Pages

Friday 27 December 2013

Ada Celah Menuju Kemandirian Industri Pertahanan



Foto: Ada Celah Menuju
Kemandirian Industri
Pertahanan


Kepala Staf TNI AD (Kasad), Jenderal
Budiman, dalam
berbagai kesempatan,
berujar bahwa 90 persen
persenjataan yang dipakai pasukan infanteri adalah buatan industri dalam negeri.

Senjata-senjata yang dipeluk dan dipanggul
para prajurit TNI AD saat bertugas maupun defile mayoritas buatan PT Pindad. Senjata-
senjata itu pula yang membawa nama harum
Indonesia dalam
berbagai kompetisi
ketepatan menembak.

Kasad berharap
kebanggaan itu menular pada alat utama sistem senjata (alutsista) di
sektor lain, terutama untuk alutsista berat
yang ditunggangi
prajurit kavaleri dan artileri.
"Kita memang belum sanggup membangun
alutsista kompleks seperti tank Leopard,tapi kita sedang dalam tahap menuju ke sana,"
kata Budiman
optimistis.

Optimisme itu beralasan
karena PT Pindad sudah
mampu membangun
panser Anoa yang sebagian besar produksi
dalam negeri.

Pindad sedikit-sedikit
juga membangun
kendaraan tempur berbagai tipe. Tentu saja itu merupakan cikal
bakal membangun
kendaraan lapis baja sekelas tank.

Apakah itu pernyataan
gagah-gagahan dari seorang kepala staf?

Kementerian
Pertahanan (Kemhan)
menyatakan bahwa pertahanan mutlak diperkuat. "Bangsa yang
kuat adalah bangsa yang kuat
pertahanannya," kata Menteri Pertahanan,
Purnomo Yusgiantoro.

Sejak 2010, pemerintah
sudah mulai
merapatkan barisan untuk membangun
kekuatan pertahanan
yang tangguh. Apalagi
negara-negara di Asia Tenggara sudah diperkuat dengan peralatan perang yang
canggih.

Kemhan sudah membuat daftar utama ancaman
yang mungkin terjadi terhadap negeri ini.
Tentunya bekerja sama
dengan Kementerian
Luar Negeri dan Badan Intelijen Negara. 

Salah satu ancaman nyata
yang sempat
menyembul adalah penyadapan yang dilakukan Australia dan
Amerika Serikat
terhadap sejumlah
petinggi negara.

Purnomo berharap
pembangunan kekuatan
pertahanan diikuti dengan penguatan
peraturan perundangan
dan keputusan politik dari anggota parlemen.
Pemerintahan
mendatang juga harus kuat komitmennya
membangun
pertahanan.
 "Kalau presidennya
tidak mengerti militer,bisa saja tidak berlanjut. Jadi, komitmennya harus kuat," kata dia.

Wakil Menteri
Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, yakin sepuluh tahun ke depan,
tepatnya 2024, kekuatan
pertahanan Indonesia sudah mandiri. Dia
optimistis industri pertahanan dalam negeri, swasta, dan
badan usaha milik negara (BUMN) sanggup
memproduksi alutsista sendiri.

Kapal Selam Cikal bakal itu sudah terlihat ketika perusahaan Korea Selatan, Daewoo
Shipbuilding and Marine
Engineering (DSME),mau bekerja sama
dengan PT PAL
membuat tiga kapal selam.

Indonesia diperkirakan
bisa membuat kapal selam sendiri pada
produksi ketiga kapal selam itu. "Sepuluh tahun mendatang kita
berharap PT PAL sudah bisa membuat kapal
selam sendiri," kata Sjafrie.

Masih dengan Korea Selatan, PT Dirgantara
Indonesia juga
dilibatkan membuat pesawat tempur
generasi 4,5 yang rencananya diberi nama
KFX. Proyek ini, walaupun sempat tersendat,masih terus berjalan
bekerja sama dengan Republic of Korea Air
Force (Rokaf).

Sebagai perbandingan
kecanggihan, pesawat ini memiliki radius
serang lebih tinggi 50 persen dari pesawat
F-16 yang menjadi andalan Amerika Serikat.Bahkan, KFX dilengkapi kemampuan
antiradar atau stealth.

