Pages

Friday, 20 June 2014

Kisah Heroik Skadron Hercules TNI AU Redakan Asap Riau



Bencana kabut asap Riau bak drama seri yang kasusnya selalu berulang setiap tahun. Pengerahan pesawat C-130 Hercules “Sang Penjelajah” dalam  menangani bencana asap melalui penerapan TMC terbukti ampuh dan efektif.

Asap yang memenyelimuti kawasan Sumatera, khususnya wilayah Provinsi Riau  awal tahun ini kembali menjadi  masalah nasional.  Sebaran  asap akibat pembakaran hutan dan lahan gambut di bumi “Lancang kuning” itu, tak ubahnya sebuah “drama seri” yang selalu terjadi berulang setiap tahun. Tidak terkecuali tahun 2014, dimana hampir dua bulan (Februari – Maret) masyarakat Riau dan sekitarnya harus hidup dalam kepekatan asap, yang tidak saja mengganggu aktivitas, tetapi juga mengancam kesehatan. Demikian juga penerbangan di Bandara Sultan Sarif Kasim II maupun Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru sempat terganggu beberapa hari.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kesempatan memimpin rapat kabinet telah menyatakan kabut dan asap Riau sebagai bencana nasional, sehingga perlu diambil langkah-langkap terpadu secara cepat dan tepat untuk mengatasinya. Salah satu penanganannya dilakukan melalui jalur udara, dimana BNPB dan TNI telah ditunjuk sebagai institusi eksekutor penanggulangan bencana asap.  Upaya pemadaman titik api lewat udara, tentunya bukan pekerjaan mudah, selain  banyaknya titik api dan  luasnya wilayah sebaran asap  yang begitu pekat di hampir seluruh  Provinsi Riau, keterbatasan sarana dukungan udara yang berkemampuan water bombing maupun rekayasa cuaca  juga perlu pemikiran bersama.

Untuk mendukung kebijakan penanganan asap Riau, Markas Besar TNI AU mengerahkan sedikitnya delapan pesawat angkut berat C-130 Hercules dan satu C212.  Tidak  tanggung-tanggung, dua skadron Hercules TNI AU (Skadud 31 Halim Perdanakusuma Jakarta & Skadud 32 Abdulrachman Saleh Malang), digerakan baik untuk dukungan pergeseran pasukan Pemadaman Kebakaran (Damkar) maupun mendukung misi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).


Pada misi dukungan TMC, keberadaan pesawat C-130 Hercules ternyata sangat efektif dalam membantu meredam bencana asap di wilayah Riau.  Hal ini terbukti, setelah misi TMC berlangsung, titik api maupun volume sebaran asap di Riau terus berkurang secara signifikan. Pesawat Hercules tanpa kenal lelah melaksakan misi menyebar/menyemai garam (NaCl) dan sangat membantu turunnya hujan di wilayah Provinsi Riau.

Selain berpengalaman dalam berbagai medan penugasan, seperti pemadaman asap di wilayah Kalimantan dan modifikasi cuaca melalui TMC untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Hercules TNI AU  memang terkenal tangguh dalam urusan angkutan dan dukungan udara, khususnya yang terkait dengan penanggulangan musibah bencana alam. Bahkan ketika Lanud Roesmin Nurjadin dinyatakan close karena asap, C-130 TNI AU menjadi satu-satunya  pesawat yang dapat mendarat dengan mulus menembus pekatnya asap yang menutupi seluruh runway Lanud Roesmin Nurjadin.  

“Saya kipasi dulu Bang”
Menyinggung soal pendaratan C-130 Hercules tersebut, ada sedikit cerita heroik.  Ketika rombongan Panglima TNI terbang menggunakan pesawat B737 A-7305 dari Skadron Udara 17  untuk meninjau situasi Riau,  Mayor Pnb Noto Cahnoto selaku pilot in command menyatakan pesawat tidak dapat masuk (mendarat) karena asap demikian tebal, dimana visibility sangat pendek.  Dalam situasi tersebut, awak pesawat Boeing kemudian melakukan komunikasi dengan penerbang C-130 Hercules A-1327 Mayor Pnb Puguh Yulianto yang juga sedang dalam penerbangan dari Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Lanud Roesmin Nurjadin membawa pasukan Damkar. 

Melalui perhitungan yang cermat, awak C-130 A-1327 memutuskan untuk mencoba melakukan pendaratan di Lanud Roesmin Nurjadin, meskipun dalam kondisi visibility below minima.  Penggalan kalimat  pembicaraan antara penerbang C-130 Hercules A-1327 (Mayor Pnb Puguh Yuliato) dengan penerbang Boeing B737 A-3705 (Mayor Pnb Noto Cahnoto) mengisyaratkan adanya kepercayaan tinggi, kalau C-130 Hercules A-1327 mampu menembus tebalnya asap Pekanbaru.

“....Roger... A-1327 on final,  biar saya kipasi dulu Bang asapnya  supaya langit Pekanbaru bersih..,” demikian penggalan kalimat  Mayor Pnb Puguh Yulianto selaku pilot in command  A-1327 sedikit mencairkan ketegangan dalam komunikasinya dengan pesawat B737 A-3705 yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Noto Cahnoto.

Selang beberapa waktu, B737 A-1327 berhasil mendarat mulus di Lanud Roesmin Nurjadin diikuti  B737 A-7305 serta enam pesawat C-130 yang membawa ratusan prajurit TNI pasukan Damkar. Ini menjadi salah satu bukti profesionalisme awak C-130 yang begitu prima, meskipun dihadapkan dengan kondisi visibility below minima.

