Pages

Monday, 4 August 2014

Ketahuan Rusia, Pesawat Mata-mata AS Melipir ke Swedia

Insiden ini terjadi sehari selang jatuhnya Malaysia Airlines MH17.
Pesawat mata-mata RC-135 Rivet Joint 
 
- Adegan "kucing-kucingan" terjadi antara pesawat mata-mata Amerika Serikat dan jet tempur Rusia, sehari setelah pesawat Malaysia Airlines jatuh di Ukraina, 17 Juli lalu. Menghindari pertemuan dengan jet Rusia, pesawat AS pilih "melipir" ke Swedia, walau tidak punya izin masuk.

Diberitakan CNN, Minggu 3 Agustus 2014, insiden pada 18 Juli lalu itu terjadi saat pesawat mata-mata RC-135 Rivet Joint milik AS melintas di wilayah udara internasional dalam misi memantau militer Rusia. Menurut pejabat militer AS yang tidak disebutkan namanya, aktivitas ini terdeteksi oleh radar darat Rusia.

Rusia kemudian mengirimkan satu jet tempur untuk mengintersepsi pesawat AS itu. Kru RC-135 lantas mengambil langkah cepat agar tidak bertemu jet Rusia. Mereka banting stir ke wilayah terdekat, yaitu Swedia. Padahal, belum ada ada izin masuk dari militer negara tersebut.

Atas insiden ini, AS kini punya masalah dengan pemerintah Swedia. AS harus menjelaskan pada Swedia bahwa pesawat mereka harus ambil langkah cepat tanpa harus menunggu izin masuk diberikan.

Insiden ini pertama kali dilaporkan oleh kantor berita Swedia Svenska Dagbladet. Pemerintah Rusia belum mengeluarkan pernyataan terkait peristiwa ini.

Ini bukan kali pertama peristiwa serupa terjadi antara pesawat AS dan Rusia. Pada 23 April lalu, pesawat jet tempur Rusia Su-27 Flanker hampir tabrakan dengan pesawat mata-mata RC-135u di atas Laut Okhotsk antara Rusia dan Jepang. Saat itu, kedua pesawat hanya terpaut jarak 100 kaki.

Perang sipil di Ukraina dan jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 di Donetsk, Ukraina, yang menewaskan 298 orang membuat hubungan AS dan Rusia tegang. AS menuduh Rusia telah mempersenjatai militan separatis Ukraina yang diduga menembak jatuh pesawat MH17. Rusia sebelumnya telah berkali-kali membantah keterlibatannya di Ukraina. (ita)

