Beberapa tahun terakhir, TNI AL
cukup giat melakukan uji penembakan rudal yang menjadi arsenal
andalannya. Pada Latihan Gabungan TNI tahun 2013 juga dilaksanakan
latihan penembakan rudal anti kapal sebagai salah satu bagian dari
skenario latihan. Berdasar rilis Dispenarmatim :
Penembakkan senjata strategis milik
TNI Angkatan Laut telah dilaksanakan. Tepat pukul 14.30 Wib hari ini,
Kamis (2/4) Rudal Exocet MM 40 melesat dari KRI Sultan Iskandar Muda-367
mengarah pada sasaran yaitu ex. KRI Teluk Semangka-512 sejauh kurang
lebih 30 Nautical Mile di perairan Laut Jawa. Selang dua menit
kemudian KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355 menembakkan Rudal C 802
dengan sasaran yang sama. Disusul kemudian dari KRI Cakra-401
meluncurkan Torpedo SUT (Surface and Underwater Target) melaju
deras di bawah air menuju sasaran ex. KRI Teluk Semangka-512.
Senjata-senjata strategis andalan TNI Angkatan Laut tersebut berhasil
mengenai sasaran, hal ini ditandai dengan ex. KRI Teluk Semangka-512
nampak perlahan-lahan mulai tenggelam.
Rudal MM-40 Exocet pertama-tama
menghantam sisi samping ruang kargo kapal sasaran, kemudian setelah 122
detik flight time, maka giliran rudal C-802 mampu menghantam bagian
haluan kapal sasaran ex-KRI TSK. Kedua rudal meledak di dalam badan
kapal sasaran dan membuat kapal sasaran terbakar dengan asam hitam
mengepul ke udara.
TNI AL terbilang rajin menguji coba
rudal anti kapalnya, dari data yang dipublikasikan dimulai dengan rudal
Yakhont yang paling tidak sudah 2 kali diuji, rudal Exocet paling tidak 2
kali, dan Rudal C-802 paling tidak 3 kali. Pada Armada Jaya 2011 telah
dilakukan penembakan Yakhont dan Exocet, Yakhont yang ditembakkan dari
jarak 250km yang mendekati jangkauan maksimalnya masih gagal menghantam
sasaran, sedangkan MM-40 Exocet yang ditembakkan dari jarak >40km
sukses menghantam sasaran ex KRI Teluk Bayur . Sedangkan pada uji coba
rudal Yakhont yang kedua diluncurkan dari KRI OWA dengan jarak 185km
telah berhasil mencapai sasaran ex-KRI Teluk Berau dalam waktu 2 menit
dan langsung menenggelamkan sasaran sehingga uji coba rudal anti
permukaan lain terpaksa dibatalkan. Dari hasil evaluasi dapat dikatakan
bahwa rudal Yakhont memiliki jangkauan yang relatif lebih jauh dibanding
rudal lain dalam arsenal TNI AL dan memiliki efek lethal yang
dibuktikan dari langsung tenggelamnya sasaran beberapa menit setelah
rudal menghantam sasaran. Namun, harus pula diperhatikan dalam uji coba
>200km rudal yakhont masih belum bisa menemukan sasaran yang
diinginkan, sehingga harus menjadi catatan dalam uji coba dan penggunaan
rudal ini di masa yang akan datang.
MM-40 Exocet dan C-802 secara umum
berada pada kelas yang sama meskipun harga C-802 dikatakan jauh lebih
murah dari MM-40 Exocet. Kedua rudal ini sama-sama bertipe sea skimming dengan warhead seberat
165kg. Meskipun kecepatannya hanya subsonik, kedua rudal ini baru akan
dideteksi musuh pada jarak 6000-8000 meter dari sasaran karena profil
terbangnya yang hanya beberapa meter dari permukaan laut. Meskipun
supersonik, rudal yakhont akan dideteksi musuh yang memiliki radar kuat,
karena profil terbang rudal ini adalah menanjak ke ketinggian ribuan
meter sebelum menukik, pada saat menanjak inilah rudal tidak bisa
memanfaatkan kelengkungan bumi untuk bersembunyi. Namun kecepatan rudal
akan membuat reaction time yang dimiliki musuh akan hampir sama
jika dibandingkan untuk menghadapi rudal subsonik. Dari 2 kali uji coba
exocet, uji coba pertama berhasil menghantam ex-KRI Teluk
Bayur, hasil ini dibuktikan dengan terdengarnya ledakan pada sonar KRI
eksekutor pada waktu yang sesuai dengan kalkulasi flight time Exocet. Uji coba kedua juga berhasil menghantam ex-KRI
Teluk Semangka pada bagian dek kargo. Untuk uji coba C-802 sendiri
platformnya berubah-ubah sehingga membuktikan rudal ini mampu
diintegrasikan pada beberapa jenis KRI. Uji coba terakhir dilakukan dari
KRI AHP, frigate kelas Van Speijk. Setelah melayang selama 122 detik,
rudal C-802 mampu menghantam sasaran pada bagian haluan kapal. Jika
sasaran adalah kapal korvet/frigat dijamin akan meledak hebat karena
bagian yang dihantam biasanya menjadi tempat penyimpanan amunisi meriam.
