INS Sahyadri (F49) frigate Angkatan Laut India diklaim berkemampuan
siluman, resmi dioperasikan 21 Juli 2012. (Foto: Ajai Shukla)
30 Juli 2012, Surabaya: Teknologi siluman, yang memungkinkan kapal
perang tak terdeteksi radar musuh, menjadi salah satu keunggulan penting
bagi sistem pertahanan di negara maju. Hanya saja, untuk menciptakan
teknologi canggih seperti ini membutuhkan anggaran besar. Tak
mengherankan jika teknologi semacam ini seperti menjadi monopoli negara
maju.
Benarkah teknologi seperti itu tak bisa dimiliki oleh Indonesia? Jawaban
atas pertanyaan inilah yang ingin dipecahkan oleh Mochammad Zainuri,
dosen Fisika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, melalui risetnya sejak 2009
lalu.
Menurut dia, teknologi siluman sebenarnya bisa dikembangkan dengan dua cara.
Pertama, membuat kapal dengan struktur dan desain yang tidak bisa
dilacak dengan radar. Artinya, saat terkena radar, bagian dari kapal
tersebut akan memantulkannya ke arah lain sehingga membuatnya tak
terdeteksi. "Untuk membuat kapal sendiri dengan desain dan struktur
canggih, butuh biaya sangat besar. Ini tidak mungkin saya lakukan," kata
dia saat ditemui Tempo di rumahnya di Waru, Sidoarjo, Jawa Timur,
Minggu 29 Juli 2012. Ia menyadari anggaran untuk alat utama sistem
persenjataan Indonesia sangat terbatas.
Kedua, mengembangkan teknologi "kapal siluman" dengan menyulap
kapal-kapal bekas yang dilapisi material nano komposit sehingga bisa
menyerap gelombang radar. Konsep inilah yang sedang ditelitinya sejak
tiga tahun lalu hingga kini. Pria 48 tahun ini terus mengembangkan
teknologi siluman dengan mengembangkan material nano komposit, pelapis
yang mampu menyerap gelombang radar.
Material untuk nano komposit itu diambil dari bahan-bahan alam pasir
besi di Pantai Bambang Lumajang, Jawa Timur. Pertimbangannya, pasir di
wilayah ternyata mempunyai sifat veromagnetik (pasir besi). Untuk bisa
menjadi bahan nano komposit, pasir besi ini terlebih dahulu dipisahkan,
diekstraksi, dan direkayasa. Hasilnya lantas digabung dengan partikel
listrik yang berbahan dasar PANi (ponianeline) dalam orde nano dan
diikat sehingga bisa dilapiskan dalam bahan logam.
Kenapa dalam ukuran orde nano? Kata Zainuri, semakin kecil ukuran
partikel maka akan memperluas permukaan spesifik, sehingga kemampuan
menyerap radar semakin besar.
Setelah diuji coba, kata Zainuri, logam yang telah dilapisi dengan
material ini tidak bisa dilacak radar jarak jauh microwafe dengan
gelombang 8-12 GHz. Radar jarak jauh jenis ini biasanya digunakan untuk
mendeteksi keberadaan kapal. Hasilnya, gelombang radar yang dikirim oleh
alat deteksi tidak bisa terpantul kembali alias terserap atau
(terabsorsi) oleh material tersebut hingga 99 persen.
Zainuri menambahkan, prinsip kerja radar adalah mengirim gelombang ke
kapal tersebut. Biasanya kapal selalu memantulkan kembali gelombang yang
dikirim tersebut, sehingga membuat keberadaannya terbaca di alat
pemantau radar. "Jika diberi pelapis logam ini, maka kapal-kapal perang
kita tidak akan terdeteksi oleh gelombang radar meski sebelumnya adalah
kapal-kapal bekas yang selalu bisa terdeteksi oleh gelombang radar,"
ujarnya.
Ia mengungkapkan, ketertarikannya untuk menggunakan pasir besi pesisir
pantai Lumajang menjadi bahan dasar pelapis logam anti radar berawal
dari karena keterlibatannya dalam survey yang dilakukan Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Jawa Timur. Ia diminta untuk
meneliti bahan-bahan alternatif yang terkandung pada pasir pantai
tersebut.
Saat itu kata dia, banyak kontraktor perumahan yang langsung datang dan
membeli pasir di wilayah setempat. Harga pasirnya juga lebih lebih mahal
dari yang lain. "Saya diminta meneliti apa kelebihannya. Dan setelah
saya teliti ternyata pasir setempat mempunyai sifat veromagnetik (pasir
yang mengandung besi)," kata pria kelahiran Surabaya, 30 Januari 1964
ini.