Melalui Komite
Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP),Indonesia berkomitmen
membangun
kemandirian industri dalam negeri. Sjafrie,
yang merupakan
sekretaris KKIP,
menyatakan sekuat tenaga Indonesia harus
bisa secepatnya
membangun kekuatan
pertahanan sendiri. Jika belum bisa,
diusahakan untuk melakukan alih
teknologi. 

Dengan catatan kerja sama alih
teknologi harus setara dan jangan sampai
industri kita dirugikan.

Saat ini, sejumlah alutsista yang dibeli dari luar negeri sudah
berderet.
Salah satu yang
membetot perhatian adalah kedatangan dua
tank bobot berat Leopard 2A4 dan tank
sedang Marder dari ratusan yang dipesan.
Keduanya merupakan
produksi dari Jerman.

Dari pembelian yang tak lebih dari 280 juta dollar AS itu, Indonesia akan
dibimbing untuk bisa memperbaiki kerusakan kecil maupun besar.
"Diharapkan ke depan kita bisa membuat sendiri," kata Sjafrie.

Dari tahun ke tahun,anggaran untuk pengembangan alutsista semakin besar. Pada 2010 saja, anggaran untuk membangun
kekuatan pokok
pertahanan mencapai 42,3 triliun rupiah. Pada 2014 naik hampir dua
kali lipat menjadi 83,4
triliun rupiah.
Tentu saja menjadi amat strategis. 

Jika diikuti dengan pengawasan yang ketat,
dijamin kekuatan pokok
pertahanan kita akan segera terbentuk lima
tahun mendatang.

Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati,
mengatakan kabar yang baik jika pertahanan
Indonesia terus
diperkuat. Apalagi perkuatan itu
dilakukan di semua matra, baik darat, laut,
maupun udara. Namun,dia mengingatkan agar sumber daya manusia
pengawaknya juga harus diperhatikan.
"Pelatihan-pelatihan terhadap pengawak
melalui pendidikan
formal dan nonformal harus mulai
diperbanyak," kata Susaningtyas.

Kualitas Dijaga
Khusus alutsista
produksi dalam negeri, dia berharap
kualitasnya dijaga sesuai ketentuan
internasional. "Jangan sampai begitu akan
dipakai kondisinya
ringkih," kata dia.

Keberadaan KKIP,tambahnya, sangat membantu menuju ke arah kemandirian.
Untuk itu, dia
menekankan perlu ada budaya korporasi
(corporate culture) yang
baik dari BUMN industri pertahanan Indonesia.
"BUMN kita harus berimbang dengan industri pertahanan dari
negara yang biasa membuat alutsista agar
kualitasnya baik," katanya. 



#Cx

Sumber : Koranjakarta
Pertahanan Bangsa

Kepala Staf TNI AD (Kasad), Jenderal  Budiman, dalam berbagai kesempatan, berujar bahwa 90 persen
persenjataan yang dipakai pasukan infanteri adalah buatan industri dalam negeri.

Senjata-senjata yang dipeluk dan dipanggul para prajurit TNI AD saat bertugas maupun defile mayoritas buatan PT Pindad. Senjata- senjata itu pula yang membawa nama harum Indonesia dalam berbagai kompetisi ketepatan menembak.

Kasad berharap kebanggaan itu menular pada alat utama sistem senjata (alutsista) di sektor lain, terutama untuk alutsista berat yang ditunggangi prajurit kavaleri dan artileri. "Kita memang belum sanggup membangun alutsista kompleks seperti tank Leopard,tapi kita sedang dalam tahap menuju ke sana," kata Budiman
optimistis.

Optimisme itu beralasan karena PT Pindad sudah mampu membangun panser Anoa yang sebagian besar produksi dalam negeri.

Pindad sedikit-sedikit juga membangun kendaraan tempur berbagai tipe. Tentu saja itu merupakan cikal
bakal membangun kendaraan lapis baja sekelas tank.

Apakah itu pernyataan gagah-gagahan dari seorang kepala staf?

Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan bahwa pertahanan mutlak diperkuat. "Bangsa yang
kuat adalah bangsa yang kuat pertahanannya," kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro.

Sejak 2010, pemerintah sudah mulai merapatkan barisan untuk membangun kekuatan pertahanan yang tangguh. Apalagi negara-negara di Asia Tenggara sudah diperkuat dengan peralatan perang yang canggih.

Kemhan sudah membuat daftar utama ancaman yang mungkin terjadi terhadap negeri ini. Tentunya bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Intelijen Negara.