RI Jadi Poros Maritim Sangat Realistis
Senin, 04 Agustus 2014 , 15:17:00 WIB
Jurnas.com | 
Keinginan Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dinilai sangat realistis. Hal ini ditopang dua alasan kuat yakni, kelahiran Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan letak Indonesia secara geografis yang menciptakan posisi tawar secara internasional.
“Kelahiran APEC mengisyaratkan masa Mediterannia dan Atlantik berakhir dan bergeser ke Asia Pasifik. Indonesia berada di jantung wilayah ini sehingga dapat memainkan peran sentral. Konon, di kawasan ini terdapat 25.000 kepulauan. Mayoritasnya berada di selatan khatulistiwa,“ kata Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun di Jakarta, Senin (4/8).
Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tentu harus melihatnya sebagai peluang. Kondisi obyektif secara geografis menciptakan posisi tawar tersendiri secara internasional untuk belahan utara dan selatan dunia.
Kebijakan yang fokus dan terukur serta konsisten, katanya, menjadi mesin untuk merealisasikan mimpi tersebut. Sebab kebijakan diperuntukkan membawa perubahan sistimatis mencapai tujuan.
Menurut dia, untuk mengetahui batas pemberlakuan kebijakan, maka penting mendalami makna kata maritim. Indonesia sering dijuluki sebagai negara kelautan, negara kepulauan dan negara maritim. Julukan tersebut memiliki keterkaitan erat. Negara kelautan karena laut mendominasi wilayah negara yakni nisbah laut berbanding darat sebagai 3 : 1.
Fakta ini terkait kodrat Indonesia juga sebagai negara kepulauan di mana struktur geografinya terdiri dari ribuan pulau berukuran mikro, kecil sampai besar (kontinen). Maka jelas, jumlah pulau berbanding lurus dengan luas laut dan berakibat panjangmya garis pantai.
Sementara negara maritim ditujukan bagi negara yang mampu mengelola lautnya untuk kejayaannya baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan serta keamanannya. “Jadi, nyata bahwa makna kelautan lebih sempit dari kemaritiman,” katanya.
Professor di Bidang Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Pattimura, Ambon, ini mengatakan ada empat pengubah penting dalam pengelolaan laut sebagai ukuran suatu negara maritim yang kuat. Ukuran dimaksud berupa kemampuan pemanfaatan, pengawasan, pengamanan dan pengendalian lautnya.
Laut memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi produksi dan penawar jasa. Mengelola fungsi produksi bermuara pada sehatnya laut untuk menghasilkan sumberdaya hayati dalam jumlah masif sesuai luasan fisiknya sebagai habitat sehingga dinikmati nilai ekonominya.
Mengelola jasa berarti mengembangkan kebijakan yang menggunakan laut sebagai media konektivitas untuk mengatasi kesenjangan pembangunan dan memanfaatkan keindahan (beauty) pesisir dan laut untuk pariwisata (marine ecotourism) sekaligus mengelola kodrat geografi untuk kepentingan politik internasional.
“Inilah substansi kebijakan poros maritim alias doktrin Jokowi-JK,” katanya.
- See more at: http://m.jurnas.com/news/144807/RI-Jadi-Poros-Maritim-Sangat-Realistis-----2014/1/Ekonomi/Ekonomi/#sthash.lU3dTlGd.dpuf
RI Jadi Poros Maritim Sangat Realistis
Senin, 04 Agustus 2014 , 15:17:00 WIB
Jurnas.com | 
Keinginan Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dinilai sangat realistis. Hal ini ditopang dua alasan kuat yakni, kelahiran Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan letak Indonesia secara geografis yang menciptakan posisi tawar secara internasional.
“Kelahiran APEC mengisyaratkan masa Mediterannia dan Atlantik berakhir dan bergeser ke Asia Pasifik. Indonesia berada di jantung wilayah ini sehingga dapat memainkan peran sentral. Konon, di kawasan ini terdapat 25.000 kepulauan. Mayoritasnya berada di selatan khatulistiwa,“ kata Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun di Jakarta, Senin (4/8).
Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tentu harus melihatnya sebagai peluang. Kondisi obyektif secara geografis menciptakan posisi tawar tersendiri secara internasional untuk belahan utara dan selatan dunia.
Kebijakan yang fokus dan terukur serta konsisten, katanya, menjadi mesin untuk merealisasikan mimpi tersebut. Sebab kebijakan diperuntukkan membawa perubahan sistimatis mencapai tujuan.
Menurut dia, untuk mengetahui batas pemberlakuan kebijakan, maka penting mendalami makna kata maritim. Indonesia sering dijuluki sebagai negara kelautan, negara kepulauan dan negara maritim. Julukan tersebut memiliki keterkaitan erat. Negara kelautan karena laut mendominasi wilayah negara yakni nisbah laut berbanding darat sebagai 3 : 1.
