- Di pinggir pantai dan di antara ilalang,
seorang pria berpakaian serba hitam berbicara berapi-api dalam bahasa
Indonesia. Sangat fasih. Dia mengaku bernama Abu Muhammad al-Indonesi.
Di belakangnya, tampak tujuh pria lainnya yang menenteng senjata api.
"Kami datang ke tempat ini (Suriah dan Irak) untuk berhijrah dan
berjihad di jalan Allah. Maka, ketika seruan Allah sudah sangat jelas
dan tegas, kami bertanya kepada keimanan Anda yang paling dalam, apalagi
yang kalian khawatirkan? Apa yang kalian takutkan? Apakah istri dan
anak kalian telah membuat kalian berat untuk berjihad di jalan Allah?"
kata Abu Muhammad al-Indonesi dalam video berjudul
Join the Ranks itu.
Melalui
video berdurasi delapan menit itu, Abu mengajak umat Muslim seluruh
dunia, khususnya Indonesia, untuk mengikuti jejaknya, yakni bergabung
dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of
Iraq and Syiria/ISIS).
Tak ayal,
Join the Ranks menjadi kontroversi. Sebab, ISIS
dikenal sebagai kelompok yang menghalalkan segala cara, termasuk
kekerasan untuk mencapai tujuan mereka yakni mendirikan negara Islam di
Irak-Suriah.
Pejabat Indonesia pun tak tinggal diam. Dalam
hitungan hari, Polri berhasil mengantongi identitas pria asal Indonesia
yang berbicara di video
Join the Ranks tersebut. Selama ini, pria itu memang masuk DPO (Daftar Pencarian Orang).
"Seseorang
dengan inisial B," kata Kapolri Jenderal Polisi Sutarman di Mabes
Polri, Jakarta Selatan, Senin 4 Agustus 2014. Rupanya, B sudah diburu
lebih dari satu tahun karena terlibat dalam sejumlah aksi terorisme.
Menurut Sutarman, B terkait dengan kelompok Santoso. "Dan, ada kaitannya juga dengan jaringan Timur," kata Sutarman lagi.
Nama
Santoso mencuat setelah Densus 88 menangkap tersangka teroris bernama
Atok Margono di Pasar Sentral Poso, Sulawesi Tengah pada 30 Desember
2013. Atok diduga merupakan jaringan kelompok teroris Santoso, dan
diduga kuat terlibat dalam aksi bom bunuh diri di Poso, Sulawesi Tengah.
Tak hanya itu, langkah Pemerintah Indonesia. Secara khusus, kemarin,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat untuk membahas
pergerakan ISIS itu di Indonesia. Hasil rapat: ISIS dilarang berkembang
di Tanah Air karena dinilai menganut paham radikal.
"Pemerintah tidak mengizinkan paham ISIS berkembang di Indonesia dan
kebhinekaan dalam naungan NKRI. Setiap upaya pengembangbiakkan paham
ISIS harus dicegah," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam) Djoko Suyanto usai rapat itu di Istana Negara,
Jakarta.
Mantan Panglima TNI itu melanjutkan, Indonesia tidak
boleh menjadi tempat persemaian dari ideologi ini. Dia meminta, rakyat
menghormati negaranya sendiri, bukan negara Islam. "Kita negara yang
menganut azas kebinekaan," jelas Djoko.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga angkat suara mengenai gerakan
ISIS di Tanah Air. Dia meminta agar masyarakat Indonesia tetap tenang
dan melihat persoalan Timur Tengah dengan jernih.
Dia
melanjutkan bahwa Menko Polhukam Djoko Suyanto telah memimpin sebuah
pertemuan untuk mengelola implikasi dari perkembangan yang terjadi di
Timur Tengah.
"Kami memantau (kelompok) yang disebut dengan Islamic State yang
menyerukan kepada siapa pun yang beragama Islam untuk berjuang bersama,”
kata SBY di Istana Negara.
SBY paham, rakyat Indonesia merasa
dekat dengan masyarakat Timur Tengah, sebab mayoritas penduduk Indonesia
adalah muslim seperti halnya di Timur Tengah. Namun, ia mengingatkan
bahwa tidak semua persoalan yang terjadi di Timur Tengah itu persoalan
agama. "Jadi, menyimpulkan kalau konflik di Timur Tengah itu Islam dan
non Islam, Islam lawan Barat, itu keliru," tegas SBY.
Soal ajakan
ISIS, SBY mengatakan, "Setiap negara punya undang-undang, sistem dan
kebajikan supaya tidak mengombang-ambingkan masyarakatnya."
Indonesia
akan melindungi seluruh warganya di manapun mereka berada, terutama
yang berada di wilayah konflik Timur Tengah. "Itu kewajiban kami. Kami
pastikan setiap warga negara Indonesia di Timur Tengah terjamin
keselamatannya. Kami pantau Irak, Suriah, dan tempat-tempat lain," ujar
SBY.
Presiden bahkan menggelar rapat khusus dengan Panglima TNI
Jenderal Moeldoko dan sejumlah pejabat terkait untuk membahas gerakan
ISIS tersebut. Moeldoko akan menyampaikan hasil analisis intelijen
terkait pergerakan kelompok radikal tersebut.
Menurut Moeldoko,
gerakan kelompok ISIS yang mulai menyebar ke sejumlah negara, termasuk
Indonesia, sangat mengancam kedaulatan negara dan keutuhan bangsa.