Salah satu ancaman nyata yang sempat menyembul adalah penyadapan yang dilakukan Australia dan
Amerika Serikat terhadap sejumlah petinggi negara.

Purnomo berharap pembangunan kekuatan pertahanan diikuti dengan penguatan peraturan perundangan dan keputusan politik dari anggota parlemen. Pemerintahan mendatang juga harus kuat komitmennya membangun
pertahanan. "Kalau presidennya tidak mengerti militer,bisa saja tidak berlanjut. Jadi, komitmennya harus kuat," kata dia.

Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, yakin sepuluh tahun ke depan, tepatnya 2024, kekuatan
pertahanan Indonesia sudah mandiri. Dia optimistis industri pertahanan dalam negeri, swasta, dan badan usaha milik negara (BUMN) sanggup memproduksi alutsista sendiri.

Kapal Selam Cikal bakal itu sudah terlihat ketika perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME),mau bekerja sama dengan PT PAL membuat tiga kapal selam.

Indonesia diperkirakan bisa membuat kapal selam sendiri pada produksi ketiga kapal selam itu. "Sepuluh tahun mendatang kita berharap PT PAL sudah bisa membuat kapal selam sendiri," kata Sjafrie.

Masih dengan Korea Selatan, PT Dirgantara Indonesia juga dilibatkan membuat pesawat tempur generasi 4,5 yang rencananya diberi nama KFX. Proyek ini, walaupun sempat tersendat,masih terus berjalan bekerja sama dengan Republic of Korea Air Force (Rokaf).

Sebagai perbandingan kecanggihan, pesawat ini memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen dari pesawat
F-16 yang menjadi andalan Amerika Serikat.Bahkan, KFX dilengkapi kemampuan antiradar atau stealth.

Melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP),Indonesia berkomitmen membangun kemandirian industri dalam negeri. Sjafrie, yang merupakan sekretaris KKIP, menyatakan sekuat tenaga Indonesia harus
bisa secepatnya membangun kekuatan pertahanan sendiri. Jika belum bisa, diusahakan untuk melakukan alih teknologi.

Dengan catatan kerja sama alih teknologi harus setara dan jangan sampai industri kita dirugikan.

Saat ini, sejumlah alutsista yang dibeli dari luar negeri sudah berderet. Salah satu yang membetot perhatian adalah kedatangan dua tank bobot berat Leopard 2A4 dan tank sedang Marder dari ratusan yang dipesan.
Keduanya merupakan produksi dari Jerman.

Dari pembelian yang tak lebih dari 280 juta dollar AS itu, Indonesia akan dibimbing untuk bisa memperbaiki kerusakan kecil maupun besar. "Diharapkan ke depan kita bisa membuat sendiri," kata Sjafrie.

Dari tahun ke tahun,anggaran untuk pengembangan alutsista semakin besar. Pada 2010 saja, anggaran untuk membangun kekuatan pokok pertahanan mencapai 42,3 triliun rupiah. Pada 2014 naik hampir dua kali lipat menjadi 83,4 triliun rupiah. Tentu saja menjadi amat strategis.

Jika diikuti dengan pengawasan yang ketat, dijamin kekuatan pokok pertahanan kita akan segera terbentuk lima tahun mendatang.

Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, mengatakan kabar yang baik jika pertahanan Indonesia terus diperkuat. Apalagi perkuatan itu dilakukan di semua matra, baik darat, laut,
maupun udara. Namun,dia mengingatkan agar sumber daya manusia pengawaknya juga harus diperhatikan. "Pelatihan-pelatihan terhadap pengawak melalui pendidikan formal dan nonformal harus mulai diperbanyak," kata Susaningtyas.

Kualitas Dijaga Khusus alutsista produksi dalam negeri, dia berharap
kualitasnya dijaga sesuai ketentuan
internasional. "Jangan sampai begitu akan
dipakai kondisinya
ringkih," kata dia.

Keberadaan KKIP,tambahnya, sangat membantu menuju ke arah kemandirian.
Untuk itu, dia
menekankan perlu ada budaya korporasi
(corporate culture) yang
baik dari BUMN industri pertahanan Indonesia.
"BUMN kita harus berimbang dengan industri pertahanan dari
negara yang biasa membuat alutsista agar
kualitasnya baik," katanya.



#Cx

Sumber : Koranjakarta
Pertahanan Bangsa