Setelah
Perang Dunia ke-2, Amerika Serikat terlibat dalam tiga medan perang
yang berat dan memakan korban cukup banyak bagi pasukannya. Mandala
tempur yang menggiriskan adalah Perang Vietnam, Perang di Irak dan yang
juga belum selesai adalah operasi tempurnya di Afghanistan. Melawan
tikus tanah Vietnam, seorang letnan baru pasukan AS dikabarkan hanya
mempunyai kesempatan hidup tujuh menit begitu diterjunkan ke medan
tempur. Teknologi perang AS harus menghadapi kegigihan dan jumlah
demikian banyak Vietcong yang siap mati.
Tercatat korban dari pasukan sekutu (AS
tewas: 58.209, terluka: 153.303, Korea Selatan, tewas: 5.000, terluka:
11.000, Australia tewas: 520. Akhirnya setelah terlibat dari tahun
1957-30 April 1975, AS harus mengalah dan pull out dari
Vietnam. Apa yang didapat dari Perang Vietnam? Hanya nama, bahwa AS
adalah negara besar, mampu menjaga efek domino penyebaran pengaruh
komunis di Asia Tenggara.
Invasi pasukan AS ke Irak merupakan
perang kelam tersendiri bagi rakyat AS. Dalam perang yang berlangsung
antara 18 Maret 2003 - 15 Desember 2011, pasukan koalisi yang tewas
berjumlah 3.817 orang (terdiri dari pasukan AS 2,923, 126 UK, 121
lainnya, dan 647 orang kontraktor). Koalisi terluka berjumlah 26.886
orang, terdiri dari 22.032 dari AS, 891 dari Inggris, 3.963 kontaktor.
Dalam operasi tempur di Afghanistan,
yang berlangsung dari tanggal 7 Oktober 2001 hingga kini, tercatat
korban pasukan koalisi yang terbunuh 1908 (Amerika Serikat: 1162,
Inggris: 313, Lainnya: 433). Koalisi yang terluka berjumlah 15.000
(Amerika Serikat: 6773, Inggris: 3,954, Kanada,1,500, Lainnya, 2.500).
Korban dari kontraktor sipil AS: 338 terbunuh, 7224 luka.
Dari dua perang terakhir dimana tercatat
puluhan ribu pasukan AS dan koalisi yang terlibat, pemerintah AS lebih
fokus mengarah kepada ancaman teroris setelah peristiwa serangan WTC 11
September 2001. Afghanistan kemudian diserbu, di duduki, pemerintahan
Taliban dijatuhkan karena dianggap melindungi Osama bin Laden dengan Al
Qaeda. Ternyata Osama tokoh teroris musuh utamanya AS berhasil dibunuh
di Pakistan dan bukan di Afghanistan. Demikian juga pemerintahan George
Bush, memutuskan menyerbu Irak, karena mendapat informasi intelijen
adanya ancaman SPM (Senjata Pemusnah Massal) di bawah kendali Saddam
Husein.
Kebijakan Kepemimpinan Presiden Barack Obama
Presiden Obama berhasil menyelesaikan
sebagian pekerjaan rumah pemerintahan sebelumnya dengan menyergap Osama
bin Laden di wilayah Pakistan. Selain itu banyak pimpinan puncak Al
Qaeda, Taliban dan Haqqani yang tewas dengan penyerangan teknologi
peluru kendali dari pesawat tanpa awak (drone). Peran tempur di Irak
telah selesai. Pekerjaan rumah berat lainnya adalah bagaimana kembali
pull out dengan cantik dari Afghanistan.
Pada hari Rabu (1/2/2012), Menteri
Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta (saat itu) mengatakan bahwa
penarikan pasukan AS di Afghanistan akan lebih dipercepat setahun lebih
awal pada tahun 2013. Menurutnya, Presiden Obama akan segera melakukan
penghentian perang yang diwarisinya dari pemerintahan Presiden George
Bush Pernyataan Menhan Panetta merupakan kelanjutan dari pernyataan
Presiden Obama yang mengatakan pada tanggal 22 Juni 2011, bahwa negara
yang menjadi basis serangan ke daratan AS pada peristiwa 11 September
2001, kini sudah bukan merupakan ancaman teror terhadap AS. "Gelombang
perang telah surut, dan kini sudah saatnya AS membangun negara," tegas
Obama.
