Pemimpin baru di Indonesia, sebentar lagi akan muncul, pasca Pemilu
2014. Sebagai rakyat saya ingin menitipkan kepada para capres
”alutsista asli bangsa Indonesia”, agar dijaga dan dipakai untuk tujuan
ketahanan nasional dan penyelenggaraan negara di masa kepimpinannya.
Seperti halnya senapan agar bisa dipakai sewaktu waktu dan tidak
macet, maka alutsista/ senjata memerlukan perawatan. Warisan Senjata
adiluhung bangsa ini wajib kita jaga, dihayati, diamalkan dan
dilestarikan. Alutsista asli bangsa Indonesia itu adalah PANCASILA.
Pancasila Senjata Persatuan – Kesatuan
Makna lambang negara Burung Garuda:
1.Burung Garuda, yang digantungi perisai, dengan paruh, sayap, ekor dan cakar melambangkan tenaga pembangunan.
2.Sayapnya yang berbulu tujuh belas (setiap sayapnya) melambangkan tanggal 17 (tanggal kemerdekaan).
3.Ekor berbulu delapan menandakan bulan ke 8 /Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia.
4.Bulu Leher sebanyak 45 (empat puluh lima) menandakan tahun kemerdekaan (1945).
5.Perisai atau tameng berbentuk jantung adalah senjata yang dikenal
dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai tanda PERJUANGAN untuk
mencapai tujuan dengan jalan melindungi diri. Senjata yang demikian itu
dijadikan lambang, karena wujud dan artinya tetap, tidak berubah-ubah,
yakni sebagai lambang perjuangan dan perlindungan.
Dengan mengambil bentuk perisai ini, maka Republik Indonesia
BERHUBUNGAN LANGSUNG DENGAN PERADABAN INDONESIA ASLI. (Yang
dikesatuaannya memakai perisai sebagai lambangnya jangan salah
mengartikannya)
Garis hitam tebal di tengah-tengah perisai ini dimaksudkan
khatulistiwa (equator) yang melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Irian Barat. Hal ini menyatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara
yang MERDEKA dan BERDAULAT PENUH dipermukaan bumi berhawa panas.
Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Negara Republik Indonesia, PANCASILA, yaitu :
•Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa: Tertulis dengan Nur Cahaya diruangan tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.
•Dasar Kerakyatan: Dilukiskan dengan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga rakyat.
•Dasar Kebangsaan: Dilukiskan dengan Pohon Beringin, tempat berlindung.
•Dasar Perikemanusiaan: Dilukiskan dengan tali rantai bermata
bulatan dan persegi. Rantai bermata bulatan menunjukan bagian perempuan
berjumlah 9 (sembilan), dan rantai bermata persegi berjumlah 8 (delapan)
menunjukan bagian laki-laki. Jumlah rantai sebanyak 17 (tujuh belas)
itu sambung menyambung tidak putus-putusnya sesuai dengan sifat manusia
yang turun temurun.
•Dasar Keadilan Sosial: Dilukiskan dengan padi dan kapas
sebagai tanda tujuan kemakmuran, kedua gambar tumbuh-tumbuhan tersebut
(padi dan kapas) sesuai dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang)
dan makanan (pangan).
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dapat disalin diartikan sebagai
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sedangkan perkataan Bhinneka itu
sendiri adalah gabungan dua perkataan : Bhinna dan Ika.
Adapun makna dari pepatah itu adalah penggambaran dari PERSATUAN dan
KESATUAN Nusa dan Bangsa Indonesia walaupun terlihat dari luar perbedaan
dan berlainanKalimat itu telah tua sekali usianya dan telah dipakai
oleh pujangga terutama oleh Empu Tantular dalam kitabnya Sutasoma, yang
mengartikan pepatah tersebut sebagai “Diantara Pusparagam ada
Persatuan”.
Jadi ingat konsep TRISAKTI yang diajarkan oleh Presiden pertama RI
Soekarno, yakni : Kedaulatan secara politik, Berdikari secara ekonomi,
dan BERKEPRIBADIAN secara sosial budaya.
PANCASILA warisan Adiluhung bangsa Indonesia: Pancasila dalam
kehidupan kuno (jaman kerajaan) masyarakat Indonesia sudah di terapkan.
Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia, contohnya: AJARAN LIMA
PINTU UTAMA dari Prabu Liman Senjaya Kusumah, negara Galuh Pakuan, 1545 M
yakni:
1 Semiaji (cerminan Kemanusiaan),
2 Bratasena (cerminan Persatuan),
3 Harjuna (cerminan Keadilan),(
4 Nakula (cerminan Kerakyatan),
5 Sadewa (cerminan Ketuhanan),
Contoh lain jiwa PANCASILA dipakai pada jaman dulu yaitu pada:
LIMA BANGUNAN UTAMA dari Prabu Susuk Tunggal, Negara Soenda, 1345 M ialah :
1. Bima Resi / Sadewa (pengaturan Tatacara & Pelaksanaan Keagamaan),
2 .Punta Dewa / Bratasena (pengaturan Persatuan & Kesatuan Rakyat),
3. Narayana / Sri Kresna (pengaturan tegaknya Peri Kemanusiaan),
4. Madura / Kakak Sri Kresna (pengaturan hak2 Kerakyatan),
5. Suradipati / Harjuna (pengaturan Keamanan, Kesejahteraan, Keadilan).
DASHA SHILA pada kitab Sutasoma [era Majapahit], berisi :
(1) Janganlah menyakiti perasaan orang,
(2) Janganlah menjatuhkan hukuman yang tidak adil,
(3) Janganlah menjarah harta rakyatmu,
(4) Janganlah menunda kebaikan terhadap mereka yang kurang beruntung,
(5) Mengabdilah kepada mereka yang sadar,
(6) Janganlah menjadi sombong, walau banyak orang menghormatimu,
(7) Janganlah menjatuhkan hukuman mati, kecuali menjadi tuntutan keadilan,
(8) Adalah yang terbaik, jika kau tidak takut mati,
(9) Dan bersabar dalam keadaan susah,
(10) Adalah yang terbaik jika kau berjiwa besar dan memberi tanpa pilih kasih.
Dan DASHASILA tersebut pemaknaan terhadap jiwa Pancasila adalah bahwa butir;
(1) merupakan landasan untuk berdemokrasi, dimana kepentingan rakyat
banyaklah yang utama, dengan catatan bahwa suara terbanyak bukan berarti
kepentingan rakyat banyak.
Maka butir (1) ini harus dijiwai oleh butir (2) yang merupakan asas
keadilan, dimana asas keadilan ini digunakan sebagai sarana untuk
mencapai yang tercantum di butir (3) dan butir (4) yakni kemakmuran dan
kesejahteraan.
Adapun butir2 (5),(6),(7) dan (9) berkaitan dengan keagamaan.
Keagamaan disini bukan hanya sekedar beragama (ritual) tetapi merupakan
esensi dari beragama, dan esensi beragama ini akan tercermin dari
tingkah laku.Kemudian butir terakhir (10) adalah berkaitan dengan
kemanusiaan. Sehingga pemaknaan DASHA SHILA dapat disarikan menjadi:
(1) Demokrasi demi terwujudnya
(2) Keadilan, Kesejahteraan/Kemakmuran bagi semua,(3) Keagamaan demi terwujudnya
(4) Manusia yang berperikemanusiaan, dan
(5) asas kebangsaan adalah sebagai ruang (tempat) untuk mewujudkan hal-hal diatas, sebagai satu bangsa yakni BANGSA INDONESIA
Jiwa PANCASILA bersemangat Al Qur’an
Dapat disimpulkan bahwa jiwa Pancasila itu adalah seharusnya keseharian
bagi kehidupan umat ketika mengemban Firman-Firman Allah Yang Maha
Kuasa.Jiwa Pancasila adalah MAQASID SYARIAH [Adiwarman A Karim, Imam al
Syathibi, kitab al Muwafaqat] yakni:
(1) Melindungi agama (Pasal – Ketuhanan Yang Maha Esa),
(2) Melindungi jiwa (Pasal – Perikemanusiaan yang adil dan beradab),
(3) Melindungi keutuhan keluarga besar (Pasal – Persatuan Indonesia),
(4) Melindungi akal pendapat (Pasal – Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
(5) Melindungi hak atas harta (Pasal – Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
PANCASILA Penerang Perdamaian Dunia
Lima Sinar Cahaya itu adalah:
(1) Cahaya Putih,
(2) Cahaya Kuning,
(3) Cahaya Hijau,
(4) Cahaya Merah,
(5) Cahaya Hitam.