"Tidak
boleh berkembang ini (ISIS), kalau berkembang repot negara ini. Bangsa
ini bisa terpecah, karena bicara pluralisme itu jadi repot, ada
kecenderungan simbol-simbol (ISIS) itu jadi milih perorangan," kata dia.
Jejak ISISMeski
baru seumur jagung, ISIS mampu menggemparkan dunia dengan aksi mereka.
Pengaruh kelompok yang berdiri April 2013 itu, bahkan mulai merambah ke
Indonesia dan negara lainnya.
Setidaknya, Bupati Malang, Jawa
Timur Rendra Kresna menyebut, ada kelompok di wilayah kepemimpinannya
yang diduga mendukung ISIS. Gerakan itu, ada di Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang. Selain itu, dia juga mendapat informasi gerakan yang sama di
Kecamatan Wagir dan Karangploso.
"Mereka kan selalu berpindah. Jadi, setiap wilayah harus waspada dan tidak mudah terprovokasi," kata Rendra.
Gerakan yang bernama Ansharul Khilafah tersebut telah melakukan deklarasi pada 20 Juli 2014.
Rendra mengakui, pemerintah daerah belum bisa melakukan apa-apa untuk
menindak kelompok yang mendukung ISIS, karena belum ada larangan
tertulis dari Kementerian Dalam Negeri.
Untuk itu, tambahnya,
Pemkab Malang akan menggelar pertemuan lintas instansi pada Selasa 5
Agustus 2014, untuk merumuskan strategi pembinaan terhadap organisasi
serupa. "Mengingat, belum ada aturan tertulis dari Kemendagri," katanya.
Penanganan
masalah ini, menurutnya, akan fokus pada pencegahan warga Malang ke ke
Irak dan Suriah, mengingat kondisi di sana masih konflik. "Saya
khawatir, ada orang Malang yang terprovokasi dan ikut berangkat.
Keselamatan jiwa mereka akan terancam," katanya.
Sebelumnya,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan bahwa ISIS adalah
organisasi berpaham radikal yang menggunakan kekerasan demi
memperjuangkan keyakinannya.
Lukman pun meminta umat Islam di
Indonesia tak terpengaruh, apalagi ikut-ikutan dengan bujuk rayu ISIS
ini. Sebab, ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila. Apalagi,
Pancasila disebut ISIS sebagai thogut (berhala) yang harus diperangi.
Ia
mengatakan, dakwah Islam adalah merangkul semua kalangan dengan
cara-cara yang baik, bukan dengan menebar ketakutan dan kekerasan. "Kita
harus mampu memperkuat diri sendiri guna menangkal anarki yang bisa
mengusik keutuhan kita sebagai sesama umat beragama, berbangsa, dan
bernegara," ujar Lukman.
Tak hanya di Indonesia, ISIS juga
berhasil menancapkan pengaruhnya di Filipina. Pemimpin kelompok militan
asal Filipina, Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon sudah mengucapkan sumpah setianya untuk ISIS.
Dilansir dari laman Filipina,
Rappler,
Senin 4 Agustus 2014, Isnilon dan para pengikutnya mengucap sumpah
setia kepada pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi dalam Bahasa Tagalog,
Yakan, dan Arab.
"Kami berbaiat kepada Kalifah Syekh Abu Bakr
al-Baghdadi Ibrahim Awwad Al-Qurashi Al-Husseini untuk kesetiaan dan
kepatuhan dalam suka dan duka," ungkap Isnilon.
Sikap duniaPerserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), bahkan tengah menimbang untuk memasukkan ISIS
dalam daftar penjahat perang. "Mereka adalah kandidat yang baik untuk
masuk daftar," kata Paulo Pinheiro, Kepala Penyelidikan PBB.
Dia berkaca pada eksekusi dan penyaliban terhadap banyak orang oleh militan ISIS.
Selain PBB, Inggris pun tak bisa menutup kecemasannya atas ekspansi pengaruh ISIS.
"Indonesia jangan menyia-nyiakan karakternya sebagai negara yang
moderat. Negeri ini harus bercermin terhadap apa yang menimpa Pakistan.
Sebelumnya, Pakistan adalah negara yang normal. Namun, Anda bisa lihat
kini betapa cepat negara itu berubah karena terpengaruh paham
radikalisme," ujar Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia Mark Canning, dalam wawancara dengan
VIVAnews di gedung Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Canning
berpendapat, setidaknya ada dua ancaman yang bakal dihadapi Indonesia
dalam waktu dekat. Pertama, para ekstremis Indonesia akan kembali dari
Suriah dan Irak dalam beberapa tahun mendatang. Kedua, sejumlah
narapidana kasus terorisme di RI akan bebas tahun 2015.
Kekhawatiran
Canning terkait mulai tersebarnya paham ISIS di Indonesia. Ia saksikan
dengan mata kepala sendiri, ketika hendak menyeberang ke Hotel Grand
Hyatt di kawasan Bundaran HI, Jakarta. Saat itu, dia melihat ada
sekelompok orang yang tengah berunjuk rasa.
"Di antara mereka,
ada yang terlihat membawa bendera ISIS. Anda harus memahami, demokrasi,
dan kebebasan berbicara bukan berarti tidak memiliki batas," kata
Canning.
Laporan: D.A. Pitaloka/Malang/asp