Pages

Wednesday 15 January 2014

Penembakan Densus 88 di Ciputat Hanya Dramatrikal

1. DPR : Kalau Mau Tembak Mati Semua Terduga Teroris Tak Perlu 13 Jam

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengritik operasi penyergapan kelompok teroris di Ciputat. Hasanudin juga meminta Polri menjelaskan penembakan yang menyebabkan enam terduga teroris itu meninggal dunia. "Publik perlu tahu modusnya. Polri harus menjelaskan kenapa mereka dibunuh semua. Ataukan ini hanya trik saja karena Presiden SBY pernah menyatakan bahwa akhir tahun dan
menjelang pemilu akan banyak konflik," katanya di Jakarta, Kamis (2/1/2014). Ia mengatakan, seharusnya polisi menangkap hidup-hidup para terduga teroris untuk penyelidikan dan pengungkapan kelompok-kelomp ok teroris. Hasanuddin juga menyebut polisi tidak menggunakan cara yang efesien dan efektif dalam
menyergap terduga teroris. "Dalam finishing eksekusi perlu dipertanyakan masyarakat, mengapa pengepungan itu bisa lama sampai 13 jam. Kan teknis penyergapan sudah modern, misalnya pakai gas air mata, alat deteksi robot, atau dengan alat lain. Artinya, Polri itu bisa menangkap hidup-hidup, tidak semua mati," katanya. "Kalau mau tembak semua, hancurkan saja semua ditempat. Tidak perlu butuh waktu lama hingga 13 jam, cukup 5 jam saja," kata jenderal purnawirawan TNI Angkatan Darat itu.


Sebelumnya, pada malam pergantian tahun Rabu (1/1/2014) dini hari, Densus 88 telah menembak mati 6 orang yang mereka tuduh sebagai teroris. Tidak sebentar, pembantaian terhadap enam orang terduga teroris itu memerlukan waktu 13 jam lamanya. "Yang tewas enam orang, satu ditangkap di Banyumas," kata
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu (1/1/2014) seperti dikutip ANTARA. Boy menyebutkan, terduga teroris yang tewas tertembak bernama Daeng alias Dayat atau Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh, Hendi, Ujuh Edo alias Amril.
 

 2. Neta S Pane ( Ketua Presidium Indonesia Police Watch/ IPW)
Membunuh Mati Terduga Teroris di Ciputat untuk Membungkam Rekayasa Teroristainment BNPT  Memang sangat menarik untuk dianalisa penggerebakan teroris di Ciputat kemarin, yang kemudian berlanjut ke Banyumas dan Rempoa. Menariknya penggerebekan ini dilakukan dalam suana malam Tahun baru. Seolah polri ingin membangun suasana dramatis, sehingga isu penggerebekan teroris ini ibarat adegan sinetron. Memang patut dipertanyakan, ada apa di balik penggerebekan teroris, kok selalu dilakukan di bulan Desember. Padahal kalau polri mau, kapan saja para teroris itu bisa ditangkap. Sebab data-data sejumlah terduga teroris tersebt sudah diketahui polri dan tempat-tempat persembunyiaann ya sudah lengkap di tangan polisi. Sepertinya penangkapan teroris di setiap desember menjadi agenda sibuk Densus 88. Modus ini, hampir sama dengan penggerebekan pabrik-pabrik narkoba.


IPW berharap kondisi ini dicermati polri, jangan sampai ada kesan bahwa kalau ada kepentingan tertentu polisi dengan cepat menggereknya. Kepentinganwyg dimaksud disini adalah isu teroris tersebut sempat disinggung singgungwpresid en SBY, yang mengatakan menjelang natal dan tahun baru akan ada ancaman teroris.


Fakta ini menunjukkan sesungguhnya patut diduga mereka (pemerintah) sebenarnya sudah tau tentang keberadaan (terduga -red) teroris tersebut. Jadi, kalau mau serius kapan saja bisa menggerebeknya. Tapi yg terjadi dilakukan penggerebekan di malam tahun baru sehingga muncul kesan dramatis yg melahirkan kesan teroristaiment yg sarat dengan kepentingan tertentu, yakni pencitraan pemerintah. Lalu siapa yg bisa membuktikan kalau orang-orang yg disebut sebagai teroris itu sebagai penembak polisi, wong keenamnya sudah mati ditembak polisi.


Dan penembakan Nurul dan Hendi bukan mustahil untuk membungkam semua keanehan tersebut, setidaknya agar keduanya tidak buka suara di pengadilan.