Fakta ini terkait kodrat Indonesia juga sebagai negara kepulauan di mana struktur geografinya terdiri dari ribuan pulau berukuran mikro, kecil sampai besar (kontinen). Maka jelas, jumlah pulau berbanding lurus dengan luas laut dan berakibat panjangmya garis pantai.
Sementara negara maritim ditujukan bagi negara yang mampu mengelola lautnya untuk kejayaannya baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan serta keamanannya. “Jadi, nyata bahwa makna kelautan lebih sempit dari kemaritiman,” katanya.
Professor di Bidang Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Pattimura, Ambon, ini mengatakan ada empat pengubah penting dalam pengelolaan laut sebagai ukuran suatu negara maritim yang kuat. Ukuran dimaksud berupa kemampuan pemanfaatan, pengawasan, pengamanan dan pengendalian lautnya.
Laut memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi produksi dan penawar jasa. Mengelola fungsi produksi bermuara pada sehatnya laut untuk menghasilkan sumberdaya hayati dalam jumlah masif sesuai luasan fisiknya sebagai habitat sehingga dinikmati nilai ekonominya.
Mengelola jasa berarti mengembangkan kebijakan yang menggunakan laut sebagai media konektivitas untuk mengatasi kesenjangan pembangunan dan memanfaatkan keindahan (beauty) pesisir dan laut untuk pariwisata (marine ecotourism) sekaligus mengelola kodrat geografi untuk kepentingan politik internasional.
“Inilah substansi kebijakan poros maritim alias doktrin Jokowi-JK,” katanya.
- See more at: http://m.jurnas.com/news/144807/RI-Jadi-Poros-Maritim-Sangat-Realistis-----2014/1/Ekonomi/Ekonomi/#sthash.lU3dTlGd.dpuf
RI Jadi Poros Maritim Sangat Realistis
Senin, 04 Agustus 2014 , 15:17:00 WIB
Jurnas.com | 
Keinginan Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dinilai sangat realistis. Hal ini ditopang dua alasan kuat yakni, kelahiran Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan letak Indonesia secara geografis yang menciptakan posisi tawar secara internasional.
“Kelahiran APEC mengisyaratkan masa Mediterannia dan Atlantik berakhir dan bergeser ke Asia Pasifik. Indonesia berada di jantung wilayah ini sehingga dapat memainkan peran sentral. Konon, di kawasan ini terdapat 25.000 kepulauan. Mayoritasnya berada di selatan khatulistiwa,“ kata Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun di Jakarta, Senin (4/8).
Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tentu harus melihatnya sebagai peluang. Kondisi obyektif secara geografis menciptakan posisi tawar tersendiri secara internasional untuk belahan utara dan selatan dunia.
Kebijakan yang fokus dan terukur serta konsisten, katanya, menjadi mesin untuk merealisasikan mimpi tersebut. Sebab kebijakan diperuntukkan membawa perubahan sistimatis mencapai tujuan.
Menurut dia, untuk mengetahui batas pemberlakuan kebijakan, maka penting mendalami makna kata maritim. Indonesia sering dijuluki sebagai negara kelautan, negara kepulauan dan negara maritim. Julukan tersebut memiliki keterkaitan erat. Negara kelautan karena laut mendominasi wilayah negara yakni nisbah laut berbanding darat sebagai 3 : 1.
Fakta ini terkait kodrat Indonesia juga sebagai negara kepulauan di mana struktur geografinya terdiri dari ribuan pulau berukuran mikro, kecil sampai besar (kontinen). Maka jelas, jumlah pulau berbanding lurus dengan luas laut dan berakibat panjangmya garis pantai.
Sementara negara maritim ditujukan bagi negara yang mampu mengelola lautnya untuk kejayaannya baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan serta keamanannya. “Jadi, nyata bahwa makna kelautan lebih sempit dari kemaritiman,” katanya.
Professor di Bidang Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Pattimura, Ambon, ini mengatakan ada empat pengubah penting dalam pengelolaan laut sebagai ukuran suatu negara maritim yang kuat. Ukuran dimaksud berupa kemampuan pemanfaatan, pengawasan, pengamanan dan pengendalian lautnya.
Laut memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi produksi dan penawar jasa. Mengelola fungsi produksi bermuara pada sehatnya laut untuk menghasilkan sumberdaya hayati dalam jumlah masif sesuai luasan fisiknya sebagai habitat sehingga dinikmati nilai ekonominya.
Mengelola jasa berarti mengembangkan kebijakan yang menggunakan laut sebagai media konektivitas untuk mengatasi kesenjangan pembangunan dan memanfaatkan keindahan (beauty) pesisir dan laut untuk pariwisata (marine ecotourism) sekaligus mengelola kodrat geografi untuk kepentingan politik internasional.
“Inilah substansi kebijakan poros maritim alias doktrin Jokowi-JK,” katanya.
- See more at: http://m.jurnas.com/news/144807/RI-Jadi-Poros-Maritim-Sangat-Realistis-----2014/1/Ekonomi/Ekonomi/#sthash.lU3dTlGd.dpuf