan, Junio Valerio Borghese, komandan ‘Decima MAS’, unit khusus Angkatan Laut Italia, merancang rencana untuk menyerang pelabuhan New York dengan mempergunakan kapal selam midget tipe CA dan melibatkan pasukan katak. Kapal selam midget akan dikirim menyeberangi lautan Atlantik dengan diusung di atas dek sebuah kapal selam yang lebih besar. Kapal selam Leonardo da Vinci dipilih untuk misi ini dan kemudian dimodifikasi di pangkalan Italia di Bordeaux. Midget CA2 diangkut memakai kereta api dari Italia dan ujicoba dilakukan dekat dengan La Pallice, dibawah pengawasan Borghese sendiri di penghujung 1942. Akan tetapi kapal selam Leonardo Da Vinci karam pada bulan Mei 1943 sebelum operasi dapat dilakukan. Tidak ada kapal selam pengganti yang dapat menggantikan posisi ini dana kemudian perjanjian gencatan senjata membuat rencana ini dihentikan.
Gambar  :  midget CA – Class, Regia Marina
Gambar : midget CA – Class, Regia Marina
Midget Italia 2 – Midget CB – Class
Kapal selam midget ini dirancang sebagai unit pertahanan pantai, ditenagai propulsi diesel elektrik.Dilengkapi dengan ‘conning tower’ untuk membantu navigasi. Persenjataan terdiri dari dua buah torpedo yang dimuat eksternal hingga dapat dimuat tanpa perlu memindahkan kapal selam midget dari air.
Tujuh puluh dua kapal dipesan ke Caproni of Milan, tapi hanya 22 yang berhasil masuk lini produksi.12 unit dapat diselesaikan sebelum gencatan senjata dan 9 sesudahnya. 6 kapal dipindahkan ke Laut Hitam berdasarkan permintaan bantuan yang secara spesifik ditujukan kepada Admiral Riccardi, Regia Marina (Angkatan Laut Italia) oleh Admiral Raeder, Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) pada 14 Januari 1942.
Italia kemudian mengirimkan 4 MAS (berbobot 24 ton), 6 CB – Class (35 ton midget submarine), 5 kapal motor torpedo, dan 5 punts (kapal kamikaze Italia).
Gambar  :  midget CB – Class, Regia Marina
Gambar : midget CB – Class, Regia Marina
Unit ini dibentuk untuk melawan armada Soviet yang menakutkan di Laut Hitam, armada Soviet terdiri dari sebuah kapal tempur (Pariskaja Kommuna), 4 penjelajah berat (diataranya Molotov, yang dirancang berdasarkan proyek Italia sebelum perang), sekitar 10 destroyer (beberapa diantaranya kelas berat dari Kharkov – Class) armada ini dipimpin oleh Tasken, sekitar 29 kapal selam tonnase kecil dan menengah dan banyak sekali kapal patrol dan unit-unit transport.
Masalah besar pertama yang dihadapi Italia dalam memenuhi permintaan Jerman adalah cara menyebarkan unit-unit ini di Laut Hitam. Logikanya, solusi yang masuk akal adalah lewat transportasi darat, semenjak Selat Dardanelli, Turki ditutup berdasarkan konvensi internasional dari kegiatan lalu lintas militer. Dalam upaya memecahkan masalah ini Pimpinan Angkatan Laut Italia membuktikan diri dan imajinasi dengan mempersiapakan dalam waktu singkat sebuah iring-iringan pasukan (column) yang terdiri dari 28 kendaraan bermotor, 3 traktor, 9 truk, tanki bahan bakar dan kereta gandeng (trailers). Iring-iringan panjang kendaraan ini meninggalkan pangkalan La Spezia pada tanggal 25 April dan berhasil melewati banyak sekali rintangan dan kesulitan (para pengemudi dan insinyur dalam beberapa kejadian, harus meledakkan bangunan-bangunan di sepanjang perjalanan agar kendaraan-kendaraan ‘bagong’ ini dapat lewat), iring-iringan ini berhasil mencapai Wien, dimana kemudian kapal-kapal ini diluncurkan di perairan Danube. Dari titik ini mereka mencapai pelabuhan Constanza, Rumania pada 2 Mei, semua unit Italia ini akhirnya mencapai pelabuhan Yalta, yang kemudian yang kemudian menjadi pangkalan operasi mereka
Dari Mei 1942 hingga Mei 1943, unit-unit Italia melaksanakan aktifitas intense dan secara gemilang, berhasil menenggelamkan kapal-kapal milik Rusia yang pada akhirnya menimbulkan penghargaan dan pengkauan untuk unit-unit Italia dari sekutu Jerman mereka dan bahkan dari musuhnya, Rusia
Pada tanggal 11 dan 13 Juni 1942, kapal MAS men-terpedo dan menenggelamkan sebuah kapal uap dengan bobot 5.000 ton dan kapal transport berbobot 10.000 ton (rusak parah, kemudian ditenggelamkan oleh pesawat Junker 87 Jerman). Dipecah dalam beberapa kelompok, dengan tujuan taktis dan keamanan, diantara pangkalan Yalta dan Feodosia, unit-unit Italia harus menghadapi serangan udara yang intense dari musuh mereka, Rusia di daerah itu memiliki lebih dari 700 pesawat, terdiri dari pesawat tempur, pembom dan pesawat intai. Dikarenakan tidak dapat mengandalkan perlindungan udara yang cukup (Pihak Jerman, yang sedang terfokus dalam upaya untuk menaklukkan sistim pertahanan Sevastopol dan Balaclava dan front Mariupol, Rostov, Krasnodar, hampir tidak pernah memberikan pengawalan udara bagi kapal-kapal Italia), MAS dan kapal selam midget harus menelan kekalahan dan kerugian. Diwaktu fajar tanggal 13 Juni, sekelompok pesawat tempur Sovyet dan pesawat tempur-pembom Yak dan Ilijushin, dibantu oleh selusinan kapal-kapal torpedo, menyerang pelabuhan Yalta dan menyebabkan tenggelamnya kapal selam yang dikomandani Letnan Muda, Sottotenente di Vascello Farolfi. Tapi kerugian ini setidaknya dapat dikompensasikan atas dua kemenangan gemilang.
Akhirnya, pada tanggal 15 dan 18 Juni, dalam sebuah operasi malam hari, kapal selam midget CB – Class nomor 2 dan 3 berhasil men-terpedo dan menenggelamkan kapal-kapal selam Sovyet S32 dan SHCH 306 (dengan bobot displacement sekitar 1.070 dan 105 ton), yang sedang berlayar di permukaan.
Unit terakhir dari kru Italia yang melanjutkan operasi di Laut Hitam adalah kapal-kapal selam midget pertahanan pantai CB – Class, dimana, berpangkalan Sevastopol yang baru, berhasil melaksanakan 21 misi, dari Juni hingga Agustus 1943; diantara unit-unit ini hanya satu (dalam rentang 25 hingga 26 Agustus) menghasilkan pencapaian yang positif : CB yang dipimpin oleh Letnan, Tenente di Vascello Armando Sibille berhasil men-terpedo dan menenggelamkan sebuah kapal selam Rusia dari kelas yang tidak dapat didefiniskan. Setelah ini, kapal selam terakhir ditarik dari kancah peperangan dan disimpan di pelabuhan Constanza, Rumania, dimana pada Agustus 1944 kapal-kapal ini direbut pihak Rusia
Midget Jepang pada perang dunia II – Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, Nippon Kaigun
Jepang memiliki armada kapal selam terbesar di wilayah Pasifik jika sementara Jerman merupakan pemilik armada kapal selam terbesar di dunia
Angkatan Laut Jepang juga berhasil membuat kapal selam midget dengan kecepatan tertinggi dibandingkan dengan kapal selam midget yang diproduksi oleh negara-negara lain. Mereka mengerahkan 78 kapal selam midget yang mampu melaju dengan kecepatan 18,5 hingga 19 knots ketika menyelam, dan juga membangun 110 kapal selam midget lainnya yang memiliki kecepatan 16 knots. Kapal selam midget buatan Jepang ini merupakan yang tercepat pada saat itu. Setidaknya kecepatan standar mereka rata-rata di atas 10 knot.
Kapal selam midget Jepang diklasifikasikan dalam 1 kelas utama, Ko–hyoteki – Class. Klasifikasi utama ini dibagi dalam3 tipe, A, C dan D
Jepang mulai membuat kapal selam midget secara rahasia di tahun 1930-an. Kapal-kapal selam ini dirancang untuk dioperasikan secara rahasia.Kapal selam midget ini diangkut di dek belakang dari kapal selam yang lebih besar dari I – Class yang telah terlebih dahulu mengalami penyesuaian. Ketika kapal selam midget mendekat tujuan akhir, maka kapal selam midget ini akan dilepas dalam posisi menyelam.
Kapal-kapal selam mini Jepang sebenarnya diperuntukkan sebagai tokkotai (kependekan dari tokubetsu kogekitai, yang bermakna unit serang khusus, mungkin di Indonesia lebih familiar dengan istilah pasukan berani mati).
Walaupun kapal selam induk yang meluncurkan midget akan berusaha untuk bertemu kembali dengan kapal selam midget sesudah serangan dilakukan, namun kru pengawak kapal selam midget menyadari bahwa kecil sekali kemungkinan mereka akan kembali dengan selamat hingga mereka kemudian menuliskan surat terakhir kepada anggota keluarganya, dan terbukti, tidak satupun kapal selam induk berhasil menyelamatkan kru kapal selam midget sesudah serangan atas Pearl Harbor, Sydney dan Diego Suarez.
Gambar  :  midget Jepang sedang ‘digotong’ kapal selam ‘induk’
Gambar : midget Jepang sedang ‘digotong’ kapal selam ‘induk’
Masyarakat Jepang pertama kali mendengar istilah tokkotai (unit serang khusus) pada tanggal 18 Desember 1941 dalam sebuah communiqué, pengumuman resmi tentang dimulainya Perang Besar Asian Timur Raya. Pihak militer Jepang juga kemudian memakai istilah tokkotai yang ditujukan untuk merujuk kepada pesawat kamikaze dan kepada senjata-senjata bunuh diri lainnya seperti torpedo kaiten dan kapal motor shinyo. Walaupun kamikaze dan armada kapal selam midget direferensikan dalam istilah yang sama, kru kapal selam midget digugah untuk berusaha kembali dengan selamat, walaupun pada kenyataannya sedikit sekali yang berhasil kembali, sementara pilot kamikaze diperintahkan untuk tewas ketika menabrakkan pesawat mereka ke kapal perang musuh. Meskipun begitu, seringkali terjadi pilot-pilot kamikaze kembali dengan selamat karena membatalkan misi mereka akibat cuaca buruk atau masalah mesin.
Angkatan laut kekaisan Jepang juga mempergunakan kapal selam midget di Guadalcanal, Kiska dan Filipina serta Okinawa dengan tingkat keberhasilan terbatas.Pada tahun-tahun akhir peperangan, angkatan laut kekaisaran Jepang hampir tidak lagi memiliki kapal selam induk untuk men-transport/menggotong/meluncurkan kapal-kapal selam midget.