Usai melakukan survey itulah muncul ide untuk berkontribusi terhadap
ketahanan alutsista Indonesia. Ide semacam ini juga terpicu oleh
tantangan Profesor Sirait, promotor Strata III-nya di Universitas
Indonesia. "Lue bisa apa untuk bantu pertahanan keamanan Indonesia ?"
kata Zainuri, menirukan ucapan promotornya. Zainuri adalah lulusan
Strata 3 Metalurgi dan Material Universitas Indonesia tahun 2008. Strata
2-nya juga dari kampus yang sama. Sedangkan Strata 1-nya dari ITS.
Setelah itu, ia terus berfikir untuk meneliti sesuatu dan memanfaatkan
ilmunya. "Awalnya ingin melakukan riset menciptakan peluru ramah
lingkungan sehingga selongsongnya tidak terbuang sia-sia. Namun akhirnya
menawarkan untuk mengembangkan teknologi anti radar," ujar dia. Dengan
bantuan dana dari Departemen Riset dan Teknologi, ia kemudian
mengembangkan riset teknologi siluman ini.
Rektor ITS Inginkan Peran Lebih dalam Pertahanan
Sebagai institusi pendidikan ternama di Jawa Timur (Jatim), ITS
merasa belum diberi cukup kesempatan untuk berkarya. Yang terjadi justru
sebaliknya, peran-peran strategis malah diberikan kepada pihak asing.
Hal itulah yang dikemukakan oleh Rektor ITS, Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono
DEA kepada Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) dalam Studi Strategis
Dalam Negeri Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVII, Rabu
(25/7).
Dalam kesempatan ini, Tri Yogi banyak berbicara
mengenai ketidakpercayaan berbagai pihak dalam memberikan kesempatan
berkarya kepada ITS. Ia menyebutkan, beberapa Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang ada di Indonesia masih tergantung kepada produk-produk luar
negeri. Padahal, produk-produk dalam negeri buatan sivitas ITS bisa sama
bagusnya dengan produk luar negeri.
Tri Yogi menilai,
ITS telah memberikan bekal yang cukup kepada mahasiswa dan dosennya
untuk berkontribusi kepada negara melalui bidang keilmuannya. Namun,
peran ini tidak bisa dilakukan secara maksimal karena tidak mendapat
cukup tempat untuk mengaplikasikannya. Dosen Jurusan Teknik Mesin ini
mengibaratkan, ITS telah bekerja keras untuk memberikan kail kepada
mahasiswanya. "Percuma saja kami memberikan kail apabila semua kolam
kesempatan ditutup," ujarnya beranalogi.
Pria asal
Tulungagung ini mencontohkan, sebuah BUMN yang bergerak di bidang
pembangunan kapal lebih mempercayakan kapalnya dibangun di negara lain
ketimbang dibangun oleh mahasiswa ITS. Padahal menurutnya, kemampuan
mahasiswa ITS dalam membangun kapal tidak perlu diragukan lagi. "Oleh
karenanya, kerjasama kita belum bisa sepenuhnya dikatakan maksimal ,"
ungkapnya lagi.
Selama ini, ITS memang telah menjadi
mitra kerjasama berbagai pihak mulai dari BUMN, Pemerintah Kota (Pemkot)
Surabaya, industri, hingga Pemerintah Daerah (Pemda) Jatim. Namun dari
banyak kerjasama tersebut, peran ITS hanya sebatas peran supporting
(pendukung, red) yakni dengan memberikan rekomendasi saja. Padahal, ia
meyakini, ITS mampu memberikan sumbangsih lebih besar lagi. "Kami
sebenarnya berharap agar diikutkan dalam pembuatan kebijakan," tutur Tri
Yogi.
Laksda TNI Sukatno SE, ketua rombongan Lemhannas
menyatakan, data-data dan permasalahan yang dikeluhkan ITS akan segera
diteruskan kepada Gubernur Lemhannas dan Pemda Jatim. Data-data ini
kemudian akan menjadi rekomendasi bagi terlaksananya program pertahanan
nasional di tingkat daerah. "Semoga dengan data-data ini kita bisa
memantapkan ketahanan nasional di Jawa Timur," harapnya singkat.
Sumber:
ITS/
TEMPO