Pages

Tuesday 29 October 2013

Herlina Kasim, Srikandi di Gelora Trikora


Perempuan ini berkeliling Irian untuk mengobarkan rasa cinta pada Indonesia. Ia kini mendapat julukan Pending Emas

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiphYWYIeTzmYIPLf9Q0zyQ2xaQFfIq1xl7NlRzVa7lzAIditIeSKQvp5GwlJd0D6S-nahMaPaW3pzwWCaE0axbEIz17NjgUN7X6_0cb1BqtYheIf-Lt12R6Tt0YqRcVO3qmScQDHKqf3_3/s400/e77449f884799058a52c11c624d50654.jpg
Salah satu aktivitas penyusupan yang melibatkan kapal-kapal perang TNI AL dan menjadi peristiwa fenomenal adalah penyusupan pejuang wanita, Herlina Kasim. Sebelum terlibat, Herlina yang pada tahun 1961 lulus SMA bertualang keliling Indonesia.

Sebagai remaja yang memiliki nasionalisme tinggi, ia juga sangat berminat untuk mengambil bagian dalam perjuangan membebaskan Irian Barat yang dikenal dengan Operasi Trikora (1961 - 1962). Meski sempat tidak mendapat izin, Herlina akhirnya berhasil menyusup ke daratan Irian Barat bersama pasukan sukarelawan.

Ia turut andil dalam membimbing masyarakat setempat untuk menguasai baca tulis, berhias, cara berbusana, hingga akhirnya melahirkan surat kabar mingguan Mingguan Karya. Kemampuannya berbahasa Inggris dan Belanda membuatnya mudah berkomunikasi. Selanjutnya, ia berkeliling Irian Barat untuk menumbuhkan semangat nasionalisme, termasuk mengajarkan lagu Indonesia Raya.

Kehadirannya lama-kelamaan dicintai warga dan membuatnya seperti selebriti. Saat berkunjung ke Sorong, ia sampai harus dibawa ke rumah seorang Kepala Kehutanan asal Tana Toraja agar tidak dikerumuni massa.

Pada 23 Oktober 1962 dia berangkat ke Kotabaru (Jayapura) dan disambut gegap gempita oleh masyarakat luas. Tugas baru pun menunggu berupa penataan kembali surat kabar Cenderawasih yang semula masih stensilan menjadi surat kabar profesional.

Pejuang wanita ini menuliskan pengalamannya dalam buku bertajuk Pending Emas (1964). Bersama para pejuang Trikora, dia dianugerahi tanda jasa oleh Presiden Soekarno. Dia menerima Pending Emas (kelak ini menjadi nama julukannya), sebuah ikat pinggang dari emas murni sebesar 500 gram, plus uang Rp10 juta, tetapi semua itu ditolak karena,"Saya berjuang untuk bangsa dan negara, bukan untuk mencari hadiah."(Zika Zakiya. Sumber: Majalah Angkasa edisi khusus Trikora)