JAKARTA – Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tergabung
dalam Satuan Tugas (Satgas) Gabungan Penanggulangan Teror (Gultor) TNI
berhasil membebaskan sandera dari kelompok Islamic State of Iraq and
Suriah (ISIS) di Indonesia pimpinan Sierra Militan yang memiliki
kemampuan menembak, merakit bom, menguasai medan dan pelolosan serta
mengintimidasi masyarakat kampung.
Anggota ISIS yang telah dilatih di Poso tersebut, bergeser ke wilayah Bima untuk mencari simpatisan baru guna mendukung aksi teror di Jakarta dengan sasaran bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Setelah merencanakan secara matang, maka kelompok radikal pendukung ISIS melaksanakan pembajakan pesawat yang di dalamnya terdapat pejabat VIP. Selain itu, kelompok radikal juga memutus jalur suplai bahan bakar avtur pesawat, menguasai depo pertamina, gedung otoritas bandara dan menyandera kepala bandara serta seluruh staf yang bertugas mengatur regulasi di bandara.
Uraian di atas adalah skenario latihan pembebasan sandera yang dilaksanakan oleh Satuan Khusus TNI yang tergabung dalam Latihan Gultor Tri Matra IX TA. 2014 sesaat sebelum ditutup secara resmi oleh Inspektur Jenderal (Irjen) TNI Letjen TNI Syafril Mahyudin mewakili Panglima TNI, di lapangan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandara Soekarno Hatta, Tangerang-Banten, Jumat (5/12/2014).
Dalam amanat Panglima TNI yang dibacakan Irjen TNI antara lain mengatakan bahwa, satu Dasawarsa ke depan, konflik angkatan bersenjata antar negara sangat kecil kemungkinan terjadi.
“Instrumen internasional telah menjadi pagar terjadinya konflik, namun demikian TNI harus tetap siaga, manakala instrumen internasional tersebut tidak mampu melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional”, kata Panglima TNI.
“Hal ini harus menjadi kewaspadaan karena, bentuk perang telah berubah dalam bentuk perang terorisme hybrida dan proxy war yang memiliki dimensi fisik dan psikologis yang dilakukan oleh negara atau non Negara,” tutup Panglima TNI.(Pos Kota)
Anggota ISIS yang telah dilatih di Poso tersebut, bergeser ke wilayah Bima untuk mencari simpatisan baru guna mendukung aksi teror di Jakarta dengan sasaran bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Setelah merencanakan secara matang, maka kelompok radikal pendukung ISIS melaksanakan pembajakan pesawat yang di dalamnya terdapat pejabat VIP. Selain itu, kelompok radikal juga memutus jalur suplai bahan bakar avtur pesawat, menguasai depo pertamina, gedung otoritas bandara dan menyandera kepala bandara serta seluruh staf yang bertugas mengatur regulasi di bandara.
Mengetahui kelompok ISIS menguasai Bandara Soetta, selanjutnya melalui Direktif Panglima TNI, Satgas Gultor TNI melaksanakan aksi penindakan teror dengan berbagai manuver mulai dari infiltrasi hingga pasukan terakhir melaksanakan eksfiltrasi.Sasaran pembebasan sandera terbagi dalam tiga lokasi yaitu: sasaran pembebasan sandera (Basra) di pesawat dilakukan oleh Tim Aksi Khusus (Aksus) Alpha melaksanakan infiltrasi udara dengan Free Fall Grasstrip Runway Utara, sasaran berikutnya gedung Angkasa Pura II oleh Tim Aksus Delta diawali dengan fastrope dan sasaran terakhir Tim Aksus Charlie melaksanakan infiltrasi udara dengan free fall di gedung Shafti Pertamina. Dengan gerakan taktis yang cepat dan tepat, prajurit TNI akhirnya berhasil menewaskan 16 teroris serta berhasil menyelamatkan seluruh sandera sejumlah 79 orang.
Uraian di atas adalah skenario latihan pembebasan sandera yang dilaksanakan oleh Satuan Khusus TNI yang tergabung dalam Latihan Gultor Tri Matra IX TA. 2014 sesaat sebelum ditutup secara resmi oleh Inspektur Jenderal (Irjen) TNI Letjen TNI Syafril Mahyudin mewakili Panglima TNI, di lapangan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandara Soekarno Hatta, Tangerang-Banten, Jumat (5/12/2014).
Dalam amanat Panglima TNI yang dibacakan Irjen TNI antara lain mengatakan bahwa, satu Dasawarsa ke depan, konflik angkatan bersenjata antar negara sangat kecil kemungkinan terjadi.
“Instrumen internasional telah menjadi pagar terjadinya konflik, namun demikian TNI harus tetap siaga, manakala instrumen internasional tersebut tidak mampu melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional”, kata Panglima TNI.
“Hal ini harus menjadi kewaspadaan karena, bentuk perang telah berubah dalam bentuk perang terorisme hybrida dan proxy war yang memiliki dimensi fisik dan psikologis yang dilakukan oleh negara atau non Negara,” tutup Panglima TNI.(Pos Kota)