Foto yang menampilkan kapal-kapal selam midget berjejer seperti cerutu raksasa di dok kering Kure menjadi ironi kekalahan Jepang pada perang dunia kedua.
image005
Midget Jepang 1 – MidgetA/B – Class (A/B – Class)
Kapal-kapal selam midget Ko–Hyoteki (Target A) Ko Gata (Tipe A) dilengkapi dengan motor listrik yang ditenagai 224 unit baterai 2 volt. Tipe A dapat melaju dengan kecepatan 19 knot disaat menyelam. Unit ini membawa 2 buah torpedo 17,7 inci.
Lima puluh kapal selam midget dari tipe A berhasil dimanufaktur dan dipergunakan melawan kapal-kapal perang Sekutu, dan terlibat pada penyerangan Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941.
image006
Lima kapal selam midget dari Tipe A dipersenjatai dengan torpedo tipe 97 diluncurkan dari 5 kapal selam induk tipe C1, ikut ambil bagian dalam penyerangan Pearl Harbor. Tugas mereka adalah menyerang kapal-kapal yang berusaha meninggalkan pelabuhan, tapi hanya 2 yang mencapai tujuan dan tidak satupun yang berhasil kembali dengan selamat.
I – 16 tou, penamaan yang dipakai bagi kapal selam midet yang diluncurkan dari kapal selam induk I – 16 mengirimkan laporan radio di sore tanggal 7 Desember, melaporkan bahwa mereka berhasil menenggelamkan USS Arizona. Dari penganalisaan fotografi yang dilakukan penyelidik independen dan hasilnya diterbitkan oleh Akademi Angkatan Laut Amerika di tahun 1999 menyimpulkan bahwa kapal selam midget tipe A berhasil masuk ke dalam pelabuhan dan berhasil menembakkan torpedo pada USS West Virginia dan USS Oklahoma selama serangan udara berlangsung
Setelah penyerangan Pearl Harbor, modifikasi dilakukan atas rancangan awal tipe A dan variannya dinamai dengan Type A Kai 1, (Improved version 1). Perubahan meliputi penambahan improvedgyro compass, kompas non magnetic yang lebih baik, bilah bergerigi untuk memotong jaring yang dipasang di haluan dan di menara, conning tower, sebuah busur pelindung yang menyerupai bilah luncur yang diperuntukkan bagi kemudahan maneuver ketika menghadapi rintangan, dan pelindung baling-baling agar tidak tersangkut di jaring atau kabel bawah laut. Tipe A yang telah diperbaiki ini-lah yang melakukan serangan atas pelabuhan Sydney, dan Guadal Canal
Tiga unit dari tipe ini menyerang pelabuhan Sydney di bulan Mei tahun 1942, tapi satu diantaranya tenggelam sebelum berhasil melakukan misinya. Sedangkan sisanya tenggelam dalam perjalanan kembali ke kapal selam transport mereka. Walaupun begitu, ketiga kapal selam midget ini berhasil merusak sebuah kapal.
Dua kapal selam midget dari tipe ini juga berpartisipasi dalam penyerangan di Guadalcanal, terlibat pertempuran di Diego Suarez, Madagaskar.Pada pertempuran Madagaskar, satu unit midget hilang di lautan dan unit yang lain berhasil membuat kerusakan parah pada sebuah kapal perang tua, battleshipHMS Ramillies dan menenggelamkan sebuah kapal tanker minyak, British Loyalty.
Kapal selam midget Otsu Gata (Tipe B) merupakan varian pertama yang dilengkapi dengan mesin diesel (40 hp/25 kw) dan memiliki haluan yang lebih panjang untuk penempatan mesin ini. Semua spesifikasi dari tipe B sama dengan tipe A, kecuali ukuran panjang (24,9 m vs 23,9 m), displacement, bobot alih (47 ton vs 46), dan kecepatan permukaan (6 knots vs 19).
Mesin diesel kapal selam midget tipe B memungkinkannya memiliki radius 500 mil laut (nautical miles, nms) dan kecepatan 6 knot (berlayar di permukaan), 15,8 nms pada kecepatan 9 knot dan 84 nms pada kecepatan 6 knots ketika berlayar dalam posisi bawah air dengan mempergunakan motor elektrik
Midget Jepang 2 – MidgetC – Class (C – Class)
Ko-Hyoteki (Target A) Hei Gata (Tipe C) – Class merupakan versi perbaikan dari kapal selam midget tipe A. Tipe C dilengkapi dengan generator diesel untuk mengisi ulang beterai dan untuk dipergunakan ketika berlayar di permukaan.Dalam waktu singkat, kapal selam midget tipe C dapat mencapai kecepatan 19 knot ketika menyelam. Mereka masing masing dilengkapi 2 buah peluncur torpedo 17,7 inci.
Gambar  :  Midget C – Class, Nippon Kaigun
Gambar : Midget C – Class, Nippon Kaigun
Empat puluh tujuh unit kapal selam midget tipe ini berhasil dimanufaktur hingga akhir perang, tapi hanya 15 yang terjun ke kancah peperangan dari pangkalan Okinawa dan Filipina
Midget Jepang 3 – MidgetD – Class (D – Class)
Kairyu, Sea Dragon, Naga Laut merupakan kelas kapal selam midget yang dirancang pada tahun 1943 hingga 1944, dan dimanufaktur pada awal tahun 1945. Kapal-kapal selam ini dipersiapkan untuk menghadapi invasi angkatan laut Amerika ke Tokyo.
Gambar  :  Midget D – Class, Nippon Kaigun
Gambar : Midget D – Class, Nippon Kaigun
Kapal selam midget kelas D diproduksi dengan jumlah yang jauh lebih banyak dari tipe A dan tipe C. Sejumlah 210 unit berhasil dimanufaktur hingga akhir perang dan hampir sekitar 500 diataranya dalam proses konstruksi dari total rencana 750 unit. Sebagian besar dari midget tipe ini dikonstruksi di galangan kapal Yokosuka
Lebih dari sekedar versi perbaikan dari rancangan kelas-kelas sebelumnya, kapal selam midget ini merupakan rancangan baru. Merupakan kapal selam midget terbesar, dengan bobot 60 ton dan panjang 86 kaki, dan kemampuan menyelam 328 feet, kapal selam midget ini memiliki 5 kru dan dilengkapi dengan 2 buah torpedo berikut dengan sebuah bahan peledak seberat 600 kg (1.300 lb) yang diperuntukkan bagi misi bunuh diri.
Sebagian besar kapal selam midget Kairyu berpangkalan di Yokosuka untuk mempertahankan pintu masuk Teluk Tokyo dari invasi Amerika ke dataran Jepang.Sebagian dari kapal selam ini juga ditempatkan di Teluk kecil Moroiso dan Teluk kecil Aburatsubo di ujung Selatan Semenanjung Miura dimana di lokasi itu sebuah sekolah pelatihan pengawak kapal selam juga telah didirikan.
Karena Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, setelah pemboman Nagasaki dan Hiroshima, sedikit sekali dari kapal-kapal selam midget ini terjun bertempur
Midget Jerman pada perang dunia II, Kriegsmarine
Jerman menciptakan tidak hanya midget pada saat perang dunia kedua, tapi juga membuat torpedo yang langsung dikendalikan manusia.
Prestasi yang diraih midget Jerman tidaklah seheboh kapal selam U – Boat mereka, apalagi aplikasi teknologi midget mulai diterapkan pada babak akhir peperangan.
Jerman memiliki 4 tipe kapal selam midget namun hanya satu yang patut dinyatakan berhasil.
Midget Jerman 1 – MidgetBiber – Class (Beaver – Class)
Kapal selam ini diawaki oleh satu orang dengan bobot 6,5 ton dan dapat menenteng 2 terpedo di ketiaknya. Memiliki kemampuan radius 130 mil dengan kecepatan permukaan 6 knots dan 8,5 mil dengan kecepatan 5 knots disaat menyelam. Kapal ini memiliki kemampuan selam 65 kaki tapi tidak dapat meluncurkan torpedo dari bawah air dikarenakan masalah kemampuan mempertahankan kedalaman.
Gambar  :  midget Biber – Class, Kriegsmarine
Gambar : midget Biber – Class, Kriegsmarine
Biber dikembangkan secara tergesa-gesa guna mengantisipasi invasi sekutu di Eropa.Ujungnya, terdapat kesalahan-kesalahan teknis.Pelatihan yang tidak memadai untuk operator-operatornya, mengakibatkan midget-midget ini tidak terlalu menjadi ancaman yang nyata bagi kapal-kapal sekutu, walaupun begitu 324 unit berhasil diproduksi dan diterjunkan ke lapangan.
Biber ambil bagian dalam banyak misi, tapi sedikit sekali diataranya yang dapat kembali dengan selamat.Contohnya, dalam operasi pertama Biber, 14 unit ambil bagian.Hanya 2 unit yang mencapai daerah operasi.Pada tahun 1944, Biber disebar melawan lalu lintas sekutu yang mengarah ke Antwerp.Dalam serangan pertama, 18 unit dikirimkan dan hanya 1 yang kembali ke pangkalan.Mereka hanya berhasil menenggelamkan 1 buah kapal – bernama Alan A Dale.Ini merupakan satu satunya kapal yang berhasil ditenggelamkan oleh sebuah Biber.Operasi lanjutan di daerah itu menghasilkan kerugian atas lebih dari 30 unit Biber.
Midget Jerman 2 – MidgetMolch – Class (Salamander – Class)
Kapal dengan bobot 11 ton yang diawaki 1 orang ini dirancang untuk pertahanan pantai.Berbentuk seperti sebuah torpedo besar, kapal selam ini memiliki radius kecil 40 mil dengan kecepatan 5 knot dan dapat menenteng 2 terpedo.Kapalmidget selam ini dirancang hanya untuk berlayar secara menyelam saja.
Gambar  :  Midget Molch – Class, Kriegsmarine
Gambar : Midget Molch – Class, Kriegsmarine
Molch, sebagai kapal selam midget Jerman, merupakan kegagalan total, walaupun 393 diproduksi, namun jumlah kerugian juga amat tinggi.Unit pertama dari 393 unit yang diproduksi mulai diserahkan pada tanggal 12 Juni 1944. Kesemua unit dibuat di galangan AG Weser di Bremen
Molch – Class telah diterjunkan di Laut Mediterania dalam sebuh aksi putus asa melawan operasi ‘Dragoon’ (invasi atas teluk Riviera Prancis). Ke-12 Molch ini merupakan bagian dari armada K – Verband 411 flotilla dan pada malam tanggal 25/26 September 1944 mereka menyerang, menenggelamkan atau merusak kapal yang jumlahnya tidak dapat dikatakan sepadan dengan kehilangan 10 dari 12 unit yang diterjunkan. 2 unit yang tersisa dihancurkan oleh pemboman laut yang dilakukan sekutu atas San Remo tidak lama sesudahnya
Dari Januari hingga April 1945, kapal selam midget Molch dan Biber telah dikirimkan untuk melaksanakan 102 sorti, menderita kekalahan atas 70 unit-nya dan hanya berhasil menenggelamkan 7 kapal-kapal kecil dengan total 491 ton dan merusak 2 kapal dengan total 15,516 ton
Sistim tanki yang rumit membuat kapal selam midget ini sulit dikontrol dalam operasi perang… Mengacu kepada ke-tidak efektif-an ini, unit ini kemudian dijadikan wahana pelatihan untuk kapal selam midget yang lebih canggih.