Salah satu pelaku (yang waktu itu masih menjadi Komandan Skadron Udara 31)  Letkol Pnb Adrian P. Damanik beserta beberapa kru C-130 lainnya yang diwawancarai menyatakan rasa bangganya dapat melaksanakan dan menyelesaiakan misi kemanusiaan  di Riau secara tuntas. Menurut mereka kiprah yang dijalankan “Rajawali Sang Penjelajah” (sapaan akrap untuk pesawat C-130 Hercules TNI AU--Red) begitu heroik.  

Beragam aktivitas dan misi yang dilaksanakan, mulai dari soal menyiapkan pesawat beserta awaknya dalam waktu sangat singkat untuk memberangkatkan ribuan prajurit TNI sebagai pasukan Damkar, memodifikasi pesawat untuk pemasangan peralatan console hingga pelaksanaan TMC, memberikan makna pengabdian yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

                “Kami merasakan suatu kebanggaan tersendiri dipercaya untuk mengemban misi nasional tersebut, dan kami laksanakan tugas itu dengan kesadaran dan tanggung jawab tinggi” kenang Letkol Pnb Adrian P Damanik.

                Menurut Alumnus AAU tahun 1995 yang kelahiran Pematang Siantar Sumatera Utara ini, sudah menjadi kebiasaan satuan yang dipimpinnya (Skadron Udara 31) selalu memonitor perkembangan situasi, baik di dalam maupun di luar negeri, bila sedang terjadi musibah bencana. Kewaspadaan tersebut, biasanya diwujudkan dengan menyiapkan pesawat dan awaknya yang standby on call setiap saat. Sehinggga ketika kondisi asap di Riau tidak kunjung membaik, segenap awak Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma, terus meningkatkan kewaspadaan dan siap digerakan setiap saat.

Ribuan ton garam   
         Meskipun kesiapan pesawat dan awaknya terpenuhi, bukan berarti pelaksanaan misi dapat segera berjalan. Terkait dengan misi yang harus diemban C-130, khususnya dalam  aplikasi TMC,  maka   segala sarana dan prasarana pendukung TMC harus dipersiapkan, dengan terlebih dahulu memasang peralatan Console.  Peralatan ini menjadi kunci berhasil tidaknya proses penyemaian butiran garam, yang sekaligus juga merupakan kunci berhasil tidaknya proses mempercepat awan menjadi hujan. Khusus misi TMC,  dijalankan oleh pesawat Hercules A-1328, yang memang telah mengalami modifikasi pada bagian ramp door pesawat .

                “Begitu mendapat perintah, saya segera berkoordinasi dengan Dansathar 15 Letkol Tek M. Riswanto untuk pemasangan console peralatan TMC yang berada di Sathar 15, di Lanud Husein Sastranegara Bandung, mengingat tanpa peralatan ini proses TMC tidak akan optimal,”  kata Letkol Pnb Adrian P. Damanik.

                Setelah proses pemasangan console dan serangkaian uji dinamis selesai, kesiapan pesawat mendapat peninjauan dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) maupun pejabat TNI. Esoknya,  menjelang subuh pesawat C-130 A-1328 yang sudah di-setting dengan peralatan untuk TMC, berangkat menuju Lanud Rusmin Noerjadin.   

                Peralatan Console yang terpasang merupakan hasil desain dari Depohar 10,  berupa peralatan mekanisasi seeding dan modifikasi ramp door pada pesawat C-130. Console ini berbentuk tangki yang diletakkan dalam satu konstruksi rangka yang dilengkapi dengan roda. Setiap Console berisi tiga tangki dimana kapasitas setiap tangki sekira 850 kg. Dengan sistem consoleTMC ini, sebaran bubuk garam di dalam kabin pesawat dapat diminimalisir dan ancaman korosi pada pesawat Hercules dapat dicegah, karena Console TMC dirancang bekerja dengan kondisi pressurized sistem

                Dengan peralatan baru ini terbukti misi TMC lebih efektif dibanding peralatan sebelumnya. Pada penggunaan console yang lama, proses penaburan garam  hanya dapat melalui pintu samping (paratroop door) sehingga proses penaburan sering membuat garam bertebaran sampai ke bagian dalam pesawat. Kondisi ini memaksa awak pesawat C-130 yang mengoperasikan console harus berjibaku dengan garam yang bertebaran hingga dalam kabin yang terasa tidak nyaman.

Visibility below minima
                Dalam urusan misi TMC, Penerbang dan Navigator Skadron Udara 31 memiliki kemampuan yang tinggi, seperti mampu menganalisa bentuk awan yang berpotensi untuk menjadi hujan terutama di atas wilayah yang terjadi kebakaran lahan. Selain itu mampu melaksanakan terbang instrumen dengan baik mengingat visibilty (jarak pandang) di wilayah Pekanbaru termasuk di Lanud Roesmin Nurjadin sebagai pangkalan aju sangat terbatas (below minima). Untuk mengatur rate of flow dari bahan semai yang akan ditabur juga perlu keahlian khusus mengaturnya supaya dihasilkan penaburan yang effektif. Selain itu crew mampu melaksanakan perbaikan terhadap pesawat apabila mengalami kendala teknis. (Letkol Sus Sonaji Wibowo)

Amgkasa