Bencana kabut asap Riau bak drama seri yang kasusnya selalu berulang setiap tahun. Pengerahan pesawat C-130 Hercules “Sang Penjelajah” dalam menangani bencana asap melalui penerapan TMC terbukti ampuh dan efektif.
Asap yang memenyelimuti kawasan Sumatera, khususnya wilayah Provinsi
Riau awal tahun ini kembali menjadi masalah nasional. Sebaran asap
akibat pembakaran hutan dan lahan gambut di bumi “Lancang kuning” itu,
tak ubahnya sebuah “drama seri” yang selalu terjadi berulang setiap
tahun. Tidak terkecuali tahun 2014, dimana hampir dua bulan (Februari –
Maret) masyarakat Riau dan sekitarnya harus hidup dalam kepekatan asap,
yang tidak saja mengganggu aktivitas, tetapi juga mengancam kesehatan.
Demikian juga penerbangan di Bandara Sultan Sarif Kasim II maupun Lanud
Roesmin Nurjadin, Pekanbaru sempat terganggu beberapa hari.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kesempatan memimpin rapat
kabinet telah menyatakan kabut dan asap Riau sebagai bencana nasional,
sehingga perlu diambil langkah-langkap terpadu secara cepat dan tepat
untuk mengatasinya. Salah satu penanganannya dilakukan melalui jalur
udara, dimana BNPB dan TNI telah ditunjuk sebagai institusi eksekutor
penanggulangan bencana asap. Upaya pemadaman titik api lewat udara,
tentunya bukan pekerjaan mudah, selain banyaknya titik api dan luasnya
wilayah sebaran asap yang begitu pekat di hampir seluruh Provinsi
Riau, keterbatasan sarana dukungan udara yang berkemampuan
water bombing maupun rekayasa cuaca juga perlu pemikiran bersama.
Untuk mendukung kebijakan penanganan asap Riau, Markas Besar TNI AU mengerahkan sedikitnya delapan pesawat angkut berat C-130
Hercules dan satu C212. Tidak tanggung-tanggung, dua skadron
Hercules
TNI AU (Skadud 31 Halim Perdanakusuma Jakarta & Skadud 32
Abdulrachman Saleh Malang), digerakan baik untuk dukungan pergeseran
pasukan Pemadaman Kebakaran (Damkar) maupun mendukung misi Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC).
Pada misi dukungan TMC, keberadaan pesawat C-130
Hercules
ternyata sangat efektif dalam membantu meredam bencana asap di wilayah
Riau. Hal ini terbukti, setelah misi TMC berlangsung, titik api maupun
volume sebaran asap di Riau terus berkurang secara signifikan. Pesawat
Hercules tanpa kenal lelah melaksakan misi menyebar/menyemai garam (NaCl) dan sangat membantu turunnya hujan di wilayah Provinsi Riau.
Selain berpengalaman dalam berbagai medan penugasan, seperti
pemadaman asap di wilayah Kalimantan dan modifikasi cuaca melalui TMC
untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Hercules
TNI AU memang terkenal tangguh dalam urusan angkutan dan dukungan
udara, khususnya yang terkait dengan penanggulangan musibah bencana
alam. Bahkan ketika Lanud Roesmin Nurjadin dinyatakan
close
karena asap, C-130 TNI AU menjadi satu-satunya pesawat yang dapat
mendarat dengan mulus menembus pekatnya asap yang menutupi seluruh
runway Lanud Roesmin Nurjadin.
“Saya kipasi dulu Bang”
Menyinggung soal pendaratan C-130
Hercules tersebut, ada
sedikit cerita heroik. Ketika rombongan Panglima TNI terbang
menggunakan pesawat B737 A-7305 dari Skadron Udara 17 untuk meninjau
situasi Riau, Mayor Pnb Noto Cahnoto selaku
pilot in command
menyatakan pesawat tidak dapat masuk (mendarat) karena asap demikian
tebal, dimana visibility sangat pendek. Dalam situasi tersebut, awak
pesawat Boeing kemudian melakukan komunikasi dengan penerbang C-130
Hercules
A-1327 Mayor Pnb Puguh Yulianto yang juga sedang dalam penerbangan dari
Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Lanud Roesmin Nurjadin membawa
pasukan Damkar.
Melalui perhitungan yang cermat, awak C-130 A-1327 memutuskan untuk
mencoba melakukan pendaratan di Lanud Roesmin Nurjadin, meskipun dalam
kondisi
visibility below minima. Penggalan kalimat
pembicaraan antara penerbang C-130 Hercules A-1327 (Mayor Pnb Puguh
Yuliato) dengan penerbang Boeing B737 A-3705 (Mayor Pnb Noto Cahnoto)
mengisyaratkan adanya kepercayaan tinggi, kalau C-130
Hercules A-1327 mampu menembus tebalnya asap Pekanbaru.
“....Roger... A-1327
on final, biar saya kipasi dulu Bang
asapnya supaya langit Pekanbaru bersih..,” demikian penggalan kalimat
Mayor Pnb Puguh Yulianto selaku
pilot in command A-1327
sedikit mencairkan ketegangan dalam komunikasinya dengan pesawat B737
A-3705 yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Noto Cahnoto.
Selang beberapa waktu, B737 A-1327 berhasil mendarat mulus di Lanud
Roesmin Nurjadin diikuti B737 A-7305 serta enam pesawat C-130 yang
membawa ratusan prajurit TNI pasukan Damkar. Ini menjadi salah satu
bukti profesionalisme awak C-130 yang begitu prima, meskipun dihadapkan
dengan kondisi
visibility below minima.