Midget Jerman 3 – MidgetNeger – Class (Negro – Class)

Neger merupakan wahana pembawa torpedo.Walaupun tidak dirancang sebagai senjata bunuh diri, torpedo yang dibawa seringkali gagal dilepaskan dari kapal selam ketika ditembakkan dan akhirnya menyeret kapal selam tersebut menuju target.
Gambar  :  Midget Neger – Class
Gambar : Midget Neger – Class
Sekitar 200 kapal selam dari tipe ini dimanufaktur di tahun 1944… Namun, Neger ternyata amat berbahaya bagi kru pengawaknya, dan hamper 80% dari kru pengawak tewas. Sedangkan pencapaian yang didapat hingga tahun 1944 adalah tenggelamnya 1 kapal penjelajah, 1 kapal perusak dan 3 kapal penyapu ranjau dari kelas kecil, Catherine – Class BAMS
Midget Jerman 4 – MidgetSeehund – Class (Seal – Class)
Kelas kapal selam midget terakhir adalah Seehund, merupakan keberhasilan Kriegsmarine dalam upaya mereka menyempurnakan kapal selam jenis ini.. Dari 1000 yang direncanakan untuk dimanufaktur, hanya 285 yang berhasil diproduksi dan hanya 35 dari jumlah itu yang kalah dalam pertempuran, sebagian besar karena cuaca yang buruk.
Kapal selam midget ini memiliki bobot displacement 17 ton ketika menyelam, diawaki oleh 2 orang dan menenteng 2 torpedo tipe G7e. Seehund memiliki radius 300 km dengan kecepatan 7 knots dan mampu menyerang di permukaan dalam kondisi cuaca jelek hingga skala 4 Beufort tapi nyaris harus berada pada posisi diam ketika melancarkan serangan dalam kondisi menyelam. Sekitar 50 Seehund dilengkapi dengan tanki bahan bakar tambahan yang memberikan mereka radius 300 mile pada kecepatan 7 knot di permukaan dan 63 mil dengan kecepatan menyelam 3 knot.
Gambar  :  Midget Seehund – Class, Kriegsmarine
Gambar : Midget Seehund – Class, Kriegsmarine
Karena ukurannya yang kecil membuatnya sulit dideteksi ASDIC (sonar), apatah lagi pengawasan normal oleh kapal patroli.Kapal selam midget ini juga amat senyap, membuat pelacakan dengan mempergunakan hydrophone menjadi mustahil.Kemampuan kru-kru kapal selam midget ini untuk melakukan manuver yang presisi seringkali membuat kapal selam ini berhasil menembus daerah ranjau laut laut atau menghindari bom laut yang dilontarkan kapal-kapal perang sekutu.
Singkatnya, kapal selam midget dapat dipergunakan dalam operasi rahasia, clandestine yang tidak dapat berani dieksekusi oleh kapal selam berukuran normal.
Uniknya lagi, midget tipe Seehund ternyata agak kebal dengan bom laut (depth charges) dikarenakan bobotnya yang kecil, efek gelombang kejut hasil ledakan bom itu hanya membuatnya terpental ke kanan maupun ke kiri, tanpa terlalu banyak menimbulkan kerusakan (tapi tentunya tidak begitu nyaman bagi kru pengawaknya)
Utamanya dioperasikan pada Pantai Jerman dan Terusan Inggris, menyerang kapal-kapal dagang.Menenggelamkan 9 dan merusak 3 kapal dagang.Namun, karena dirancang pada tahun 1944 dan hanya dipergunakan pada bulan-bulan akhir peperangan, maka unit ini tidak terlalu terlibat banyak pada pertempuran. Dari Januari hingga April 1945 kapal selam midget Seehund telah dikirim untuk melakukan 142 sorti, dengan jumlah kerugian 35 kapal dan hanya menenggelamkan 8 kapal dengan total 17.301 ton dan merusak 3 kapal dengan total 18.384 ton.
Walaupun sebenarnya diperuntukkan untuk tujuan offensive/menyerang, Seehund juga difungsikan sebagai ‘Butter Boat’ di bulan bulan terakhir perang dunia kedua, membantu mengirimkan suplai bagi tentara Jerman yang terpojok di pantai akibat invasi Sekutu ke daratan.
Kekuatan Korps Hiu Kencana pada jaman orde lama
Kekuatan angkatan bersenjata Republik Indonesia, salah satunya Korps Hiu Kencana TNI – AL dengan armada kapal selamnya di era 60–an begitu ditakuti dan disegani di belahan bumi bagian Selatan, hingga membuat Belanda harus angkat kaki dari pulau Irian pada saat operasi  TRIKORA atau membuat India mengurungkan niatnya untuk konfrontasi dengan Pakistan, hal ini merupakan contoh sukses misi dari Korps Hiu Kencana. Dengan kekuatan 12 Unit Kapal Selam dari Whiskey Class  yang memakai nama senjata – senjata para ksatria dan dewa dalam dunia pewayangan menambah angkernya Korps ini. KRI Cakra,  KRI Nenggala, KRI Pasopati, KRI Tjandrasa, KRI Aludra hingga KRI Nagabanda adalah nama –nama yang memperkuat Armada Kapal Selam TNI – AL. Dengan Armada Kapal Selam yang dimiliki oleh TNI – AL ini menjadi posisi tawar tinggi dalam langkah diplomasi militer hingga membuat Belanda berpikir seribu kali untuk terus menjejakkan kakinya di Bumi Cendrawasih Irian,bahkan sekutu utama Belanda yaitu AS, Inggris dan Australia berpikir ulang bila ingin menghadapi kekuatan TNI pada saat itu.
Kemampuan manuver korps hiu kencana
Kemampuan manuver korps hiu kencana
Kemampuan Manuver Korps Hiu Kencana
Cuplikan pertama
Pada waktu kedatangan 12  kapal selam kelas whiskey dari Uni Soviet, arsenal ini langsung diterjunkan dalam recana operasi Jayawijaya, bagian dari gema Trikora. Dalam operasi yang dramatik tiga KS melakukan infiltrasi di pantai utara Irian Barat, tetapi ketahuan kekuatan laut Belanda. Hanya RI Tjandrasa yang dinakhodai Mayor Laut Mas Mardiono berhasil mendaratkan 15 anggota RPKAD di Tanah Merah, 30 kilometer utara pelabuhan udara Sentani pada 21 Agustus 1962.
Atas keberhasilan ini semua ABK RI Tjandrasa mendapat Bintang Sakti berdasarkan Keppres No.14/1963.Baru kali ini Indonesia menganugerahkan Bintang Sakti bagi seluruh anggota, biasanya bintang tertinggi ini dianugerahkan kepada perorangan atas jasa luar biasa di luar tuntutan tugas.
Cuplikan kedua
Tahun 1963-1964, RI Nagabanda ditugaskan ke Indonesia bagian timur.Semua kapal yang berlayar dibawah kendali Panglima Komando Armada Siaga, Panglimanya waktu itu Komodor R.P Poernomo.
Diwaktu itu sudah mulai ada ketegangan dengan Malaysia yang akan dimerdekakan Inggris. Malaysia dan Singapura termasuk serumpun dalam persemakmuran Inggris begitu juga dengan Australia, bukan tidak mungkin apabila terjadi konfrontasi hampir dipastikan Australia akan ikut campur, oleh karena itu diputuskanlah melakukan pengintaian di perairan australia.
Kapal meninggalkan Surabaya menuju kupang. Sampai di Timor kapal lego jangkar di muka pelabuhan satu hari, menambah logistik makanan segar, lalu angkat jangkar dan berlayar ke arah Selatan. Berlayar pada siang hari menggunakan snorkelling sambil isi baterei, sedang malam hari berlayar diatas air.garis haluan dibuat sedemikian rupa sehingga jarak ke pantai Australia tidak kurang 50 mil.
Setelah kira-kira berada di sebelah barat kotaPerth, udara di dalam kapal terasa dingin tidak seperti biasanya yang panas. Karena dari surabaya tidak dilengkapi dengan pakaian dingin maka saya putuskan untuk putar haluan ke utara, kembali ke kupang.
Pada saat kapal akan menuju ke kupang , ada usulan dari perwira administrasi , letnan Ali Kamal, : ” komandan untuk menandai bahwa RI Nagabanda sudah berada di perairan barat australia , sebaiknya kita buang sampah di sini”
Saya setujui usul tersebut, maka saya perintahkan untuk mengumpulkan kaleng-kaleng bekas makanan khususnya yang made in Indonesia serta sampah yang lain dan kami buang ke laut.
Dalam melaksanakan tugas ini, RI Nagabanda berhasil masuk perairan Barat Australia tanpa diketahui oleh kapal-kapal Australia.
Cuplikan ketiga
Tahun 1964 dalam rangka tugas pada masa Konfrontasi dengan Malaysia, RI Nagabanda 403 mendapat tugas untuk mengambil foto-foto pantai Trengganu untuk persiapan pendaratan pasukan di semenanjung Malaysia.
Untuk operasi ini ikut seorang agen dari BPI (badan pusat Intelejen) untuk turut menganalisa keadaan… singkat cerita KS dapat mencapai pantai Trengganu hingga jarak 2 mil dari pantai dan mulai mengambil gambar pantai Trengganu. Pada jarak itu KS sudah dapat dilihat dengan jelas oleh nelayan di sana.
Pada saat pemotretan juru sonar mendengar suara baling-baling yang kemungkinan adalah fregat Inggris, untuk itu maka KS segera bergerak meninggakan perairan Malaysia dan karena kemungkinan besar KS sudah terlihat oleh nelayan Malaysia maka KS berlayar ke kepulauan Riau dan di antara pulau-pulau itu KS RI Nagabanda 403 lego jangkar dan anak buah kapal diperintahkan menghapus no lambung 403 dan mengubahnya menjadi 410. Dalam waktu kurang dari 2 jam RI Nagabanda dengan no palsu 410 sudah berlayar kembali dan benar ada pesawat RAF jenis Skeleton terbang di atas kapal sambil memberikan lampu isyarat menanyakan identitas kapal tapi tidak dijawab malah awak kapal menyiapkan 12,7mm untuk menembak tapi dilarang oleh pusat karena belum ada deklarasi perang dengan Inggris.
Dari itu sebenarnya berita KS Nagabanda 403 sudah masuk Malaysia sudah diketahui Inggris dari laporan nelayan tapi setelah dicari malah mereka mendapati KS 410, mereka nggak bisa menindak karena yang mereka cari 403…
Akhirnya kapal tiba dengan selamat di Tanjung Uban Riau…
Cuplikan keempat
Tahun 1974 GUSPURLA (Gugus tempur laut) TNI AL mendapat perintah dari Mabes ABRI untuk operasi pengamanan Selat Malaka bekerja sama dengan TLDM (Tentera Laut Diraja Malaysia), dalam Gugus Tempur tersebut terdapat KS KRI Pasopati dengan komandan Kapten (P) Soentoro dengan Komandan Guspurla Laksamana Pertama Mardiono.
Pada saat pembicaraan Rencana Operasi dengan perwira TLDM di Belawan Medan mereka sudah tidak suka ada unsur Kapal Selam yang ikut dalam operasi itu “untuk ape…!?”kata mereka. Mungkin mereka khawatir KS kita bisa dengan mudah menyelinap kedaerah mereka karena dalam rencana operasi tersebut setiap armada tempur masing-masing negara berpatroli di wilayahnya masing masing setelah itu baru berkumpul disuatu titik kumpul dan berkonvoi masuk ke Penang, Malaysia pada etape I dan Sabang, Indonesia pada etape II.
Dengan penolakan secara tidak etis tersebut komandan KS KRI Pasopati merasa panas, tetapi diredakan oleh Dan Guspurla demi persahabatan kedua negara, tapi diam-diam Komandan KS ingin memberi pelajaran kepada TLDM.
Pada etape I setelah selesai berpatroli maka semua kapal perang berkumpul di titik kumpul dan berkonvoi menuju Penang…dan menjelang pintu masuk pelabuhan Penang tiba-tiba KS KRI Pasopati sudah muncul dulu disana dan membuat panik rombongan konvoi yang dipimpin oleh TLDM. Hal tersebut membuat kesal Panglima TLDM Kolonel Laut Sidiq dan berkata KS tidak usah ikut campur urusan patroli dan agar keluar dari formasi dan area patroli.
Pada etape II KS KRI Pasopati melakukan free hunting (tidak mengikuti) pola patroli tetapi bebas menentukan sasaran sendiri dan setelah selesai seluruh kapal berpatroli masuk ke pelabuhan Sabang.Di sini awak KS KRI Pasopati ingin memberikan kejutan dan sekedar pamer kepada TLDM. Dengan ketelitian yang tinggi KS masuk alur pelabuhan dengan cara menyelam padahal kedalam alur pelabuhan hanya 20m, dari periskop terlihat awak Kapal TLDM jenis LST yang menjadi kapal komando tidak menyadari didekati oleh KS secara diam diam dan…setelah tinggal jarak beberapa meter dari lambung kapal mereka…Muncullah dengan tiba-tiba KRI Pasopati dan membunyikan gauk (sirine) tanda kedatangan mereka..maka gemparlah pelabuhan Sabang terutama awak kapal TLDM yang kapalnya sudah ditempel sama KS Pasopati.
Malamnya Dan Guspurla datang kepada Dan KRI Pasopati dan menyalaminya sambil tersenyum dan berkata “Jangan Sembrono lagi ya…”, dijawab “Siap Laksamana”….
Cuplikan kelima
Tahun 1975 diadakan latihan anti kapal selam antara TNI AL dengan RAN (Royal Australian Navy) sehubungan dengan muhibah fregat RAN ke Surabaya.
Area latihan dilakukan di selat Madura sebelah utara P. Bali dengan area latihan sebesar 10 mil persegi, sebagai sasaran adalah KRI Pasopati dan yang mengejar adalah fregat TNI AL dan RAN.
Dalam latihan, kedua fregat tidak dapat mendeteksi KS kita, jadi mereka membom laut (dengan bom latihan) secara membabi buta, padahal di bawah laut awak KS kita tertawa-tawa karena mereka tepat berada dibawah lunas fregat RAN. LO (Liaison Officer, perwira penghubung) dari TNI AL yang ditempatkan di fregat RAN Letkol Laut (P) Saeran melihat komandan fregat RAN marah dan complain bahwa KS kita sebenarnya tidak ada disitu tapi sudah pulang ke pangkalan karena alat deteksi kapal RAN yang sudah canggih pada jaman itu tidak bisa menemukan KS kita di area yang cukup sempit itu. Tapi kemudian dijawab dengan perintah KS agar timbul kepermukaan dan dengan sekejap KRI Pasopati sudah muncul dekat fregat RAN… Ketika balik kepangkalan dan berlayar dipermukaan masih terdengar “ping” dari sonar fregat RAN rupanya masih penasaran mereka…kenapa KRI Pasopati bisa menghindari Sonar mereka
Cuplikan keenam
Ini cerita waktu Operasi Seroja, integrasi Timtim antara 26 Februari 1976 s/d 26 Maret 1976.
Pada saat itu KS KRI Pasopati sedang menyelam di pantai utara dekat kota Baucau, tiba-tiba ada laporan dari Juru Sonar ada suara baling-baling mendekat ke KS kita, untuk itu komandan kapal memerintahkan KS naik ke kedalaman periskop dan mengintip cakrawala, ternyata cakrawala bersih tanpa ada satu kapal-pun disana.
“Juru sonar, berapa baringan dan kecepatan?” tanya komandan. “Baringan 040 kecepatan 10 knots Ndan” jawab juru sonar.Komandan mengecek lagi arah itu tidak terdapat kapal disitu.Komandan mengambil kesimpulan itu adalah KS asing yang mendekat.Untuk itu secara diam-diam peran tempur disiapkan di KS kita dan haluan kapal diubah menyongsong arah KS asing itu.
“Siapkan torpedo untuk ditembakkan” perintah komandan, tetapi tiba-tiba Juru sonar berkata “Baringan 000, suara menjauh, kecepatan 30 knots!”
Ternyata KS itu menjauh tidak mau berkonfrontasi dengan KS kita diperairan Timtim…dari hasil analisa kemungkinan KS itu adalah KS USN milik Armada VII karena kecepatannya cukup tinggi 30 knots dan diketahui hanya mereka yang KSnya bisa secepat itu pada masa itu…
Cuplikan ketujuh
Dulu ada armada VIIAS yang mau lewat selat sunda tapi tanpa permisi, pas kehadirannya sudah diketahui oleh gugus tempur selam di wilayah itu sekitar selat sunda…lalu diberi peringatan radio…tetap sombong acuh saja…lalu setelah ada perintah dari pejabat berwenang yang tertinggi dalam hal ini..dengan perintah…
“lakukanlah segala sesuatu yg menurut kalian adalah benar demi menjaga kehormatan NKRI, semuanya terserah kalian!”…lalu setelah beberapa saat kontak tidak ditanggapi… KSRI melakukan jibaku (dengan maksud untuk mendekati mau mengawal biar tidak macam-macam tetapi ternyata terjadi kepanikan di kapal induk armada VII AS)..pergerakan KS yg semakin medekat kapal induk dan mematikan sinyal radio…sangat menggentarkan mereka… karena pikirnya kapal induk akan ditubrukan secara frontal oleh KS RI tersebut…pada detik-detik kritis kapal induk armada VII& rombongan pengawalan berbalik arah putar haluan tidak jadi lewat selat sunda tapi ambil arah ke Australia…akhirnya semua kruKS RI berteriak hore kita menang…jalesveveva jaya mahe…jayalah negeriku Indonesia dilaut!!!

