"Pada saat menjadi Menteri Pertahanan antara tahun 2000-2001 di mana saat itu Indonesia diembargo Amerika Serikat (AS), tak boleh mendapatkan persenjataan militer karena dianggap Indonesia melakukan pembantaian di Timtim serta membiayai milisi di sana, maka saya diinstruksikan Presiden Abdurrahman Wahid (GusDur) untuk pergi ke Yordania," kata Mahfud MD, Senin(24/2/2014) di Tokyo.
Bersamaan dengan embargo AS tersebut, ternyata ada pesawat militer Indonesia yang sudah dibeli.
"Kita sudah beli pesawat dari AS. Pada saat diterbangkan ke Indonesia, karena embargo tersebut, pesawat harus berpindah haluan malah menuju Thailand dan ditinggalkan di sana. Bahkan sampai sekarang rasanya belum diambil karena alasan embargo," ujarnya.
Selain itu Mahfud juga menambahkan bahwa ketika pergi ke Yordania, diperkenalkan Gus Dur dirinya diperkenalkan pialang senjata bernama Walid Kurdi.
Pialang senjata ini ternyata dengan mudah bisa membeli dari AS tetapi barangnya dari Israel.
"Kemudian saya diperkenalkan ke beberapa pialang senjata dan diperlihatkan pula berbagai persenjataan di sana langsung kepada saya. Dia menawarkan persenjataan militer dengan harga 2,5 juta dolar AS. Tetapi saya tegaskan kepadanya, itu sangat mahal sekali. Saya tawar kalau bisa 2500 dolar AS saja," ungkapnya.
Setelah mendengar hal tersebut, pialang saham itu tertawa dan merasa aneh.
"Ini dia, baru pertama kali saya bertemu pejabat dari Indonesia tetapi menawar harga persenjataan militer. Tambah pialang itu lagi, biasanya mereka minta dinaikkan harganya dan minta komisi atau kick-back,"ujarnya.
"Itulah yang saya dengar langsung dari mereka. Lalu saya pulang ke Indonesia untuk mengajukan proposal pembelian senjata militer kepada Presiden. Tetapi tiba-tiba Gus Dur jatuh dan setelah itu saya tak tahu lagi bagaimana proses selanjutnya karena saya pun tidak lagi menjadi Menteri Pertahanan," tekannya lebih lanjut.
Tribun