Salah satu pelaku (yang waktu itu masih menjadi Komandan Skadron
Udara 31) Letkol Pnb Adrian P. Damanik beserta beberapa kru C-130
lainnya yang diwawancarai menyatakan rasa bangganya dapat melaksanakan
dan menyelesaiakan misi kemanusiaan di Riau secara tuntas. Menurut
mereka kiprah yang dijalankan “Rajawali Sang Penjelajah” (sapaan akrap
untuk pesawat C-130 Hercules TNI AU--Red) begitu heroik.
Beragam aktivitas dan misi yang dilaksanakan, mulai dari soal
menyiapkan pesawat beserta awaknya dalam waktu sangat singkat untuk
memberangkatkan ribuan prajurit TNI sebagai pasukan Damkar, memodifikasi
pesawat untuk pemasangan peralatan
console hingga pelaksanaan TMC, memberikan makna pengabdian yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
“Kami merasakan suatu kebanggaan tersendiri dipercaya
untuk mengemban misi nasional tersebut, dan kami laksanakan tugas itu
dengan kesadaran dan tanggung jawab tinggi” kenang Letkol Pnb Adrian P
Damanik.
Menurut Alumnus AAU tahun 1995 yang kelahiran
Pematang Siantar Sumatera Utara ini, sudah menjadi kebiasaan satuan yang
dipimpinnya (Skadron Udara 31) selalu memonitor perkembangan situasi,
baik di dalam maupun di luar negeri, bila sedang terjadi musibah
bencana. Kewaspadaan tersebut, biasanya diwujudkan dengan menyiapkan
pesawat dan awaknya yang
standby on call setiap saat. Sehinggga
ketika kondisi asap di Riau tidak kunjung membaik, segenap awak Skadron
Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma, terus meningkatkan kewaspadaan dan
siap digerakan setiap saat.
Ribuan ton garam
Meskipun kesiapan pesawat dan awaknya terpenuhi, bukan
berarti pelaksanaan misi dapat segera berjalan. Terkait dengan misi yang
harus diemban C-130, khususnya dalam aplikasi TMC, maka segala
sarana dan prasarana pendukung TMC harus dipersiapkan, dengan terlebih
dahulu memasang peralatan
Console. Peralatan ini menjadi kunci
berhasil tidaknya proses penyemaian butiran garam, yang sekaligus juga
merupakan kunci berhasil tidaknya proses mempercepat awan menjadi hujan.
Khusus misi TMC, dijalankan oleh pesawat Hercules A-1328, yang memang
telah mengalami modifikasi pada bagian
ramp door pesawat .
“Begitu mendapat perintah, saya segera berkoordinasi
dengan Dansathar 15 Letkol Tek M. Riswanto untuk pemasangan
console
peralatan TMC yang berada di Sathar 15, di Lanud Husein Sastranegara
Bandung, mengingat tanpa peralatan ini proses TMC tidak akan optimal,”
kata Letkol Pnb Adrian P. Damanik.
Setelah proses pemasangan
console dan
serangkaian uji dinamis selesai, kesiapan pesawat mendapat peninjauan
dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) maupun pejabat TNI.
Esoknya, menjelang subuh pesawat C-130 A-1328 yang sudah di-
setting dengan peralatan untuk TMC, berangkat menuju Lanud Rusmin Noerjadin.
Peralatan
Console yang terpasang merupakan hasil desain dari Depohar 10, berupa peralatan mekanisasi
seeding dan modifikasi
ramp door pada pesawat C-130.
Console ini berbentuk tangki yang diletakkan dalam satu konstruksi rangka yang dilengkapi dengan roda. Setiap
Console berisi tiga tangki dimana kapasitas setiap tangki sekira 850 kg. Dengan sistem
consoleTMC ini, sebaran bubuk garam di dalam kabin pesawat dapat diminimalisir dan ancaman korosi pada pesawat
Hercules dapat dicegah, karena
Console TMC dirancang bekerja dengan kondisi
pressurized sistem.
Dengan peralatan baru ini terbukti misi TMC lebih efektif dibanding peralatan sebelumnya. Pada penggunaan
console yang lama, proses penaburan garam hanya dapat melalui pintu samping (
paratroop door)
sehingga proses penaburan sering membuat garam bertebaran sampai ke
bagian dalam pesawat. Kondisi ini memaksa awak pesawat C-130 yang
mengoperasikan
console harus berjibaku dengan garam yang bertebaran hingga dalam kabin yang terasa tidak nyaman.
Visibility below minima
Dalam urusan misi TMC, Penerbang dan Navigator
Skadron Udara 31 memiliki kemampuan yang tinggi, seperti mampu
menganalisa bentuk awan yang berpotensi untuk menjadi hujan terutama di
atas wilayah yang terjadi kebakaran lahan. Selain itu mampu melaksanakan
terbang instrumen dengan baik mengingat
visibilty (jarak pandang) di wilayah Pekanbaru termasuk di Lanud Roesmin Nurjadin sebagai pangkalan aju sangat terbatas (
below minima). Untuk mengatur
rate of flow
dari bahan semai yang akan ditabur juga perlu keahlian khusus
mengaturnya supaya dihasilkan penaburan yang effektif. Selain itu crew
mampu melaksanakan perbaikan terhadap pesawat apabila mengalami kendala
teknis.
(Letkol Sus Sonaji Wibowo)
Amgkasa