Cuplikan kedelapan
Pada tahun 1980 ketika saat itu kapal selam type U 209 milik TNI AL baru saja dibeli oleh pemerintah Indonesia di bawa dari Kiel Jerman Barat menuju sarangnya di Pangkalan Ujung Surabaya, pada saat itu pula negara-negara NATO juga sedang melakukan latihan perang anti kapal selam di laut Mediterania. Dan kawasan laut Mediterania ini pula merupakan kawasan jalur pelayaran laut kapal selam U 209 milik TNI AL tersebut.Dan ketika kapal selam U 209 tersebut melintasi laut Mediterania dalam posisi moda menyelam. Kemudian pada saat melakukan moda menyelam dan melintasi laut Mediterania yang tengah diadakan latihan perang anti kapal selam oleh NATO sementara awak kapal selam U 209 kita belum mengetahui kalau sedang ada latihan perang tersebut di atas permukaan para awak mendeteksi adanya banyak pancaran sonar dari kapal-kapal permukaan. Dan karena tidak paham dengan situasi di atas permukaan maka para awak kapal selam U 209 memutuskan untuk melakukan perubahan moda dari menyelam ke moda muncul di permukaan.Dan pada saat muncul di permukaan kapal selam U 209 TNI AL muncul di tengah-tengah konvoi kapal perang Angkatan Laut negara-negara NATO.
Dan dari kejadian tersebut diketahui bahwa kapal-kapal permukaan Angkatan Laut negara-negara NATO tidak ada satupun yang mendeteksi kehadiran kapal selam U 209/1300 milik TNI AL dan singkat kata kedua belah pihak baik TNI AL dan Angkatan Laut negara-negara NATO sama-sama terkejut.
Dan dari kejadian di atas tersebut telah membuktikan bahwa kapal selam U 209/1300 milik TNI AL benar-benar senyap dan tidak bisa dideteksi dengan sonar oleh kapal permukaan milik negara-negara Angkatan Laut NATO yang tergolong modern dan sangat maju.

Cuplikan kesembilan

OPERASI “CAKRA SEHAT” (2 April 86 s/d 15 Juni 86)
Ini adalah operasi membawa KS KRI Cakra 401 type U 209 ke Jerman untuk Perbaikan Besar
Rute-rutenya adalah:
Surabaya – Jakarta, Jakarta – Colombo (Srilangka), Colombo – Jibouti (di Afrika), Jibouti – Port Suez – Port Said (Mesir), Port Said – Cadiz (Spanyol), Cadiz – Hamburg – Kiel (Jerman)
Perjalanan ini membawa KS KRI Cakra yang sudah banyak kerusakan, tidak mempunyai periskop navigasi karena periskop navigasinya diberikan ke KRI Nanggala 402 yang periskop navigasinya rusak tersangkut jaring nelayan, jadi KRI Cakra 401 hanya mengandalkan periskop serang saja.Tapi KS KRI Cakra 401 membawa torpedo lengkap sesuai dengan isian penuhnya
Perjalanan Surabaya – Jakarta ditempuh dalam waktu 2 hari.
Perjalanan Jakarta – Colombo ditempuh dalam 16 hari melalui penyelaman maupun permukaan..
Perjalanan Colombo – Jibouti ditempuh dalam waktu 18 hari dan pada etape ini mulai ada gangguan tehnis yaitu baterai mulai banyak yang drop dengan cepat, jadi kapal sering melakukan snorkeling untuk mengisi baterai, pada saat itu masuk bulan Ramadhan dan sebagian besar ABK tetap menjalankan ibadah puasa walaupun diberi dispensasi untuk tidak melaksanakannya.
Perjalanan Jibouti – Port Suez – Port Said ditempuh dalam waktu 12 hari dalam etape ini KS melewati terusan Suez.
Port Said – Cadiz ditempuh dalam waktu 22 hari, di sekitar selatan Pulau Kreta Yunani, Juru Sonar mendengar ada suara baling-baling berjarak sekitar 30 menit dari KS. KS yang saat itu sedang snorkeling mengisi baterai langsung menghentikan snorkeling dan bersiap menyelam lebih dalam lagi. Jam 3 pagi terdengar “ping” (sonar aktif) tanda KS sedang dideteksi oleh kapal lain. Karena bukan suasana perang komandan kapal memerintahkan untuk timbul ke permukaan dan disambut oleh gelegar 2 pesawat F14, ternyata KS memasuki daerah latihan NATO. Segera bendera MERAH PUTIH dikibarkan dan ada 2 fregat satu dari Spayol dan satu dari Portugal mendekat “what ship…?” tanya mereka, dijawab dengan kode internasional “This is PKOB the Indonesian Man of War”, “Destination Cadiz Spain”. Setelah KS merapat di Cadiz ternyata 2 fregat itu tetap mengikuti dan ikut merapat dibelakang KRI Cakra 401.
Cadiz – Hamburg – Kiel dalam etape ini masuk waktu Idul Fitri, sholat Ied dilaksanakan di ruang CIC dalam kedalaman 75m dpl mungkin ini satu-satunya sholat Ied dibawah laut (dalam KS) khotbah Ied dibawakan oleh Serda Lasiman. Memasuki selat Inggris periskop satu satunya yang berfungsi mendadak tidak berfungsi karena tidak ada aliran listrik ternyata ada pin konektor yang putus kemudian diakali oleh awak kapal dengan mengganjal dengan jarum pentul dan berhasil,
Singkat kata KS akhirnya masuk ke Kiel dan naik dok HDW…komentar orang HDW “kok kapal masih “bagus” begini sudah dibawa kemari?” sambil geleng-geleng kepala dan mengacungkan jempol. Jawab ABK “Katanya setelah 5 tahun harus overhaul” .
Menurut pejabat di HDW tidak ada KS yang dibawa langsung ke Jerman biasanya akan dinaikkan ke atas kapal atau ditarik dengan kapal tunda…..TABAH SAMPAI AKHIR.
Cuplikan kesepuluh
Membuat kesal P3 Orion AL Prancis
Setelah setahun berada di Jerman untuk Overhaul maka U 209 KRI Cakra 401 kembali ke Indonesia (16 Juni 1987 sampai 13 Agustus 1987)…dalam pelayaran yang cukup lama itu KRI Cakra menghadapi berbagai kendala seperti kemudi horizontal tersangkut jaring nelayan di selatan Sicilia Italia, tapi semua bisa ditanggulangi oleh awak kapal kita.
Ada suatu hal yang lucu yaitu ketika KRI Cakra melewati terusan Suez dan masuk Laut Merah ternyata dari perairan Jibouti KS kita sudah diintai oleh P3 Orion milik AL Perancis yang ingin mengambil data-data tentang KRI Cakra.
KRI Cakra belayar dengan menyelam 75meter dibawah permukaan, dan P3 Orion melemparkan Sonobuoy untuk mendeteksi KRI Cakra, bukannya malah menghindar Komandan kapal memerintahkan kapal muncul kepermukaan dan awak kapal disuruh mengambil Sonobuoy tersebut dan dibawa masuk ke kapal setelah transpondernya dimatikan.
Kemudian kapal menyelam dengan membawa “souvenir” dari AL Perancis ke Indonesia.Awak P3 Orion pasti kebingungan kehilangan targetnya.
Sejarah alih teknologi midget pada zaman perang kemerdekaan
Usaha membuat kapal selam mini yang dilakukan oleh anggota-anggota ALRI dibawah pimpinan D. Ginagan di Purosani.Kapal selam itu berukuran panjang 7 meter, lebar 1 meter dan berat 5 ton.Setelah selesai diuji coba di Kalibayem, Yogyakarta. Kemungkinan anggota ALRI kita mendapatkan asistensi dari kru pengawak kapal selam Jerman, Kriegsmarine pernah memiliki kantor perwakilan di Indonesia
Sumber alih teknologi midget saat ini
Indonesia sudah dan dapat menjalin kerjasama alih teknologi midget dari negara-negara berikut :
  1. Pakistan, di zaman orde baru, TNI AL pernah mengirimkan perwira-perwiranya untuk melaksanakan studi banding dan alih teknologi kapal selam midget dari angkatan laut Pakistan, kala itu TNI AL dipimpin oleh , KSAL Laksamana Arief Kushariadi.
  2. Korea Utara, dalam rangka menjalin kerja sama dalam bidang pertahanan, negeri ini pernah menawarkan Mini Submarine atau Litoral Submarine (midget) kepada negara kita.
  3. Korea Selatan, kontrak pembuatan Kapal Selam tipe 209 Changbogo telah di lakukan dengan kesepakatan melakukan ToT kepada PT PAL.
  4. Iran, berbagai penawaran kerjasama pertahanan telah ditawarkan oleh negara yang sedang diembargo Barat ini kepada kita, dan terbukti, Iran secara aktif mengoptimalkan armada midget mereka menghadapi armada NATO.
Peluang alih teknologi untuk advance submarine dan advance midget submarine
Kita berharap PT PAL dan BUMNIS yang telibat bukan hanya mampu membuat Changbogo Class tapi juga bisa terlibat  dalam “Join Production” dalam pembuatan DSX-3000 Class yang tengah dikembangkan oleh DSNE Korsel
Melalui kontrak pembelian kapal selam kilo – class  maupun advance kilo/amur – class , kita berharap setidaknya ToT yang kita sepakati dengan Rusia dapat melengkapi kekurang teknologi kapal selam kita. Transfer teknologi pelapisan anti sonar (versi pengembangan lanjutan atas serat alberich) dan sistim peluncuran rudal dari wahana kapal selam mutlak harus dimiliki, selain ToT teknologi rudal itu sendiri, tentunya
Melalui kontrak pembelian kapal selam U-214 dari Jerman, kita berharap kewajiban akan ToT dapat dipenuhi berdasarkan amanat undang-undang. Alih teknologi lambung besi non magnetic tentu tidak gampang didapat, namun juga bukan berarti mustahil untuk dinegosiasikan

Sebuah opini pribadi

Menurut saya, ada empat hal penting yang patut dijadikan acuan ketika kita berdiskusi tentang midget…
Satu… Pembuktian sejarah ketika alat tersebut dipakai di medan pertempuran, battle proven
  • Ya… Sejarah telah membuktikan (walaupun belum optimal) peran strategis yang telah dimainkan midget pada perang dunia kedua, di saat teknologi kapal selam belum semaju sekarang.
Kedua… The man behind the gun
  • Anggota Korps Hiu Kencana telah lama membuktikan kualitas diri mereka dalam setiap misi yang melekat pada korpsnya… Semangat juang dan profesionalisme merupakan tradisi yang melekat… dan mudah-mudahan diturunkan ke generasi berikutnya
Ketiga… Alih teknologi
  • Teknologi yang kita dapatkan disaat kita belajar membuat kapal selam berukuran standar dapat diaplikasikan pada kapal selam midget… hanya perlu mengecilkan ukuran, downsizing. Terlebih jika rudal S – Club dapat di-downsize juga… memberikan efek berganda atas deterrent yang ditimbulkan midget
Keempat… Jumlah
  • Biaya produksi yang murah… Jauh lebih murah ketimbang membuat sebuah kapal selam berukuran standar… Membuat kita berpeluang membangun midget dalam jumlah yang signifikan… Jika selama ini kita selalu mengeluh akan keterbatasan kuantitas atas sebuah jenis senjata yang dimiliki TNI… maka dengan midget, kendala itu teratasi
Saya berpendapat bahwa satuan kapal selam midget tidak boleh hanya dijadikan salah satu dari sekian banyak senjata yang kita miliki… tapi sebaliknya TNI AL harus lebih serius mengkaji dan mengembangkan doktrin khusus bagi armada midget yang dimiliki TNI AL.
Inilah pendapat saya… bagaimana dengan mu, wahai teman ?

