Selain itu PKI juga menginginkan ada komisariat politik dalam militer, seperti dalam negara-negara komunis. Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani yang paling keras menentang usulan-usulan PKI ini.
Yani makin marah saat terjadi peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.
Di peringatan HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
"RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu," kata Yani.
Yani berjanji akan menuntut para pelaku pengeroyokan Pelda Soedjono serta menolak usulan-usulan PKI soal Nasakom ala PKI.
RPKAD pasukan loyal Angkatan Darat. Pasukan terbaik dengan prestasi gemilang di berbagai palagan. Pidato Yani membakar semangat pasukan komando baret merah itu.
Ada analisa menarik soal RPKAD. Sebagai satuan terbaik, seharusnya Angkatan Darat menyerahkan pasukan itu untuk masuk ke Resimen Tjakrabirawa. Namun pimpinan AD rupanya tetap menginginkan RPKAD menjadi pasukan pemukul dan bebas dari huru-hara politik.
Karena itu kemudian AD menyerahkan Batalyon 454 yang terkenal dengan sebutan Banteng Raiders atau BR. Dari segi kemampuan dan prestasi, BR tak kalah dengan RPKAD. Pasukan terjun dengan kemampuan tempur di gunung dan hutan.
Ahmad Yani juga yang mendirikan Banteng Raiders tahun 1952 saat masih berpangkat kolonel dan menjadi komandan brigade di Jawa Tengah. Saat itu Yani membutuhkan pasukan elite untuk bertempur melawan gerilyawan Darul Islam. Maka Yani dikenal sebagai Bapak Banteng Raiders.
Kelak saat aksi G30S berlangsung, pimpinan gerakan ini Letkol Untung Syamsuri berasal dari Banteng Raiders yang ditugaskan di Tjakrabirawa. Kebanyakan pelaku penculikan juga berasal dari BR.
"Ironisnya Yani diculik dan dibunuh oleh pasukan yang dulu dibentuknya dengan susah payah," kata sejarawan Petrik Matanasi saat berbincang dengan merdeka.com.
Sementara RPKAD, sesuai harapan Angkatan Darat, menjadi tulang punggung penumpasan G30S. Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo pernah menyampaikan koran tewas tak kurang dari 3 juta orang.