Lima Sinar Cahaya itu disebut pula sebagai Pancasila, adalah Cahaya
Ilahi (Nur Allah) yang merupakan kebesaran dan kemuliaan Allah dan
merupakan satu kesatuan yang utuh tidak terpisahkan.
Bung Karno mengedepankan istilah LEITSTAR atau Bintang Kepemimpinan
bagi sosok Pancasila ini. Pancasila dapat disejajarkan dengan : Magna
Carta di Inggris, Bill of Rights di AS, Droit de l’home di Prancis.
Republik Indonesia yang baru lahir telah berhasil merumuskan UUD 1945
dengan dasar-dasar negara berupa Pancasila yang mengakomodasi segala
macam perbedaan dan keberagaman di antara seluruh rakyat Indonesia dalam
motto Bhinneka Tunggal Ika.
Cuplikan
TRANSKRIPSI SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA
MEMPERINGATI PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945, GEDUNG MPR/DPR/DPD RI,
JAKARTA
“Satu lagi, saudara-saudara, masih berkaitan dengan perkembangan
dunia sekarang ini, saya ingin menambahkan satu lagi. Ini fenomena
global yang dramatis, yang fundamental. Ada pergeseran atau shake, ada
penyesuaian atau adaptation and adjustment dari negara-negara di dunia
dalam menganut ideologi-ideologi besar. Sekarang ini, hampir tidak ada
satupun negara di dunia yang secara ekstrim menerapkan ideologi ekonomi
yang sudah ada dalam khazanah ideologi dunia, misalnya ideologi ekonomi
kapitalisme, neoliberalisme, komunisme, dan sosialisme. Sudah banyak
varian dari itu semua, varian dari kapitalisme, varian dari sosialisme.
Eropa, ada yang menganut namanya welfare state, ekonomi kesejahteraan.
Negara yang dulunya kapitalis, seperti ajaran Adam Smith, David
Ricardo, John Stuart Mill, sudah bergeser pula mengadopsi nilai-nilai
sosialisme. Negara yang dulunya betul-betul marxis, seperti Rusia,
Vietnam, Tiongkok, juga telah memahami esensi dari pasar, tapi tetap
dalam bingkai keadilan sosial. Oleh karena itu, terhadap semuanya itu,
bangsa Indonesia sepatutnya tidak perlu silau, karena kembali kepada apa
yang ada dalam Pancasila, ada resep, ada prinsip dasar, dan di situ
jawabannya adalah, yang kita pilih: ekonomi kesejahteraan, berkeadilan
sosial.
Saudara-saudara,
Itulah dua substansi yang ingin saya sampaikan, dan sebagai penutup
akhirnya mari terus kita jadikan Pancasila sebagai living ideology,
sebagai working ideology, yang antisipatif, yang adaptif, dan yang
responsif. Pancasita tentu tidak patut kita perlakukan sebagai dogma
yang kaku, apalagi kita keramatkan, karena justru menghalang-halangi
Pancasila untuk merespon berbagai tantangan jaman, baik pada tingkat
nasional maupun pada tingkat dunia. Dan itulah nilai terbesar dari
Pancasila ketika kita aktualisasikan untuk menghadapi tantangan jaman
masa kini dan masa depan.
SILA KE 5 PANCASILA DIKUTIP OBAMA (Menyadur berita dari
Republika.co.id)
Pesan politik Nasionalisme Baru yang diusung Presiden Barack Obama
diduga terinspirasi politik Indonesia. Politisi Partai Republik, Michael
Patrick Leahy, mengatakan ada inti pesan Obama dalam pidatonya yang
sangat mirip dengan pidato Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno,
tentang Pancasila. Analisis Leahy ini dimuat dalam laman American
Thinker beberapa waktu lalu.Dengan lugas Leahy mengutip sejarah Bung
Karno mengusung Pancasila dalam rapat 1 Juni 1945. Di depan peserta
sidang rapat, kata Leahy, Bung Karno menjabarkan prinsip dasar Indonesia
yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh
rakyat Indonesia.
Menurut Leahy, ada bagian di pidato Obama yang menggaungkan
Nasionalisme Baru AS yang sangat mirip dengan sila ke lima yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini, kata dia, bisa
dimengerti karena Obama pernah bersekolah di Indonesia. Ketika sekolah
itulah Obama berkenalan dengan nilai-nilai Pancasila, argumen Leahy.