Catatan :
PKOB (Papa Kilo Oscar Bravo) adalah callsign atau kode internasional untuk kapal ber bendera/register port Indonesia diberikan pada saat masih di galangan sebelum serah terima..untuk kapal laut dan pesawat terbang yg ber-register Indonesia berawalan PK…karena kita eks jajahan belanda, belanda sendiri kode awal callsign-nya P seperti PDGH
Man – of – war adalah sebuah frasa yang ditujukan kepada kapal perang, bertentangan dengan peraturan umum dalam bahasa Inggris yang menyatakan bahwa semua kapal bersifat feminim. Hal itu kemungkinan muncul karena hal berikut : Men of war merupakan prajurit-prajurit yang dipersenjatai secara lengkap. Sebuah kapal yang penuh dengan prajurit yang dipersenjatai dengan lengkap akan dipanggil dengan panggilan ‘kapal man of war’. Berjalan dengan waktu, kata kapal dianggap tidak perlu dan dihilangkan dan tinggallah frasa – ‘a man of war’
(A phrase applied to a line of battle ship, contrary to the usual rule in the English language by which all ships are feminine. It probably arose in the following manner: ‘Men of war’ were heavily armed soldiers. A ship full of them would be called a ‘man-of-war ship.’ In process of time the word ‘ship’ was discarded as unnecessary and there remained the phrase ‘a man-of-war.’”;) —Talbot in Henry Fredrick Reddall Fact, fancy, and fable, 1892, p. 340
ASDIC, lebih dikenal orang Amerika sebagai sonar, pada dasarnya merupakan sebuah transmitter/pengirim – receiver/penerima yang mengirimkan gelombang suara yang amat terarah ke dalam air. Jika gelombang suara itu membentur objek yang sedang menyelam, maka gelombang suara tadi akan dipantulkan dan diterima oleh receiver. Waktu yang ditempuh dari pengiriman hingga gema diterima dijadikan dasar sebagai pengukuran jarak, yang kemudian ditampilkan sebagai sebuah cahaya yang berkedip di skala jarak.Dengan meletakkan Kepala transmitter hingga ia dapat diarahkan seperti lampu sorot, posisi dari target dapat dibaca dari kompas receiver. (by Afiq0110).
Daftar pustaka
  1. kompasiana
  2. kapal-republik-indonesia.blogspot.com
  3. uboat.net
  4. history.stackexchange.com
  5. wikipedia
  6. kamikazeimages.net
  7. ww2db.com

jkgr

Lapan Fighter Experiment, Jembatan KFX/IFX Indonesia


 
Lapan
Salah satu industri Alutsista yang sangat penting adalah ..
BANDUNG: Pesawat Terbang dan pesawat Tempur, karena dengan kemampuannya yang serba bisa dan mematikan, dapat meng-cover seluruh Kawasan Nusantara.
Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan segudang para ahli dan orang pintar yang mumpuni dengan berbagai bidang keahlian, termasuk salah satunya adalah kemampuan membuat dan menciipta pesawat, baik pesawat komersil ataupun pesawat tempur, sebut saja kita mengenal Prof.dr.ing.BJ Habibie profesor bidang aerodinamika ternama dan terbaik saat ini yang dimiliki bangsa Indonesia. Dari tangan dinginnya kita mengenal N250 yang lahir dari hasil buah karya putra putri bangsa indonesia saat itu.
Indonesia dengan Kondisi Geografis yang luas dan terdiri dari berbagai pulau, sangat membutuhkan Armada Pesawat Tempur yang memadai, untuk memenuhi kebutuhan Dalam Negerinya maka Indonesia merancang dan membuat sendiri Pesawat Tempur, hal ini didasarkan atas dasar kebutuhan yang mendesak dan vital.
Dimulai dengan kerja sama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan dengan program KFX /IFX dan saat ini masih berjalan kerja samanya. Adapun hasil kerjasama ini kelak diharapkan dapat membawa kemajuan penting dalam ilmu pesawat tempur bangsa ini kedepannya.

Menurut Ir. SULISTYO ATMADI salah seorang Kepala Program LFX, saat ini ada kerjasama antara LAPAN, PT.DI dan berbagai Universitas Teknik ternama dalam negeri untuk membantu terwujudnya program LFX ,KFX/IFX, dalam arti minimal kita mampu mencuri ilmu nya dari Korea Selatan.
Sementara tujuan dari kerja sama Lapan/ PT.DI dan lainnya adalah:
  • • Mendapatkan suatu konsep pesawat latih-lanjut generasi ke 4.5 dengan kemampuan multi misi.
  • • Memperoleh Rancangan Pesawat Tempur yang sesuai dengan kondisi dan situasi Indonesia
Design IFX Lapan image PPKP
Design IFX Lapan image PPKP 1
lapan1
  Design IFX Lapan image PPKP 2
lapan3
 Design IFX Lapan image PPKP 3
lapan4
 Design IFX Lapan image PPKP 4
lapan5
 Design IFX Lapan image PPKP 5
Dalam hal ini banyak hal telah dilakukan LAPAN sebelum dimulainya program LFX dan KFX/IFX, seperti:
  • LAPAN harus menyiapkan SDM nya utk mendukung Program KFX Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, di bidang Teknologi, Penerbangan, khususnya Pesawat Tempur Supersonik GENERASI 4,5 serta generasi 5.
  • Membuat Desain Konseptual Pesawat Tempur Supersonik
  • Pembuatan Model untuk Uji Terowongan Angin dan Uji dengan perangkat lunak berbasis CFD Pengujian model Aerodinamik menggunakan Terowongan Angin Bekerjsama dengan perguruan tinggi (ITB) yang juga sebagai tim perancang KFX mempunyai Kemampuan/ Kelebihan dalam teori Perancangan, dan dari Industri (PT.DI, PTSmartAviation)
  • Koordinasi Sinergi antara Lembaga Riset (Pustekbang-LAPAN), Perguruan Tinggi jurusan AeroAstrodinamika Teknik Penerbangan ITB, diwakili oleh Dr. Ir.Rais Zain,PTDI, PTSmartAviation, diwakili oleh Ir. Agung Nugroho
Tujuannya adalah :
  • Merealisasikan Pembuatan Prototipe Pesawat LFX dari hasil rancangan ini, setelah dilanjutkan dengan tahap Preliminary Desain dan Perancangan detail Tahapan Pengembangan ke depan.
  • Evaluasi Rancangan Konseptual yang telah dihasilkan/ prototipe.
  • Melanjutkan Tahap Preliminary Desain (Rancangan Awal)single atau dobel engine. Melanjutkan Tahap Perancangan Rinci dan pembuatan terowongan angin.
  • Pembuatan Prototipe Pesawat Terbang Tempur Supersonik LFX Tiga tahun dari sekarang.
Dengan demikian diharapkan hal ini menjadi gambaran bahwa bangsa Indonesia tidak main main dalam mengembangkan program mandiri pesawat tempur nya mari kita berdoa semoga tidak lama lagi bangsa indonesia dapat kembali menjadi macan asia di bidang industri pesawat tempur yang di segani oleh negara kawan dan lawan. (by Telik Sandi).

Menapaki Kemandirian Alutsista

alutsista-2-mef
ANALISIS: Menyimak apa yang telah kita lakukan hingga saat ini untuk kemandirian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI, yakinkah dapat dicapai dalam kurun waktu 50 tahun kedepan, atau mungkin terpenuhi sebelum itu, atau setelah 100 tahun kedepan, atau tidak mungkin terealisasi sama sekali sampai kapanpun juga; hal ini perlu kita renungkan sebagai anak bangsa, yang bukan hanya punya mimpi atau keinginan saja, namun juga memiliki tekad dan berbuat untuk merealisasikannya.

Memang tidak mudah untuk mampu memenuhi seluruh kebutuhan Alutsista TNI dari hasil produksi dalam negeri kita sendiri. Namun untuk tahapan pemenuhannya, perlu konsisten, komitmen dalam perencanaan strategis yang baik, seberapa banyak yang ingin dan sekiranya mampu kita buat sendiri untuk 5, 10, 15, 20 hingga 25 tahun atau 50 tahun kedepan, walaupun mungkin harus bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai kendala seperti dari penguasaan teknologi (Know-How) atau dari kesiapan sumber daya manusianya, ketersediaan anggaran/budget ataupun berbagai fasilitas dukungan lainnya yang sekaligus juga merupakan bagian untuk pembangunan industrinya.


Saat ini untuk memenuhi berbagai prioritas kebutuhan Alutsista, kita terpaksa masih harus membeli dari luar negeri seperti meriam, tank, pesawat tempur, kapal selam dan banyak lagi alat perang lainnya. Sedangkan beberapa industri dalam negeri yang memang sudah mampu memproduksi sebagian Alutsista seperti senjata perorangan SS-1 berikut munisinya, Ranpur Panser 6×6 Pindad, pesawat angkut ringan CN235/CN250 dan helikopter BO-105 serta kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat) harus tetap terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya, seperti penguasaan teknologi, kecanggihan dan kualitas produknya, dariAssembling menjadi Full Manufacturing, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga bila memungkinkan sebagai komoditi yang mampu bersaing dan laku dipasarkan ke luar negeri. Sehingga sekali lagi kita perlu bertanya guna perencanaan strategis kita, seberapa banyak yang harus dapat kita buat sendiri, seberapa banyak yang masih harus kita beli dari luar negeri, dan seberapa banyak yang akan kita kerjasamakan dengan pihak luar negeri, sekaligus untuk kontribusi dunia sebagai komoditi yang menghasilkan devisa dan kesiapan/ antisipasi kita menghadapi persaingan/tekanan global.
Kemandirian Alutsista sebagai bagian dari Kemandirian Bangsa.

Untuk menuju kemandirian Alutsista atau yang lebih luas lagi kemandirian bangsa, kiranya perlu terlebih dahulu adanya kesamaan pengertian atau terminologi tentang ”kemandirian” itu sendiri yang dapat diartikan sebagai ”kemampuan untuk melakukan sendiri dari segala sesuatu yang dikehendaki/ diinginkan dan dari yang seharusnya mampu dilakukan sendiri, dan tidak menggantungkan diri kepada pihak-pihak lain untuk mewujudkan keinginan tersebut”. Sehingga untuk mencapai kemandirian bangsa ataupun Alutsista, sesungguhnya perlu terlebih dahulu kesamaan kehendak dan komitmen bangsa (Commitment to The Nation), seberapa besar keinginan bangsa itu sendiri yang harus diperbuat untuk pencapaiannya, yang berani dituangkan dalam rencana pembangunan strategis nasionalnya, yang dituangkan dalam aturan-aturan/regulasi untuk operasionalnya sampai ke teknis pelaksanaan atau prosedurnya (Rose of The Game and Action Plan) yang dibuat, dengan segala konsekwensi, risiko atau konsistennya.

Pada kenyataannya tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor kehidupan dapat diwujudkan sebagaimana hakekat kemandirian bangsa mampu dilakukan dan terpenuhi dari karya anak bangsa sendiri, dari desain/rancangannya sendiri, dari produksinya sendiri atau dari hasil budidayanya sendiri seperti ketersediaan berbagai komoditi untuk pemenuhan seluruh kebutuhan hajat hidup bangsa atau bahkan untuk bangsa-bangsa lain di dunia, demikian halnya untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI untuk pertahanan negara, namun setidaknya semua hal penting yang harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di tengah-tengah persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan, yaitu seperti dari :

a. Kemandirian untuk ketersediaan bahan pangan yang harus terus mampu diupayakan sendiri, dari hasil produk atau budidaya sendiri dengan mutu yang terus dapat ditingkatkan dan mampu bersaing dengan produk-produk lain dari luar negeri, yang tentunya dalam hal ini diperlukan campur tangan atau proteksi dari pemerintah dengan regulasi atau aturan-aturannya yang harus lebih menjamin terus berkembangnya produktifitas dalam negeri, baik yang berasal dari sektor pertanian, peternakan atau perikanan yang optimal mampu dilakukan oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

b. Kemandirian untuk ketersediaan bahan sandang dan bahan bangunan untuk perumahan yang harus mampu diupayakan dan diproduksi sendiri di dalam negeri, yang harus mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri yang memang dituntut kuat, kokoh dan terus dapat ditingkatkan dan dihandalkan mutu/kualitas serta ketersediaannya, baik dari aspek bahan baku, kemampuan memproses dan mengolah bahan baku ataupun kemampuan meningkatkan penjualan produk sampai untuk keistemewaan- keistimewaan (Privilege) layanan (Services) kepada Customernya.

c. Kemandirian di bidang rekayasa industri, untuk pembuatan mesin- mesin, sarana produksi atau peralatan kerja (Machinery and Tools), untuk pembuatan alat-alat ukur, untuk sarana pengujian (Measurement/Testing Equipment) atau alat/sarana laboratorium. Kemandirian untuk pembuatan berbagai peralatan/produk elektronik, komputer, barang komposit, baja, kimia atau polymer untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran, alat-alat pendidikan, kesehatan, olah raga, atau untuk alat-alat berat pertanian, pertambangan, pekerjaan umum, Heavy Engineering atau yang dibutuhkan pada proses-proses/kegiatan industri mulai dari tahapan desain, R&D, sampai ke proses produksi (Manufacturing) atau Maintenance yang mampu dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri.

d. Kemandirian di bidang pembangunan infrastruktur untuk pembangunan peradaban yang semakin maju, kuat dan modern, seperti untuk ketersediaan energi listrik, bahan bakar dan air bersih. Ketersediaan fasilitas publik untuk transportasi darat, laut dan udara berikut fasilitas pendukungnya (prasarananya) berupa jalan raya, pelabuhan laut atau bandar udara, sarana dan prasarana (jaringan) komunikasi sampai dengan fasilitas atau sarana dan prasarana untuk transaksi berbagai komoditi seperti pasar, bank dan sebagainya yang dimiliki, dibangun dan dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri.

e. Kemandirian untuk eksplorasi, eksploitasi dan pengolahan sumber daya alam yang dimiliki mulai dari yang ada di daratan sampai ke dasar lautan untuk diwujudkan menjadi bahan baku (Raw Material) atau komoditi (End Product) dengan nilai jual paling tinggi yang mampu dilaksanakan sendiri, dengan modal dan Sumber Daya Manusia Indonesia sendiri.

f. Kemandirian untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI, baik untuk daya tembak dan daya gerak (aspek darat, laut dan udara) berikut sistem manajemen tempurnya (Combat Management System) C4ISR, yang mencakup berbagai komoditi militer mulai dari sistem komandonya (Command), sistem kendali (Control), sistem komunikasi (Communications) dan sistem komputerisasinya (Computerized) yang juga didukung dengan sistem Intelijennya (Inteligence) mulai dari sistem deteksi dini, penjagaan dan pengamatan (Surveillance) sampai untuk ke sistem pengenalan ancaman atau lawan (Reconnaissance) dari rancangan/desain dan produk bangsa sendiri yang tidak kalah maju dengan buatan luar negeri.