Keberhasilan uji coba ini juga menjawab keraguan keraguan yang muncul
karena uji coba sebelumnya dianggap kurang memuaskan. Yang harus
menjadi catatan bahwa karakteristik rudal seperti C-802 dan Exocet
adalah membuat internal fire dengan menembus badan kapal dan meledak di
dalam. Warhead yang dibawa tidaklah seberat rudal yakhont dan energi
kinetiknya juga tidak sebesar rudal yakhont karena kecepatannya yang
subsonik. Jadi dalam hasil uji coba bisa dilihat bahwa lubang penetrasi
rudal C-802 dan Exocet tidaklah besar dan kapal tidak langsung tenggelam
seperti ketika dihantam yakhont. Namun, kapal akan terbakar perlahan
sehingga kapal akan terbakar dan tenggelam atau paling tidak disabled sehingga menurunkan kekuatan armada musuh.
Dari uji coba-uji coba yang telah
dilaksanakan, penulis ingin mencoba mengajukan analisa dan pendapat
pribadi penulis berdasarkan faktor faktor teknis dan non teknis.
Dari faktor teknis bisa dibagi dalam dua
hal yaitu kelengkapan sistem pendukung alutsista dan penggunaan
alutsista. Dari sisi pendukung alutsista, harus kita sadari bahwa
kelengkapan pesawat terbang sayap tetap dan sayap putar yang dimiliki
oleh TNI AL masih sangat terbatas. Padahal, mata di udara menjadi sangat
penting mengingat keterbatasan jangkauan radar kapal terhadap target
permukaan dikarenakan kelengkungan bumi, sehingga rata-rata untuk target
permukaan jangkauan maksimal radar adalah 30-40km tergantung ketinggian
radar. Mengingat faktor tersebut, harus kita sayangkan kebanyakan
pesawat TNI AL masih mengandalkan perlengkapan visual dalam membantu
tugas kapal permukaan. Unit yang sudah dilengkapi radar pun belum bisa
berkomunikasi data secara kontinu karena belum dilengkapi dengan datalink
sehingga masih mengandalkan komunikasi suara. Alangkah bagusnya jika
heli AKS (Anti Kapal Selam) dan CN-235 ASW milik TNI AL nanti dilengkapi
dengan radar dan kemampuan datalink, sehingga bisa memaksimalkan
potensi penggunaan rudal anti kapal serta mampu mendeteksi ancaman lebih
dini dan menyampaikannya ke gugus tugas armada kawan. Dari sisi
penggunaan alutsista, nampaknya pemilihan jarak sasaran yang masih
berkisar pada puluhan KM selain untuk meningkatkan probabilitas
perkenaan rudal, juga agar flight trajectory rudal bisa
dimonitor kapal eksekutor. Sasaran di jarak 30-40km masih berada pada
jangkauan radar kapal sehingga plotting lintasan rudal bisa dilakukan
dengan lebih mudah. Jika sasaran berada di luar jangkauan radar kapal,
maka diperlukan sistem OTHT (Over the horizon targetting) untuk
mengetahui lokasi sasaran, dalam prakteknya biasanya proses ini dibantu
oleh pesawat/helikopter yang membawa radar maritim. Tanpa adanya
bantuan, maka jika perkiraaan lokasi sasaran didapatkan, maka mode
peluncuran yang dimungkinkan adalah moda BOL (Bearing Only Launch)
dimana rudal diset untuk meluncur ke arah tertentu dan akan mencari
sasaran pada baringan tersebut sesuai jarak perkiraan, menjelang jarak
perkiraaan maka rudal akan mengaktifkan radarnya untuk mengunci kapal
sasaran. Tentu saja dalam proses ini kapal eksekutor tidak akan punya
kemampuan memonitor pergerakan rudal karena sudah diluar horizon. Oleh
karena itu, dukungan pesawat/heli yang dilengkapi radar maritim dan
datalink akan sangat meningkatkan kemampuan tempur TNI AL. Seiring
dengan peningkatan itu, maka rudal anti kapal akan berkembang menjadi
lebih canggih sehingga mendukung fitur waypoint untuk coordinated attack, target selection, target switching, dan target re-acquisition. Fitur-fitur ini disebut akan muncul dalam pengembangan selanjutnya dari rudal C-802 dan MM-40 Exocet.
Dari sisi non teknis, seringnya uji coba
menunjukkan kesungguhan para pimpinan dan pemangku kebijakan dalam
membina profesionalitas dan kapabilitas TNI AL. Hal ini patut kita
dukung karena berdasar pengalaman-pengalaman sebelumnya, uji coba rudal
anti kapal cukup jarang dilakukan sehingga rudal hanya disimpan. Uji
coba yang dilakukan ketika rudal menjelang masa expired juga
terbukti kurang memuaskan karena selain membahayakan juga kemampuan
rudal akan jauh berkurang. Dalam sejarahnya TNI AL pernah melakukan uji
coba rudal Harpoon dari jarak 5km (jauh dari jangkauan maksimal rudal
harpoon) dan pernah mengalami kegagalan dalam uji coba MM-38 Exocet yang
meluncur ke laut. Uji coba yang sukses, selain menjamin profisiensi
awak kapal dalam pertempuran, juga menjadi moral boost bagi awak kapal yang akan makin percaya diri dalam menggunakan rudal tersebut dalam operasi.
Selain faktor faktor diatas, yang harus
kita dorong dan perhatikan adalah penguasaan teknologi rudal untuk
kemandirian. Beberapa tahun terakhir kita jamak mendengar gaung dari
program Joint Production rudal C-705 yang merupakan proses Transfer of Technology
dari paket pembelian rudal C-705 dari China. Kedepannya kita harus
senantiasa mengawal dan mendukung proses ini, karena kalau kita bisa
membuat sendiri akan lebih berdampak strategis. Dengan kemandirian,
jumlah rudal dalam arsenal kita akan lebih sulit diketahui, selain itu
kita tidak akan terpengaruh jika mendapatkan embargo senjata dari
produsen alutsista.