Asal mula penyebutan pulau emas pada awalnya juga menunjuk ke Semenanjung Malaka.
Pada waktu berada di Sriwijaya, biksu I-Tsing sempat menggunakan istilah chin-chou
sebagai kata ganti untuk pulau yang disinggahinya. Istilah tersebut
berarti pulau atau daratan emas. Dalam prasasti Nalanda yang diterbitkan
oleh Raja Devapala (810-850) dari Kerajaan Pala juga disebutkan bahwa
Balaputradewa adalah maharaja penguasa Swarnadwipa (Suvarnadvïpâdhipamahârâja). Swarnadwipa merupakan istilah Bangsa India masa sejarah klasik untuk menyebut Sumatra.
I-Tsing datang ke Sumatra menjelang akhir abad ketujuh. Sedangkan prasasti Nalanda—tentang pembangunan wihara atas nama Balaputradewa—dibuat sebelum pertengahan abad kesembilan. Lalu, sejak kapan sebenarnya istilah pulau emas mulai dilekatkan kepada Sumatra? Apa bedanya Swarnadwipa dengan Swarnabhumi?
Epik Ramayana yang berasal dari India sudah menyebut-nyebut tempat bernama Suvarṇarūpyaka (disamakan dengan Svarnadvipa) sebagai daratan yang memiliki banyak tambang emas. Namun, lokasi yang dimaksud hanya terbaca samar-samar. Ramayana sendiri tak diketahui kapan mulai dikisahkan untuk pertama kali, walaupun diduga jauh sebelum Masehi.
De Chrorographia yang ditulis oleh Pomponius Mela pada abad pertama menyebutkan beberapa istilah yang mengacu ke Chryse (pulau emas), Argyre (pulau perak), dan Aurea Chersonese (peninsula emas). Kemudian, pada pertengahan abad kedua, Claudius Ptolemaeus (Ptolemy), geografer sekaligus ahli matematika dan astronomi, disebut-sebut telah mengelilingi kawasan yang juga mengacu ke Chryse. Ptolemaeus mendeskripsikan tempat itu sebagai “India setelah melewati Gangga”—mungkin maksudnya ke arah timur dari Teluk Bengal.
Sebagian ahli di zaman modern menyamakan Chryse versi Pomponius Mela sebagai Swarnadwipa, dan Chryse versi Ptolemaeus sebagai Swarnabhumi. Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatra terkenal banyak menyimpan kandungan emas. Namun, emas juga cukup banyak ditemukan di Semenanjung Malaka.
Sementara itu, cendekiawan India, R.C. Majumdar, pada 1937 menyebut bahwa Suvarnabhumi merupakan istilah yang digunakan oleh penulis India zaman kuna untuk menyebut, “Suatu tujuan perdagangan yang letaknya di sebelah timur Samudra Hindia.”
Asal mula penyebutan “pulau emas” pada zaman kuna semuanya samar-samar. Mungkin karena itu pula terkadang kita mendengar bahwa istilah pulau emas, pada kenyataannya, tidak hanya digunakan untuk menunjuk Sumatra. Di Thailand, misalnya, istilah Swarnabhumi menjadi kebanggaan dan diadopsi sebagai nama bandar udara.
Simak kisah tentang Sriwijaya, kerajaan maritim besar yang berpusat di Swarnadwipa, dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2013.
(Reynold Sumayku)
national geographic
I-Tsing datang ke Sumatra menjelang akhir abad ketujuh. Sedangkan prasasti Nalanda—tentang pembangunan wihara atas nama Balaputradewa—dibuat sebelum pertengahan abad kesembilan. Lalu, sejak kapan sebenarnya istilah pulau emas mulai dilekatkan kepada Sumatra? Apa bedanya Swarnadwipa dengan Swarnabhumi?
Epik Ramayana yang berasal dari India sudah menyebut-nyebut tempat bernama Suvarṇarūpyaka (disamakan dengan Svarnadvipa) sebagai daratan yang memiliki banyak tambang emas. Namun, lokasi yang dimaksud hanya terbaca samar-samar. Ramayana sendiri tak diketahui kapan mulai dikisahkan untuk pertama kali, walaupun diduga jauh sebelum Masehi.
De Chrorographia yang ditulis oleh Pomponius Mela pada abad pertama menyebutkan beberapa istilah yang mengacu ke Chryse (pulau emas), Argyre (pulau perak), dan Aurea Chersonese (peninsula emas). Kemudian, pada pertengahan abad kedua, Claudius Ptolemaeus (Ptolemy), geografer sekaligus ahli matematika dan astronomi, disebut-sebut telah mengelilingi kawasan yang juga mengacu ke Chryse. Ptolemaeus mendeskripsikan tempat itu sebagai “India setelah melewati Gangga”—mungkin maksudnya ke arah timur dari Teluk Bengal.
Sebagian ahli di zaman modern menyamakan Chryse versi Pomponius Mela sebagai Swarnadwipa, dan Chryse versi Ptolemaeus sebagai Swarnabhumi. Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatra terkenal banyak menyimpan kandungan emas. Namun, emas juga cukup banyak ditemukan di Semenanjung Malaka.
Sementara itu, cendekiawan India, R.C. Majumdar, pada 1937 menyebut bahwa Suvarnabhumi merupakan istilah yang digunakan oleh penulis India zaman kuna untuk menyebut, “Suatu tujuan perdagangan yang letaknya di sebelah timur Samudra Hindia.”
Asal mula penyebutan “pulau emas” pada zaman kuna semuanya samar-samar. Mungkin karena itu pula terkadang kita mendengar bahwa istilah pulau emas, pada kenyataannya, tidak hanya digunakan untuk menunjuk Sumatra. Di Thailand, misalnya, istilah Swarnabhumi menjadi kebanggaan dan diadopsi sebagai nama bandar udara.
Simak kisah tentang Sriwijaya, kerajaan maritim besar yang berpusat di Swarnadwipa, dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2013.
(Reynold Sumayku)
national geographic