Kemandirian bangsa dalam rangka ketersediaan berbagai komoditi untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun banyak pihak, harus mampu tersediakan oleh bangsa Indonesia sendiri, sehingga memiliki posisi tawar (Bargaining Position) untuk terus eksis menjadi bangsa yang unggul dalam persaingannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tantangan yang dihadapi untuk Kemandirian Alutsista.
Dari sejarah dunia yang panjang, negara/kerajaan digdaya, eksis dan berkehendak ekspansi, utamanya datang dari keberanian pemimpinnya yang berani membesarkan dan menyiapkan kekuatan militer/tentaranya yang kuat, bersamaan dengan keinginan untuk membangun ekonominya yang kuat. Contoh bangsa-bangsa Eropa yang sejak jaman dahulu berkehendak mencari untuk menguasai berbagai sumber bahan baku, rempah-rempah, bahan bakar dan sebagainya guna berbagai kepentingan hidup masyarakatnya, dihadapkan dengan kemungkinan ancaman atau tantangan yang dihadapi, juga membangun tentara atau kekuatan militernya di darat, laut dan udara yang kuat. Sedangkan untuk membangun tentara yang kuat juga menumbuhkan keinginan untuk menguasai kemampuan teknologinya yang hebat. Sejalan dengan itu juga bidang-bidang lain berkembang, seperti dunia pendidikan, kepakaran atau R&D yang relatif akan lebih cepat dan sangat maju, yang dengan sendirinya juga perlu diimbangi dan diikuti dengan kemajuan infrastruktur, industri dan ekonomi serta peradaban manusia dengan hukum, etika dan disiplinnya yang semakin maju dan modern.

Sejak jaman Romawi hingga kekuasaan negara-negara adidaya saat ini, para pakar/ilmuwan/praktisi kaliber dunia yang tahu cara-cara pembuatan senjata atau peralatan militer, pada umumnya cenderung akan diawasi, dimonitor, direkrut, dikuasai dan diakomodasi segala kegiatan/aktifitasnya oleh pemerintah/militer/ Dephan atau industri pertahanan dinegaranya.

Demikian halnya dengan sarana dan prasarana industri peralatan militernya, juga akan senantiasa diinventarisir, didata, diakreditasi, diawasai dan dikontrol/dikendalikan terhadap kemampuannya, mulai dari kemampuan desain, R&D, produksi (Manufacturing & Assembling), penjualan, sampai ke distribusi produk-produknya dan pemakainya. Pemerintah juga akan mengaudit investasi atau modal kerjanya, profit/keuntungannya, bahkan sampai layanan purna jualnya, untuk pemeliharaan (Maintenance) danIntegrated Logistic Support kepada pengguna produknya (Customer/User), terlebih untuk pengendalian produk-produk militernya yang dijual keluar negeri, disamping dalam rangka jaminan teknis untuk penggunaannya. Sehingga bagi Indonesia yang masih tertinggal penguasaan teknologinya dan selama ini hanya sebagai Customer/User produk luar negeri relatif akan lebih sulit untuk perolehan/transfer teknologinya.

Pada kenyataannya lebih separuh Alutsista yang kita miliki adalah buatan luar negeri, sehingga terjadi adanya ketergantungan pada negara asal, khususnya untuk kebutuhan suku cadang dan pemeliharaannya. Baru sedikit saja yang sudah bisa kita buat sendiri/tiru. Disisi lain, saat kita diajak dan dibukakan wawasan kita untuk melihat/meninjau fasilitas dan kemajuan teknologi Alutsista yang telah mampu dibuat/dikembangkan oleh negara yang relatif sudah lebih maju, dengan segala proteksi/keterbatasannya yang boleh dilihat, kita hanya mampu memperoleh info/data sebatas wacana kita untuk mengetahui fungsi atau kegunaannya, untuk mengetahui kemampuan, unjuk kerja atau Performance nya, yaitu sebagai bahan intelnik atau rencana pengadaan/pembelian produk yang kita tinjau industrinya tersebut.

Penelusuran/survei teknologi terhadap barang-barang/komoditi militer (Alutsista) tersebut belum mencakup dan optimal memanfaatkan kompetensi para pakar/ilmuwan yang memiliki Basic pengetahuan dan teknologi yang proporsional/ sepadan untuk bagaimana meniru/cara-cara pembuatannya sebagai upaya mampu dirancang dan diproduksi sendiri di dalam negeri. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia sebagai Customer/User terhadap Alutsista atau sarana pertahanan negara yang dibeli dari luar negeri dan akan kita digunakan, sesungguhnya tidak boleh terjadi kesenjangan (Gap) yang terlalu jauh dengan kemampuan/penguasaan teknologi yang dimilki perancang/pembuat atau pabrikannya. Kondisi infrastruktur keilmuan untuk industri inilah sebenarnya yang harus mampu kita wujudkan. Sehingga kedepan paling tidak hanya dikarenakan finansial, investasi atau modal kerja untuk pembangunan industri militer yang relatif besar sajalah yang sekiranya akan menjadi kendala untuk kemandirian industri Alutsista yang akan kita buat sendiri.

Kita masih terus membeli Alutsista dari luar negeri, juga karena belum optimal memberdayakan industri dalam negeri dan belum mewajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri. Walaupun memang mungkin pada kenyataannya industri dan produk dalam negeri sendiri relatif masih tertinggal dengan berbagai kekurangannya. Namun apabila ide, rancangan, R&D atauPro-to-type sampai produk kita sendiri tidak pernah dikembangkan dan diberdayakan, terlebih hanya karena belum mampu memenuhi tuntutan persyaratan pengguna (User) yang berkiblat/mengacu kepada standar kemampuan teknologi luar negeri yang relatif sudah lebih maju, maka sebenarnya produk dalam negeri akan sulit untuk terus mampu dikembangkan, direalisasikan bahkan ditingkatkan. Padahal logikanya pada saat terjadinya perang berlarut, kita hanya akan tergantung pada teknologi yang masih ada dan tertinggal di dalam negeri kita sendiri tersebut, dan sebenarnya Alutsista yang kita beli juga saat ini relatif akan menjadi tertinggal lagi dihadapkan dengan teknologi di dunia militer yang terus semakin maju dan canggih.

Harapan dari kendala yang dihadapi, khususnya untuk biaya/dukungan kebutuhan pembuatan desain dan pengembangan prototipe komoditi militer (Alutsista) yang akan dibuat di dalam negeri, sebaiknya menjadi tanggung jawab pemerintah (Dephan,TNI dan institusi terkait lainnya seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI, Depkeu, Bappenas dan perusahaan/industri terpilih), yang disusun satu paket dengan rencana tahapan produksinya.

Desain/rancangan produk tetap melalui suatu kajian, penelitian dan tahapan pengembangan (Pro-to-type/Type), yang untuk keputusan realisasi produk serinya dijamin pasarnya oleh pemerintah (Dephan/TNI, Depkeu, Bappenas) melalui persetujuan wakil-wakil rakyat di DPR, yang selanjutnya diimplementasikan melalui tahapan/kontrak produksi sejalan dengan pencapaian/peningkatan mutu dan kemajuan atau penerapan teknologinya yang terus dikembangkan. Hal ini juga tentunya akan menjadikan biaya penelitian pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh seluruh pihak terkait atau stake holder lebih efektif dan fokus untuk prioritas Alutsista yang paling dibutuhkan oleh pengguna (User) dan terpilih untuk terus dapat dikembangkan, diproduksi dan ditingkatkan penguasaan teknologinya di dalam negeri sesuai kemampuan dan ketersediaan alokasi anggaran pemerintah.
Berbagai Alutsista yang telah dan belum mampu dibuat sendiri.

Berbagai Alutsista yang dibutuhkan TNI sebenarnya sudah dapat ditentukan untuk pemenuhan jenis, fungsi dan standar kaliber/kelasnya dihadapkan dengan doktrin pertahanannya yang harus mampu menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara diatas wilayah teritorialnya yang sangat luas sebagai negara kepulauan dengan kepadatan penduduknya yang terkonsentrasi di sebagian wilayah pulau-pulau besarnya. Tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI juga berdasarkan atas perkembangan lingkungan strategis, dari perkiraan ancaman atau lawan yang mungkin dihadapi serta dari susunan tempurnya yang pada kenyataannya juga cenderung meniru/mengadopsi/mengikuti susunan tempur militer/tentara yang telah banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia dengan berbagai modifikasinya, yaitu guna menyesuaikan dengan peralatan tempur yang mampu dimiliki atau sudah mampu dibuat di dalam negerinya sendiri atau karena adanya kerjasama dengan negara-negara sahabat, sekutu atau aliansinya. Adapun Alutsista TNI yang telah dan belum mampu dibuat sendiri untuk secara berangsur di desain dan diproduksi sendiri di dalam negeri pada periode 5 sampai dengan 30 tahun mendatang, antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Senjata berikut munisinya (termasuk alat bidik optik/optronik, alat-alat penginderaan/Sensory Radar maupun untuk kendali jejak otomatik dan penembakan elektroniknya/Automatic and Electronic Computer for Aiming, Tracking and Firing System kearah sasaran). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 30 tahun mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan keseluruhan sistem atau komponen-komponen utamanya telah siap untuk terus mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri, walaupun untuk percepatan pembangunannya juga dapat melalui kerjasama industri/ teknologi militer dengan negara sahabat.
1) Senjata Infanteri atau senjata aspek darat atau untuk perorangan dan untuk kelompok/satuan berikut munisinya dengan standar kaliber internasional dan/atau yang telah disepakati/ digunakan untuk TNI (AD,AL,AU), diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat.
a) Pistol Kal 9 mm (menggunakan Munisi 9x19mm), digunakan untuk Perwira mulai Dan Ton sampai pimpinan tertinggi di TNI, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.
b) Senapan Kal 5,56 mm (menggunakan Munisi 5,56x45mm), digunakan untuk prajurit, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad : (1) Senapan serbu (Assault Rifle); (2) Karaben (Caraben), untuk Dan Ru; (3) Tipe Komando (Command), untuk para Komandan atau pasukan khusus penumpas (Raiders).

c) Senjata/Senapan Otomatis (SO) Kal 5,56 mm (menggunakan untaian Munisi 5,56x45mm dan perangkainya), untuk senjata kelompok, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
d) Senapan Mesin Multi Guna (General Purpose Machine Gun, GPMG) Kal 7,62 mm (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), untuk berbagai kepentingan/ fungsi sebagai SO yang juga dapat dipasang pada Ranpur, pesawat udara atau kapal sebagai senjata utama, sebagai Penangkis serangan Udara (PSU) atau sebagai Co-Ax pada Kanon Ranpur/Kapal, belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru riset untuk dikembangkan sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

e) Senapan Mesin Ringan (SMR), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk luar negeri oleh PT Pindad.
f) Senapan Mesin Sedang (SMS), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk luar negeri oleh PT Pindad.
g) Senapan Mesin Berat (SMB), Kal 12,7 mm, (menggunakan untaian Munisi 12,7x99mm dan perangkainya) belum mampu dibuat sendiri.
h) Senapan Runduk (Sniper), Kal 7,62 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.
i) Senapan Runduk (Sniper), Kal 12,7 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.
j) Automatic Grenade Launcher (AGL), Kal 40 mm, belum mampu dibuat sendiri.
k) Senjata Pelontar Granat (SPG), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.
l) Grenade Rocket Launched (GRL), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

m) Senjata Lawan Tank atau Rudal Anti Tank : (1) Senjata Tanpa Tolak Balik (STTB) Kal 108 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; (2) Peluru Kendali (Rudal), Disposable Launcher, Rocket Propelled Grenade (RPG), belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
n) Mortir Komando Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
o) Mortir Long Range Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
p) Mortir Split Barrel Kal 81 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
2) Senjata-senjata untuk satuan intelijen atau untuk pasukan khusus, diharapkan pada 5 sampai 10 tahun kedepan sepenuhnya sudah dibuat sendiri di dalam negeri.
a) Pistol untuk satuan Intelijen, alternatif Kal 7,62 mm, 9 mm, 11 mm atau .22 dengan panjang munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
b) Senjata Khusus Para/Komando, alternatif Kal 5,56 mm, 7,62 mm atau 9 mm dengan panjang munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.