Pejabat berwenang AS mengatakan bahwa
penggantian operasi tempur digantikan dan lebih difokuskan pada operasi
kontraterorisme rahasia, seperti yang dilakukan saat melakukan
penyergapan terhadap pimpinan Al-Qaeda, Osama bin Laden. Kasus tersebut
dijadikan sebagai sebuah kebijakan cerdas Presiden Obama terkait
kebijakan pengurangan substansial pasukan Amerika tersebut.
Obama mengakui dan mengatakan bahwa
bahwa kampanye intens serangan drone dan operasi rahasia lainnya di
Pakistan telah melumpuhkan jaringan Al-Qaeda di kawasan itu. Para
pimpinan Al-Qaeda tersebut telah berhasil ditembaki dan dibunuh diantara
perbatasan Pakistan dan Afghanistan dengan operasi rahasia. Dari 30
pemimpin Al-Qaeda tingkat atas yang di identifikasikan oleh intelijen
Amerika, 20 orang telah tewas dalam waktu satu tahun, setengahnya karena
serangan drone. Presiden Obama menegaskan, "Ketika terancam, kita harus
merespon dengan kekuatan," katanya. “But when that force can be targeted, we need not deploy large armies overseas,” jelasnya.
Kini, diantara pembantu presiden AS,
yang paling pusing dan sibuk adalah Menteri Luar Negeri dan Menteri
Pertahanan. Dua menteri utama itu, Menlu John Kerry dan Menhan Chuck
Hagel harus berjuang keras, memadukan keterbatasan anggaran dengan peran
AS di dunia internasional seperti yang diinginkan Presiden Barack
Obama. Pada hari Selasa (25/2/2014), Menhan Chuck Hagel mengatakan,
bahwa Presiden Obama telah memerintahkan Pentagon untuk mulai secara
resmi mempersiapkan penarikan lengkap pasukan AS dari Afghanistan pada
akhir tahun ini.
Pernyataan muncul setelah Obama
memutuskan bahwa tidak mungkin Presiden Afghanistan Hamid Karzai akan
menandatangani perjanjian keamanan bilateral (Bilateral Security Agreement)
yang lama tertunda , yang akan memberikan perlindungan dan otoritas
kritis setelah 2014. AS tidak harus menempatkan pasukannya di
Afghanistan setelah tahun 2014. Hingga kini AS merasakan kesulitan dalam
menghadapi sikap Karzai, dan Washington belum memutuskan berapa jumlah
pasukannya yang tetap akan ditinggalkan di Afghanistan.
Washington Post menuliskan, dalam sebuah
pertemuan antara Kerry dan Hagel di Munich Sabtu lalu, Menhan Hagel
menegaskan bahwa bahwa ia telah mengambil kebijakan yang low profile,
lebih rendah di arena kebijakan luar negeri dibandingkan para
pendahulunya . Setelah 12 tahun terlibat dalam perang di Irak dan
Afghanistan di mana Pentagon mengambil peran utama dalam kebijakan luar
negeri , ia mengatakan bahwa pemerintahan Obama telah memutuskan, sudah
waktunya untuk mengambil posisi, yang lebih menekankan kepada diplomasi
tradisional.
Tujuan-tujuan dasar kebijakan luar
negeri AS selama ini adalah; AS menekan persaingan keamanan di Eropa dan
Asia, mencegah munculnya negara-negara besar yang bermusuhan, mendorong
ekonomi dunia yang lebih terbuka, melarang penyebaran senjata pemusnah
massal (SPM), dan menyebar luaskan demokrasi dan menghormati hak azasi
manusia (Stephen M. Walt).
Dikatakan selanjutnya oleh
Hagel, "Selama tahun lalu , John dan saya berdua bekerja untuk
mengembalikan keseimbangan hubungan antara pertahanan Amerika dan
diplomasi, kemitraan transatlantik yang berhasil karena penerapan
kebijakan antara diplomasi dan pertahanan." AS menginginkan sekutunya di
Eropa mengambil peran yang lebih besar dalam mengatasi beberapa konflik
di beberapa hot spot, seperti di Iran, Suriah dan Afghanistan. Hegel
menekankan perlunya ‘transatlantic renaissance’ (masa peralihan
antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya
berbagai kreasi baru Eropa dikawasan transatlantik), dimana Washington
akan banyak bergantung kepada sekutunya di Eropa dalam menghadapi
krisis politik dan keamanan.
