Pages

Sunday, 5 August 2012

Pembahasan RUU Wajib Militer Ditunda Parlemen


4 Agustus 2012, Jakarta: Hingga kini, Rancangan Undang-undang Komponen Cadangan (Komcad) belum juga dibahas oleh pemerintah dan Komisi I DPR. Kenapa?.

Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin, tahun 2010 pemerintah mengirimkan konsep RUU Komcad untuk dibahas di DPR. Kemudian, Komisi I DPR RI melaksanakan sosialisasi untuk minta pendapat publik. Dan, hasilnya meliputi tiga masalah.

Pertama, banyak yang mempermasalahkan tentang dasar hukum komponen cadangan karena istilah komponen cadangan itu tidak terdapat dalam UUD 1945, sehingga dibutuhkan dasar hukum yang kuat.

Kedua, ada beberapa pasal krusial, seperti 11 tentang mobilisasi yang dilakukan dalam keadaan damai, pasal 14 tentang diwajibkannya seseorang untuk menyerahkan hak miliknya untuk kepentingan mobilisasi dan dianggap bertentangan dengan HAM. "Selain itu pasal 8 tentang wajib mengikuti mobilisasi untuk pegawai negeri, pekerja, dan buruh minimal lima tahun, lalu pasal hukuman/sanksi bagi yang tidak bersedia melaksanakannya," ujar Hasanuddin dalam pesan singkatnya, Jumat (3/8).

Ketiga, banyak masyarakat menganggap bahwa wajib militer saat ini belum terlalu urgent dihadapkan pada kemungkinan ancaman 10 tahun ke depan dengan jumlah kekuatan sekitar 400.000 orang prajurit. "Sebaiknya dana yang tersedia digunakan untuk perumahan prajurit dan gaji prajurit yang masih sangat memprihatinkan, dan mengganti alutsista yang sudah kuno dengan alutsista yang canggih dan modern.

"Karena terlalu banyak resistensi dari publik, akademisi, LSM, dan lain-lain maka Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU tersebut dengan pihak pemerintah," kata Hasanuddin.

Namun, politisi PDIP itu menekankan kita memang tak perlu trauma dengan istilah wajib militer. "Karena di negara-negara demokratis seperti Amerika, Perancis, Inggris, dan lainnya sudah menerapkannya. Hanya saja RUU Komponen Cadangan harus disesuaikan dengan kondisi politik, sistem pertahanan, kondisi lapangan kerja masyarakat, hakekat ancaman, HAM, dan lainnya," ujar Hasanuddin.

Wajib Militer

Pemberlakuan wajib militer oleh pemerintah belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab, undang-undang yang memayunginya belum disahkan. Wajib militer bagi warga negara Indonesia akan diatur dalam UU Komponen Cadangan yang kini masih dalam bentuk draf RUU.

Komisi I menegaskan tidak akan memprioritaskan RUU Komponen Cadangan ini karena ingin membereskan RUU Keamanan Nasional terlebih dulu. Demikian penjelasan Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menanggapi ramainya wacana wajib militer beberapa waktu belakangan.

"Ada isu bahwa pemerintah akan menggulirkan program wajib militer. Saya katakan, program itu adalah bagian yang akan diatur dalam UU Komponen Cadangan yang sekarang masih berbentuk draf RUU. Kami sepakat menunda pembahasan RUU ini sampai dengan RUU Kamnas selesai," ujar Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/8).

RUU Kamnas perlu didahulukan pembahasannya karena kontennya juga memuat prinsip dasar penerapan RUU Komponen Cadangan. Prinsipnya, RI menganut Hankamrata, sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya. Menurut Mahfudz Siddiq, di negara maju sistem ini diterjemahkan menjadi wajib militer bagi warga negaranya.

"Di Amerika dan Singapura ada wajib militer. Tak ada masalah. Yang penting, bagaimana nanti pengaturannya di sini. Apakah akan terintegrasi dengan sistem pendidikan yang di Indonesia atau seperti apa," kata politisi PKS ini.

Dalam Prolegnas 2012, RUU Komponen Cadangan masuk dalam prioritas. RUU ini akan mengatur bahwa warga negara Indonesia laki-laki berusia 18 tahun ke atas akan terkena wajib militer. Konsep aturan ini adalah bahwa dalam pertahanan negara, tentara akan jadi komponen utama, sedangkan warga sipil berusia 18 tahun akan jadi komponen cadangan. Setiap Komando Daerah Militer (Kodam) akan bertugas mengorganisir komponen cadangan ini.

RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini merupakan mandat dari UUD 1945 Pasal 30 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat–syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

Sumber: Jurnal Parlemen