3) Senjata untuk satuan Artileri Medan (Armed), diprediksi dan diharapkan 20 sampai dengan 40 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat. Selanjutnya guna kemudahan dukungan bekal munisinya, standar kaliber meriam untuk tembakan lengkung dan jarak jauh (Howitzer) untuk Armed TNI AD atau yang digunakan untuk Bantuan Tembakan Kapal (BTK) TNI AL, sebaiknya juga ada kesamaan-kesamaan untuk dapat alih tukar, terlebih bila akan dibuat di dalam negeri sendiri.

a) Mortir Kal 120 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
b) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 76 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
c) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 105 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
d) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 155 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
e) Meriam Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 105 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
f) Meriam Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 155 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
g) Rocket Multi Launcher Kal 2,75 inchi, baik yang ditarik atau diangkut diatas kendaraan, untuk diatas Ranpur, Kapal atau pesawat, pernah dikembangkan dan tidak berlanjut untuk dibuat sendiri di dalam negeri.
h) Rudal (Cruise Missile) jarak pendek/menengah/jauh, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

4) Senjata untuk satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dihadapkan dengan tingkat kesulitan pembuatan dan penguasaan teknologi/Know-How-nya, diprediksi dan diharapkan 20 sampai dengan 50 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/ teknologi militer dengan negara sahabat. Kaliber senjata dan Rudal Arhanud TNI AD atau untuk penjagaan bandara udara oleh Paskhas TNI AU ataupun untuk digunakan diatas Kapal Perang TNI AL sebaiknya memiliki kesamaan-kesamaan guna kemudahan dukungan bekal munisinya terlebih bila direncanakan untuk pembuatannya di dalam negeri sendiri, seperti : a) Rudal, basic Manpack dengan sistem pengejar panas/Hit and Forget yang dapat dikembangkan lebih lanjut dengan dipasang sistem peluncurnya lengkap dengan Early Warning System/Surveillance Radar, Radar Tracking, komputer dan peralatan optronik pengendali untuk dengan cepat mengetahui, menjejak dan mengikuti sasaran guna otomatisasi penembakan serta akurasi perkenaannya; b) Meriam 20 mm atau 40 mm yang dilengkapi dengan Early Warning System/Surveillance Radar, Radar Tracking, komputer dan peralatan optronik pengendali untuk dengan cepat mengetahui, menjejak dan mengikuti sasaran guna otomatisasi penembakan serta akurasi perkenaannya; c) Early Warning System/Surveillance Radar, untuk jarak dekat guna satuan-satuan taktis yang bersifat mobil atau untuk jarak jangkau yang relatif jauh untuk penjagaan pantai dan untuk penjagaan wilayah serta untuk di atas kapal.

b. Kendaraan (untuk sistem mobil di darat). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 40 tahun mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan keseluruhan sistem atau komponen utamanya telah siap dan mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, seperti untuk pembuatan dan pengembangan berbagai jenis kendaraan :

1) Kendaraan Taktis (Rantis), dirancang dan dibuat berdasarkan kelas/standar tonase/muatan yang dapat diangkut (Truck) untuk barang dan jumlah muatan personelnya, dengan sedikit modifikasi dapat dibuat untuk berbagai variannya seperti untuk Kendaraan Ambulance, Komunikasi Mobil (Komob), Recovery/Crane, untuk Kendaraan Logistik (Cargo Barang, Tanki Air atau BBM dan sebagainya), diprediksi dan diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri. Standar klas/tonage kendaraan untuk TNI AD, TNI AL maupun TNI AU inipun diharapkan sama dengan sedikit modifikasi yang mungkin perlu disesuaikan untuk fungsi/kegunaannya. a) Rantis Tr ¼ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; b) Rantis Tr ¾ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri ; c) Rantis Tr 1¼ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; d) Rantis Tr 2½ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; e) Rantis Tr 5 Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

2) Kendaraan tempur (Ranpur), dibedakan dalam rancangannya yang beroda ban (Wheeled Armoured Vehicles) dan yang menggunakan rantai (Tracked Armoured Vehicles) berikut sistem persenjataannya yang terus dapat dikembangkan, baik untuk Angkatan Darat guna Infanteri, Kavaleri, Artileri maupun Arhanud bahkan untuk satuan pendukungnya seperti untuk Satuan Pemeliharaan serta untuk Marinir (Kavaleri atau kedepan untuk Infanterinya); diprediksi dan diharapkan 30 sampai dengan 50 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

a) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 untuk Infanteri Mekanis atau untuk Kavaleri (Sersus/Reconnaisance), saat ini telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri, oleh PT Pindad.
b) Ranpur Panser (Beroda Ban) 8×8 untuk Infanteri Mekanis, belum pernah dibuat sendiri di dalam negeri.
c) Ranpur Panser (Beroda Ban) 4×4 untuk Kavaleri (Reconnaissance) atau Infanteri, sudah dikembangkan oleh PT SSE, PT DI dan saat ini telah dipesan Dephan kepada PT Pindad.

d) Ranpur Tank (Beroda Rantai) untuk Kavaleri dan/atau untuk Infanteri, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

e) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri) belum ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga baru akan mengembangkan tipe amphibiousnya.

f) Ranpur Panser (Beroda Ban) 8×8 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri), belum ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga belum mengembangkan jenis 8×8 (amphibious).

g) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 atau 8×8 atau Ranpur Tank (Beroda Rantai), untuk Infantery Fighting Vehicles(IFV) guna Fight menghadapi Infanteri lawan yang juga Mobile, belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara PT Pindad juga belum terpikirkan untuk rancangan/ desain model/tipe-tipenya, utamanya untuk kelengkapan sistem persenjataannya yang akan dipasang pada Ranpur tersebut.
h) Ranpur Tank (Beroda Rantai) Kelas Menengah dan Main Battle Tank (MBT) untuk Kavaleri, belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara industri dalam negeri dan Dephan/TNI juga belum merencanakan untuk desain atau pengembangannya (Development).

3) Kendaraan Khusus (Ransus), dirancang dan dibuat untuk fungsi-fungsi Khusus atau kegunaannya yang spesifik, yang bukan merupakan varian/modifikasi standar Rantis; diprediksi dan diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat/diassembling sendiri di dalam negeri, contoh :
a) Tank Transporter, untuk pengangkut Ranpur Tank, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
b) Trailer Rumah Sakit Berjalan, untuk kemudahan gelar Rumah Sakit Lapangan yang bersifat Mobil, belum dibuat sendiri di dalam negeri.

c) Dump Truck dan kendaraan-kendaraan Berat lainnya untuk Satuan Zeni, sebagiannya telah dibuat/diassembling di dalam negeri dengan atau tanpa modifikasi dari Civilian Type.
4) Kendaraan Administrasi (Ranmin), dirancang dan dibuat untuk dukungan kegiatan administrasi di Homebase dan tidak digunakan untuk tugas-tugas taktis di lapangan atau operasi-operasi militer, walaupun bukan termasuk kelompok Alutsista diharapkan untuk pengadaannya tetap menggunakan produk dalam negeri, contoh :

a) Sedan untuk pejabat/petinggi militer, alternative menggunakan produk Civilian Type, namun belum ada ketentuan menggunakan produk/rancangan anak bangsa (buatan dalam negeri sendiri).
b) Bus antar jemput personel (AJP) untuk anggota militer, belum ada ketentuan menggunakan produk/buatan anak bangsa sendiri di dalam negeri, namun selama ini sudah menggunakan produk Civilian Type.

c. Kapal Laut, baik untuk Striking Force, Patrolling Force dan Supporting Force saat ini hampir keseluruhannya belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri (kecuali Fast Patrol Boat, LCU, dan jenis kapal pendukung lainnya). Diharapkan 20 sampai dengan 30 tahun mendatang pembangunan industri kapal perang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan (Manufacture) berbagai komponen utama atau sistemnya telah siap dan mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan posisi tawar (Bargaining Position) yang lebih baik dan menjanjikan dalam kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, baik untuk pembuatan, pengembangan atau penjualan berbagai jenis kapal perang seperti : 1) Destroyer, Fregat, Korvet (Klas 105/107 Meter); 2) Perusak Kawal Rudal (PKL); 3) Landing Platform Dock; 4) Landing Ship Tank (LST); 5) Landing Craft Utility (LCU); 6) Kapal Selam; 7) Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat); 8) Kapal-kapal pendukung lainnya seperti Tug Boat, Kapal Rumah Sakit,Hovercraft dan sebagainya.

d. Pesawat Terbang, hingga saat ini untuk keseluruhan kebutuhan pesawat tempur (baik untuk tempur strategis, tempur taktis dan angkut berat) belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri (kecuali pesawat angkut ringan CN235 dan Helikopter BO-105). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 50 tahun pembangunan industri pesawat terbang termasuk struktur dan infrastruktur untuk pembuatan berbagai komponen utama atau sistemnya telah mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan posisi tawar (Bargaining System) yang lebih baik dan menjanjikan dalam kerjasamanya dengan industri/teknologi militer negara sahabat, baik untuk jenis Sayap Tetap (Fix Wing) maupun Sayap Putar (Helikopter), seperti untuk :

 1) Pesawat tempur strategis (memiliki kemampuan intai,pembom dan buru sergap); 2) Pesawat tempur taktis (memiliki kemampuan tempur udara/dog fight); 3) Pesawat Patroli ;4) Pesawat Latih; 5) Pesawat Angkut Ringan (sudah dapat dibuat sendiri) yang dapat dimodifikasi untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk Maritim Patrol/MPA dan sebagainya; 6) Pesawat Angkut Berat; 7) Pesawat Heli penyelamat (Combat SAR, sudah dapat dibuat sendiri) yang dapat dimodifikasi untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk Heli Angkut, Heli Serbu/Serang dan sebagainya; 8) Pesawat Tanpa Awak yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi sepertiReconnaicance atau bahkan untuk satu sistem penyerangan/penghancuran terhadap pihak lawan.

d. Alat Komunikasi dan Elektronika; khususnya untuk Alkompur aspek darat yang juga dapat dikembangkan untuk aspek laut dan udara. Diprediksi dan diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, seperti untuk :

1) Alat komunikasi (Alkom) Radio Frekuensi (Transceiver) standar militer yang dilengkapi dengan Freq Hopping dan Encryption System.

a) Radio HF/AM/SSB (0,5 – 30 MHz) dengan jarak jangkau yang relatif jauh, untuk Kiset, Yonset, Brigade Set. Alkom Tempur yang berbasis untuk mendukung taktik satuan (Manpack) ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur atau Kapal Laut) atau Base Station, mulai dari 20 Watt, 40 Watt, 100 watt, 200 Watt atau sampai 400 Watt untuk Divisi Set sampai untuk antar benua dengan menggunakan Antena Menara/Broadband Antenna. PT LEN saat ini sudah mampu membuat dan mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver) HF/AM/SSB Frequensi Hopping (50 Hopping/Sec) untuk TNI.
b) Radio VHF/FM (30 – 88 MHz atau 108 – 150 MHz), untuk Tonset atau Kiset, Basic Manpack ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur atau Kapal Laut). PT LEN saat ini sedang mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver) VHF/FM Frequensi Hopping (20 Hopping/Sec) untuk TNI.

c) Radio UHF/FM (150 – 2000 MHz) Hand Held, Mobile atau Base Station yang juga dapat dikembangkan untuk jarak-jarak jauh dengan dibantu Repeater. Industri dalam negeri saat ini belum mengembangkan untuk kebutuhan militer, khususnya untuk tipe Handheld.

d) Radio Multirol HF/VHF/UHF (20 – 200 MHz), untuk Tonset atau Kiset yang sekaligus juga umumnya digunakan untuk komunikasi jarak jauh atau antara pasukan di darat dengan pesawat (Ground To Air /GTA), Basic Manpack ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/ Ranpur). Industri dalam negeri saat ini belum mengembangkan untuk kebutuhan militer.

e) Radio HF/AM/SSB dan VHF/FM serta UHF untuk Air to Air yang digunakan pada pesawat udara. Industri dalam negeri saat ini belum mampu untuk membuat Alkom jenis ini yang utamanya harus tidak mengganggu dan tahan terhadap interferensi gelombang elektromgnetik yang dapat membahayakan sistem navigasi pada pesawat.

2) Alat Komunikasi dengan menggunakan Sistem Komunikasi Satelit (Siskomsat) TNI
3) Alat Komunikasi dengan jaringan kabel, serat optik dan selular yang terintegrasi dengan jaringan untuk pelayanan publik (Public Service Telecom Network)

e. Alat Perlengkapan Prajurit Perorangan untuk di lapangan/tempur, Perlengkapan Khusus dan Perlengkapan Satuan, baik untuk aspek darat, laut atau udara. Diprediksi dan diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau terpenuhi melalui kerjasama dengan negara sahabat dengan posisi tawar yang benar-benar diharapkan saling menguntungkan, seperti :

1) Pakaian, sepatu dan Ransel untuk pembawa bekal, saat ini telah mampu di produksi di dalam negeri sendiri walaupun bahan bakunya sebagian besar masih harus impor, kecuali untuk pakaian-pakaian khusus untuk penerbang yang tahan api, untuk menyelam dan sebagainya yang belum dibuat sendiri di dalam negeri.
2) Helm Tempur dan Rompi yang tahan tembak peluru MKK, saat ini telah mulai dikembangkan di dalam negeri, namun tidak berlanjut, yang memang membutuhkan kesiapan industri untuk pembuatan/ investasi permesinannya guna tuntutan perolehan mutu dan performance produk yang kuat, baik dan representatif.
3) Alat-alat navigasi untuk kelengkapan tempur parajurit, seperti Global Positioning Station (GPS), Teropong Binocular, Kompas Tempur, NVG atau Alat Deteksi Panas Tubuh Manusia (untuk mendeteksi/mengetahui adanya lawan dikegelapan) dan sebagainya, saat ini belum dikembangkan di dalam negeri.
Konsekwensi dan Konsistensi untuk Percepatan Realisasi Kemandirian Alutsista.

a. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai penjuru depan (Leading Sector) bersama Institusi danStake Holder lainnya, mulai dari TNI selaku pengguna (User), Kemenegristek, Departemen Perindustrian, BUMN bahkan Bappenas dan Departemen Keuangan harus segera membuat komitmen untuk peta jalan (Road Map) dan rencana strategis (Grand Strategy) pencapaian kemandirian Alutsista, setidaknya untuk 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, untuk berbagai target jenis komoditi/produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri, sekaligus untuk rencana pembangunan industrinya yang akan digunakan/ditunjuk/ dimanfaatkan mulai dari pembuatan desain/rancang bangun, pembuatan Pro-to-Type sampai ke produksi/pabrikasinya (Manufacture/Assembling) berikut industri-industri pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat berbagai komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang akan dibuat.

b. Institusi-institusi di internal Departemen Pertahanan sendiri harus siap dengan SDM nya yang memahami dan peduli (Concern) dengan tugasnya, kompeten, profesional dan memiliki moral serta dedikasi yang tinggi sesuai dengan kewenangan (Authority) yang dimilikinya. Dephan harus siap dengan cara-cara/sistem pengelolaan/manajemennya, dengan perangkat lunak, regulasi/aturan serta prosedurnya yang Acceptable untuk membina, membangun dan memberikan supervisi kepada Industri Nasional yang akan digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk pembuatan dan pengembangan berbagai komoditi/produk militer/sarana pertahanan negara atau (Alutsista) , yaitu :

1) Ditjen Ranahan Dephan dengan Direktorat Teknologi Industrinya (Dittekind) merupakan penjuru (Leading Sector) yang memiliki kewenangan mengkoordinir seluruh perwakilan Stake Holder atau Institusi Terkait untuk membuat peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) guna penentuan Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri 5 sampai 25 tahun mendatang. Dittekind juga tidak bekerja sendiri untuk menjadikan/ menuntaskan rumusan Road Map dan Grand Strategy tersebut, namun tetap dibantu oleh Tim Indhan yang Independen (yang dibentuk Dirjen Ranahan Dephan untuk mewadahi seluruh perwakilan institusi terkait).