AS masa kini akan lebih low profile
dalam dan menghindari melibatkan kekuatan pasukan di bagian dunia,
kemelut di Suriah dan Ukraina misalnya, sikap AS jauh lebih lembut
dibandingkan keputusan peran polisi dunianya pada masa lalu. Para elit
di Washington justru bertanya-tanya, apakah pemerintahan Obama telah
mundur dari yang disebut kepemimpinan tradisional AS yang menyangkut
masalah keamanan.
Rencana Pengurangan Kekuatan
Dalam menata kebijakan yang lebih luwes
antara diplomasi dan pertahanan, pemerintah AS kini merencanakan akan
memangkas kekuatan baik personil maupun alutsistanya. Perampingan
kekuatan terutama berupa pengurangan jumlah anggota militernya, lebih
dari seperdelapannya. Menhan Chuck Hagel pada hari Senin (24/2/2014)
menyatakan, dengan kemajuan teknologinya, AS akan menjadi lebih cepat
tanggap dan tidak mudah diprediksi. Pengurangan pasukan regular akan
diimbangi dengan penambahan pasukan elit dari 66.000 menjadi 69.000
personil, dan juga memanfaatkan teknologi canggih.
Pada tahun 2017, AS akan mengurangi
jumlah pasukan regulernya sebanyak 13 persen, disamping akan
mengandangkan pesawat-pesawat tua dan melakukan reformasi tunjangan bagi
militer. Rencana pemerintah tersebut nampaknya akan mendapat hambatan
dari anggota kongres yang khawatir akan membahayakan kesiagaan militer
AS. Menganggap kebijakan Hagel hanya upaya melakukan penghematan belaka,
Menhan Hagel justru meyakinkan bahwa
militer AS telah beradaptasi terhadap ancaman masa depan. Dia meyakinkan
bahwa strategi besar Pentagon memastikan bahwa angkatan bersenjata AS
akan menang apabila terlibat dalam dua perang dalam waktu yang
bersamaan.
Sebenarnya apa latar belakang semua
kebijakan AS tersebut. Sejak tahun 2007, pemerintah AS telah
mengembangkan upaya pengumpulan informasi intelijen dengan
menggelontorkan anggaran dalam jumlah yang sangat besar. Snowden
membocorkan pada tahun fiskal 2013 saja black budget lima badan
intelijen AS (termasuk NSA dan CIA) mendapat kucuran sebesar US$52,6
milyar. Intelijen AS dengan empat mitranya, 5-eyes (Inggris, Australia,
Canada dan NZ) kemudian melakukan operasi penyadapan ke negara-negara
yang dinilai sebagai target penting. Dengan demikian maka pemerintah AS
dengan kemajuan teknologinya mampu mengidentifikasi lawan atau calon
lawannya. Situasi dan kondisi di negara manapun mereka fahami dengan
baik, tidak ada satupun yang lolos, terbukti Jerman,negara sekutunya
termasuk pemimpinnya juga disadap.
Dengan demikian maka kebijakan yang
diputuskan Presiden Obama dan dilaksanakan oleh Kerry dan Hagel jelas
valid dan realistis. Karena itu AS masa kini berbeda dengan AS masa
lalu, mereka tahu apa yang ada di benak pada Mullah di Iran, faham
dengan yang ada di otak Karzai dan juga faham dengan yang terjadi di
Suriah dan yang kini terjadi di Ukraina. AS tidak gegabah langsung
terlibat, menggempur dan melakukan langkah preemtif seperti masa lalu.
Semua diukur dan diputuskan mana yang penting dan mana yang bukan domain
mereka. Kasus berat Iran dan Suriah akan diselesaikan dengan pendekatan
diplomatis bukan pertahanan lagi, dan justru Rusia kini mereka jadikan
kartu yang efektif untuk menyelesaikan kemelut itu.
Kesimpulannya, pada masa mendatang,
perang akan diawali, dilakukan jauh dari garis belakang, cukup dengan
memonitor layar komputer. Yang terpenting, apa yang ada di benak para
pemimpin dan elit sebuah negara. Intelijen merupakan pemain utama dalam
memenangkan perang, sementara pasukan dan peralatan militer adalah
pelengkap untuk mengeksekusi apabila sudah diperlukan. Prinsip efektif
dan efisien kini diterapkan dengan teknologi canggih. AS meyakini bahwa
gabungan antara kemajuan teknologi, pasukan elit, alutsista modern yang
akan memenangkan perang. Itulah Amerika Serikat masa kini.