Ia lalu membandingkan pidato Soekarno 1 Juni dengan Pidato Obama di
Osawatomie. Pada 1 Juni Soekarno mengatakan, Leahy menulis, “…Dalam sila
Keadilan Sosial jangan ada lagi kemiskinan di Indonesia yang merdeka.
Apakah rakyat Indonesia ingin Indonesia yang merdeka tapi kelompok
kapitalisme juga merajalela. Atau sebaliknya, kesejahteraan untuk
seluruh rakyat. Di mana tiap orang bisa makan dengan cukup.”
Sementara pidato Obama di Osawatomie yang dikutip bagiannya oleh
Leahy berbunyi seperti ini, “… Mereka (kaum Republik) ingin kembali ke
filosofi usang yang tidak memihak ke kelompok kelas menengah AS
bertahun-tahun ini. Filosofi mereka sederhana, kita dianggap akan
sejahtera kalau semua orang dibebaskan untuk bermain dengan aturannya
sendiri-sendiri. Well, saya di sini mengatakan mereka salah! Saya di
sini menegaskan kalau rakyat AS akan jauh lebih besar kalau bersama-sama
ketimbang sendiri-sendiri. Saya percaya AS akan berjaya kalau semua
masyarakat mendapat kesempatan yang sama, ketika semua orang mendapat
bagian yang adil, dan semua orang bermain di dalam aturan yang disetujui
bersama.”
Menurut Leahy, dalam pidatonya ini Obama sangat terasa merefleksikan
nilai-nilai Indonesia ketimbang AS. “AS selalu menjunjung tinggi nilai
individualisme di atas kolektivisme. Sementara Indonesia sebaliknya,
menjunjung tinggi kolektivisme di atas individualisme. Pidato Obama ini
adalah sanjungan untuk kolektivisme Indonesia dan penolakan kepada
individualisme AS,” kata Leahy.
Pancasila “Alutsista asli bangsa Indonesia”
Kalau rakyat Indonesia JELI melihat tahun tahun di atas 1345,1545 dan
Saat Proklamasi 1945 adalah: Tonggak waktu KEMULIAN Pancasila.
Dan dengan adanya semacam keteraturan waktu yaitu 1345, 1545 dan 1945
maka hal itu dapat memandu kita untuk menggunakan tahun 2045 sebagai
tonggak (milestone) sejarah kiprah Pancasila dimasa depan. MUNGKIN pada
tahun 2045 Pancasila sudah dijadikan FALSAFAH Internasional dan banyak
diikuti negara negara di dunia.
Dan akan IRONI kalau kita bangsa Indonesia asli malah terkikis jiwa
pancasilanya. Ini saya peringatkan kembali seperti yang sering saya
tulis bahwa Sejak kemunduran reformasi telah terjadi PENJAJAHAN PUTIH
dan kita telah mengetahui bahwa warga negara Indonesia telah dijadikan
sasaran bagi penggalangan ideologi-ideologi asing yang ingin
menggantikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam
kehidupan bermasyarakat.
Banyak putera-puteri Indonesia secara TIDAK SADAR yang digalang oleh
kekuatan asing kemudian mendatangkan bencana terhadap tanah airnya
sendiri.
Singkatnya mereka menyangka bahwa mengawinkan Pancasila dengan
Ideologi asing akan dapat membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Mereka
menyangka telah berhasil memodernisir Indonesia, padahal justru hanya
membuat dan menambah kedangkalan Ideologi bernegara (Pancasila),
membelokkan kiblat masyarakat Indonesia, menanam bom waktu dalam diri
generasi muda dan (secara perlahan namun pasti) menghilangkan
potensinya.
Mereka telah terperangkap oleh jaring-jaring intelijen lawan. Dengan
sukarela ataupun terpaksa, telah menjadi boneka dari penggalangannya dan
secara tidak langsung akan mendatangkan bencana di tanah airnya.
Maka saya sebagai rakyat yang ingin Indonesia Jaya ingin menitipkan
“Alutsita Asli Bangsa Indonesia” kepada para capres agar dijaga,
dipakai, dilestarikan dan diBUDAYAKAN kembali dalam program
pemerintahannya ke depan, atau kami rakyat Indonesia tidak memilih anda.
jakarta greater