Selanjutnya Dittekind menginventarisasi dan memberikan perijinan/persetujuan kepada industri atau konsultan yang akan digunakan/dimanfaatkan guna fokus percepatan pencapaian kemandirian Alutsista, seperti industri, badan hukum atau konsultan yang akan dijadikan partner/mitra kerja Institusi Litbang (Balitbang Dephan/Litbang Angkatan) dalam rangka mendesain, membuat prototype ataupun yang akan dijadikan mitra kerja Institusi Pengadaan (Ditada Ditjen Ranahan Dephan dan Dinas-Dinas/Institusi Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan) sebagai industri Manufacture/ Assembling dan Trading dalam rangka produksi, pembelian atau pengadaan komoditi milliliter (Alutsista), khususnya yang akan dibuat sendiri di dalam negeri. Di jajaran Dephan/TNI sendiri, khususnya di internal Dephan, seperti Dittekin, Puslitbang Indhan, Ditada dan Ditkersin Ditjen Strahan dapat bekerjasama untuk memberikan rekomendasi, perijinan/persetujuan untuk pembuatan desain, prototype ataupun produk terpilih yang dibuat di dalam negeri, yang masih perlu/boleh di impor atau untuk kepentingan ekspor. Dittekin dengan dibantu Balitbang dan Ditkersin Ditjen Strahan juga memiliki kewenangan untuk membangun kerjasama teknologi/industri pertahanan/militer dengan negara-negara sahabat untuk lebih bisa meningkatkan kemampuan industri dalam negeri.

2) Selanjutnya guna independensi dan agar tidak terjadi keberpihakan (Take sides), Direktorat Standarisasi dan Kelaikan (Ditstandlaik) Ditjen Ranahan Dephan mengkoordinir Tim Kelaikan Dephan yang Independen melaksanakan verifikasi dan sertifikasi untuk akreditasi industri pertahanan/industri militer sesuai kemampuan/kualifikasinya, terlebih bagi industri/perusahaan yang akan digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk pembuatan produk-produk/komoditi militer di dalam negeri. Ditstandlaik juga melakukan sertifikasi kelaikan produk/komoditi untuk militer mulai dari desain, rancangbangun atau prototype/typenya sampai dengan produk serinya, termasuk untuk produk-produk yang dibeli dari luar negeri.

Ditstandlaik mengkoordinir untuk pengesahan seluruh standar produk teknologi yang akan dijadikan/digunakan untuk kepentingan militer Indonesia, seperti untuk rancangan/desain sistem kerja pada berbagai fungsi produk komoditi militer, standar proses atau prosedur untuk penentuan persyaratan/spesifikasi teknis dalam rangka rekuisisi/ pengadaan atau penerimaannya, mulai dari dimensional, kandungan bahan, unjuk kerja atau Performance sampai dengan pengujian, pengukuran dan analisisnya. Sedangkan untuk proses akreditasi kemampuan industri pertahanan, antara lain dilakukan melalui verifikasi struktur organisasinya yang telah eksis atau akan dibangun, seperti dari kesiapan/adanya sumberdaya manusianya dengan berbagai sertifikat keahliannya, dari infrastruktur keberadaan fasilitas sarana dan prasarana industri yang dimiliki, dari kondisi dan kodusifitas lingkungan kerja dan sistem manajemen mutunya dalam rangka kompetensinya menangani produk/komoditi militer atau Alutsista yang ditekuni dan dapat dihandalkan dari berbagai kemampuannya seperti :

a) Kemampuan Desain (Design)
b) Kemampuan mewujudkan desain menjadi Pto-To-Type/Type (Developing).
c) Kemampuan memproduksi dan merakit secara massal (Manufacturing/assembling serial productions).
d) Kemampuan di bidang penjualan (Trading).

e) Kemampuan pelayanan purna jual dan penyediaan suku cadang (After Sales Service) serta pendidikan (Training) untuk penguasaan penggunaan produk-produk militer.
f) Kemampuan di bidang pelayanan pemeliharaan dan perbaikan serta peningkatan kemampuan/unjuk kerja (Performance) dan fitur produk. (Service, Maintenance and Upgrading/Modification).
g) Kemampuan memberikan dukungan logistik yang terintegrasi/terpadu dengan kegiatan pengguna (User) produknya (Integrated Logistic Support/ILS).
3) Adapun Balitbang Dephan berperan sebagai supervisi Litbang Angkatan dan sebagai Leading Sectoruntuk :

a) Pembuatan dan pengembangan desain/rancang bangun dan Pro-to-type/Type Alutsista/sarana pertahanan yang akan dibuat di dalam negeri.

b) Bersama Litbang Angkatan mengembangkan rancang bangun proses-proses modifikasi (Upgrading) sampai dengan Pro-to-type/Type untuk produk Alutsista/sarana pertahanan yang sudah dipakai/usang guna meningkatkan unjuk kerja (Performance) atau penambahan fitur-fitur (Feature) kemampuan lainnya.
c) Merumuskan standar teknologi, produk atau proses yang telah mampu dicapai oleh industri di dalam negeri untuk digunakan sebagai acuan rekuisisi pengadaan/pembelian produk-produk militer, dengan rekomendasi untuk tahapan pencapaian sasaran yang diharapkan lebih berpihak untuk menghidupkan dan mengembangkan industri militer di dalam negeri sendiri.

d) Mengkoordinir untuk penentuan komoditi militer/Alutsista terpilih, penting dan mendesak (Urgent) yang akan diteliti dan dikembangkan sampai dengan siap untuk diproduksi sesuai skala prioritas guna pemenuhan kebutuhan User/TNI, namun juga dipastikan teknologi dan Know-how nya mampu dikuasai dan diterapkan oleh ndustri di dalam negeri.

Disamping memberikan dukungan untuk terealisasinya desain/ rancang bangun hingga terwujudnya pembuatan/pengembangan (Developing) Pro-to-type/Type Alutsista/sarana pertahanan yang terpilih, prioritas dan mendesak untuk jangka pendek tahunan atau lima tahunan, Balitbang Dephan juga memfokuskan berbagai kegiatan Litbang komoditi militer yang perlu terus diwadahi/diakomodasi untuk pencapaian hasil jangka panjangnya hingga 25 tahunan, dengan mengefektifkan dan meningkatkan kemampuan industri militer/industri pertahanan, lembaga-lembaga pendidikan ataupun laboratorium terkait lainnya yang berpartisipasi dan diharapkan turut membantu penelitian dan pengembangan (R&D) Alutsista/sarana pertahanan.

Selanjutnya untuk pembuatan desain/rancang bangun hingga Pro-to-type/type Alutsista/sarana pertahanan tersebut diharapkan satu paket untuk pemesanan produk serinya yang dijamin pasarnya (dibeli) oleh pemerintah untuk terus dapat dikembangkan (improved) oleh pabrikan dalam tahapan-tahapan kontrak pengadaannya dari pemerintah (Dephan/TNI).

4) Ditjen Renhan sebagai Leading Sector dalam perencanaan anggaran Dephan/TNI untuk pencapaian kemandirian Alutsista/sarana pertahanan yang telah diformulasikan dan dituangan dalam Peta Jalan (Road Map) dan Grand Strategy mengkoordinasikan guna perolehan alokasi dukungan biaya pemerintah melalui perencanaan program kerja dan anggaran tahunan, lima tahunan sampai 25 tahunan, baik untuk pembuatan desain/rancang bangun atau prototype/type Alutsista/sarana pertahanan yang akan dilaksanakan/ dikoordinasikan oleh Balitbang Dephan dan Litbang Angkatan sampai dengan paket-paket untuk pengadaan/pembelian produk serinya yang akan direalisasi dan dieksekusi menjadi kontrak-kontrak jual beli oleh Direktorat Pengadaan (Ditada) Ditjen Ranahan Dephan dan Dinas-dinas/Institusi Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan.

5) Institusi lain di luar Dephan/TNI, seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI atau BUMN terkait dengan program dan anggaran tahunan, lima tahunan atau dua puluh lima tahunannya diharapkan dapat focus untuk membantu/mendukung pembuartan rancang bangun sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih dan prioritas, yang telah diformulasikan dan dituangkan dalam Road Map dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista. Dukungan tersebut diharapkan dapat mempercepat penguasaan teknologi (hulu sampai dengan hilir) yang dibutuhkan, baik yang sudah dianggap maju (Advance) hingga yang canggih (Sophisticate) untuk :

a) Sistem senjata/penembakan berikut munisinya.
b) Sistem platform/pembawa senjata matra darat, laut dan udara termasuk sistem proteksi dan pendukungnya (kendaraan, kapal laut dan pesawat).
c) Sistem komunikasi (RF, sonar, kabel/serat optik, selular atau Siskomsat).
d) Sistem deteksi (Surveillance Radar), navigasi dan kendali senjata (Tracking Radar & Computation System) termasuk sistem manajemen informasi untuk komando pengendalian pertempuran.
e) Sampai dengan berbagai penguasaan teknologi untuk kebutuhan bekal-bekal dan peralatan yang akan digunakan oleh prajurit atau satuan tempurnya yang lebih besar lagi, termasuk untuk alat peralatan keamanan (Security) lainnya.

6) Sedangkan dukungan dari Institutsi/lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas diharapkan dengan kurikulum dan program-program penelitiannya, sebaiknya ada yang dialokasikan/ diprogramkan khusus untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan program-program pengembangan (R&D) Alutsista yang telah dituangkan dalam Road Map dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista/sarana pertahanan dengan berbagai target pencapaiannya untuk 5 sampai 25 tahun kedepan. Sasarannya dapat untuk membantu/mendukung pembuartan rancang bangun sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih/ prioritas atau untuk mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan (hulu sampai dengan hilir), mulai dari yang relatif sudah maju (Advance) hingga yang canggih (Sophisticate).
Kesimpulan.

a. Perlunya komitmen seluruh stake holder/bangsa untuk tercapainya Kemandirian Alutsista/sarana pertahanan, yang sinkron dengan tujuan yang lebih besar/luas lagi guna tercapainya Kemandirian Bangsa, yang bukan hanya mimpi, namun juga dituntut harus berbuat, dilakukan dengan konsisten dan konsekwen dalam mewujudkan/merealisasikannya.

b. Perlunya peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) untuk pemenuhan Alutsista TNI serta untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, bangsa atau dunia dari hasil karya anak bangsa sendiri, dari hasil desain/rancang bangun anak bangsa Indonesia sendiri, dari hasil produksi dan budidaya bangsa sendiri yang harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang relatif sudah lebih dahulu maju/sangat maju di tengah-tengah persaingan dunia/ global.

c. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai Leading Sector bersama seluruh Stake Holder/Institusi terkait segera membuat peta jalan (Road Map) dan rencana strategis (Grand Strategy) untuk pencapaian kemandirian Alutsista, untuk target dan sasaran berbagai produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri pada periode 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, sekaligus untuk rencana pembangunan/pemanfaatan industrinya, mulai untuk pembuatan desain/rancang bangunnya, untuk pembuatan Pro-to-Type/Typenya sampai dengan produk seri/massalnya pada suatu industri Manufacture berikut untuk industri-industri pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat berbagai komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang akan dibuat.

d. Walaupun pada kenyataannya kedepan tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor kehidupan dapat diwujudkan sebagaimana hakekat kemandirian bangsa, namun setidaknya semua hal penting yang terus dapat menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di tengah-tengah persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan sesuai peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista atau bangsa.
Oleh : Brigjen TNI Ir. Agus Suyarso ( Tim Litbang Kemenhan, tahun 2009) Post by Jalo 11/04/2014

JKGR