Dispenal / TNI AL
Asisten
Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Asrena KSAL), Laksamana Muda
TNI Ade Supandi berjabat tangan dengan Sejarawan UI, Anhar Gonggong
pada Seminar Nasional yang diselenggarakan TNI Angkatan Laut tentang
“Peran Kapten Laut Markadi dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
RI tahun 1945-1949” di Wisma Elang Laut, Jalan Diponegoro,
INDONESIA
hingga saat ini masih sangat miskin pahlawan yang berjiwa maritim. Oleh
karena itu, usulan untuk mengangkat Kapten Laut Markadi menjadi
pahlawan nasional sangat relevan.
Hal itu dikatakan Asisten
Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Asrena KSAL), Laksamana Muda
TNI Ade Supandi usai membuka Seminar Nasional yang diselenggarakan TNI
Angkatan Laut tentang “Peran Kapten Laut Markadi dalam Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan RI tahun 1945-1949” di Wisma Elang Laut,
Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (28/5).
Sementara itu,
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio dalam amanat
tertulis dibacakan oleh Asrena KSAL, Laksda TNI Ade Supandi mengatakan
peristiwa operasi lintas laut Jawa-Bali yang terjadi 67 tahun lalu,
tepatnya tanggal 4 April tahun 1946 di Selat Bali, merupakan pertempuran
laut pertama dalam perjuangan bangsa Indonesia membebaskan diri dari
penjajahan pemerintah Belanda. Pertempuran yang dipimpin Kapten Laut
Markadi dengan sandi Pasukan-M itu sekaligus merupakan momen operasi
gabungan pertama antara TNI dengan rakyat.
“Tokoh Kapten Laut
Markadi dalam memimpin Pasukan-M telah mengekspresikan nilai-nilai
penting seorang pemimpin sejati,” kata Laksamana Marsetio.
Menurut
Marsetio, Pasukan-M yang dipimpin Kapten Laut Markadi, telah mampu
melewati pertempuran laut melawan kekuatan Angkatan Laut kerajaan
Belanda dengan gemilang. Meski hanya didukung persenjataan yang terbatas
dengan sarana perahu tradisional, namun peristiwa ini perlu dicatat
dengan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Seminar
yang berlangsung ini mengangkat tema “Melalui Pewarisan Nilai Kejuangan
dan Keteladanan, Kita Wujudkan Kapten Laut Markadi sebagai Pahlawan
Nasional”. Seminar diikuti sekitar 200 peserta yang terdiri dari anggota
DPR RI, DPD RI, Setneg RI, Setmilpres, Kemenkokesra, Kemensos,
Kemendikbud, Mabes TNI, Polri, Pusat Sejarah TNI, TNI AD, TNI AL, TNI
AU, Pemda Propinsi DKI Jakarta, Pemda Propinsi Jawa Timur, Pemda
Propinsi Bali, Pemda Kota Malang dan Pemda Kabupaten Jembrana sebagai
inisiator pengusulan Pahlawan Nasional kepada Kapten Laut Markadi.
Hadir
pula mahasiswa dan akademisi akademisi dari Universitas Indonesia,
Universitas Negeri Jakarta, Universitas Pertahanan, Universitas Islam
Negeri Jakarta, Dewan Harian Nasional 45, Legiun Veteran Republik
Indonesia, Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut, akademisi, praktisi,
komunitas sejarawan, keluarga besar Kawanua, mahasiswa, dan media massa.
Pembicara
dalam seminar yang dipandu oleh Irma Hutabarat dan J.J. Rizal ini
adalah Sejarawan Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, Guru Besar UI,
A.A. Bagus Wirawan serta dua orang penulis buku “Pasukan-M Menang Tak
Dibilang Gugur Tak Dikenang, Pertempuran Laut Pertama dalam Sejarah RI”
yaitu Iwan Santosa dan Wenri Wanhar.
Seminar ini bertujuan untuk
menindaklanjuti usulan masyarakat dan Pemda Kabupaten Jembrana, Provinsi
Bali, tempat berjuangnya Kapten Laut Markadi pada saat itu, agar Kapten
Laut Markadi dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah.
Marsetio
berharap kepada peserta seminar agar dapat mengkaji dan memikirkan
ulang secara akademik dan kredibel guna memperkuat usulan menjadi
pahlawan nasional serta turut memikirkan bagaimana selayaknya negara
memberikan apresiasi atas jasa-jasa para tokoh pejuang seperti Kapten
Laut Markadi.
“Usulan tersebut saya nilai tidaklah berlebihan,
karena Kapten Laut Markadi bersama Pasukan-M yang dipimpinnya, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya di tanah Bali,” kata KSAL.
Sebab
perjuangan dan pengorbanan beliau telah membangkitkan etos persatuan
yang kuat di antara rakyat dan para pejuang saat itu, sehingga
memberikan andil yang besar terhadap eksistensi Bali untuk tetap berada
dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Marsetio
menambahkan, TNI AL sebagai salah satu institusi tempat mengabdi Kapten
Laut Markadi pada masa perang Kemerdekaan Republik Indonesia,
berkepentingan ikut mengupayakan lahirnya penghargaan dari negara kepada
para pejuang seperti Kapten Laut Markadi. TNI AL sebagai salah satu
institusi di tubuh TNI, yang lahir di tengah kancah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia, akan senantiasa mendukung hadirnya ruang
untuk kemunculan gagasan-gagasan tentang pelestarian dan pewarisan
nilai-nilai kejuangan serta pengorbanan para pejuang bangsa di tengah
era pembangunan bangsa ini.
Pasukan Bantuan
Sejarawan UI,
Anhar Gonggong mengatakan untuk mendukung perlawanan perjuangan di
Bali-Sunda Kecil, diperlukan usaha untuk memberikan bantuan pasukan dari
Pulau Jawa.
“Dalam rangka itulah, kemudian suatu pasukan yang
akan dikirimkan ke Bali dibentuk, yaitu pasukan yang dipimpin oleh
Kapten Markadi atau sesuai dengan huruf awal nama komandannya itu,
disebut Pasukan-M,” kata Anhar Gonggong.
Anhar menjelaskan,
Kapten Markadi semula adalah Komandan Kompi Tentara Laut Resimen II TRI
Laut Malang, yang kemudian ditugaskan untuk membentuk unit pasukan kecil
yang akan dikirim ke Bali. Tugas utamanya adalah menghimpun informasi
intelijen yang akan digunakan untuk melakukan pelbagai operasi yang
terkait dengan pengambilalihan persenjataan Jepang berupa
senjata-senjata rampasan Jepang itu dimaksudkan untuk memperkuat
kekuatan para pejuang di Bali-Sunda Kecil.
“Pertempuran yang
berlangsung sekitar 15 menit itu, disebut-sebut sebagai pertemupuran
laut pertama yang dimenangi Angkatan Perang Republik Indonesia,” kata
Anhar Gonggong.
Pasukan-M, lanjut Anhar, berhasil menjalankan
tugasnya untuk memberi bantuan kepada salah satu wilayah, bagian
strategis dari wilayah NKRI yang oleh Pemerintah Kerajaan Belanda tidak
diakui kemerdekaan dan kedaulatannya.
Jurnas.com