Pages

Monday, 9 March 2015

Diplomasi "Zero Enemy" Itu Mustahil Dilaksanakan

Wakil Presiden Jusuf Kalla

JAKARTA, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa jargon "one thousand friends, zero enemy" yang selama ini diusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menjalankan politik luar negeri mustahil dilaksanakan. Dalam berpolitik dengan negara lain, menurut Kalla, mustahil jika Indonesia selalu sependapat dengan negara lain.

Demikian pula dengan pelaksanaan eksekusi mati yang ditentang sejumlah negara lain. Indonesia dianggap Kalla tidak harus sependapat dengan negara lain.

"Enggak mungkin, tidak mungkin Anda sependapat semua dengan satu negara. Jadi kalau voting, netral terus?" kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Oleh karena itu, Kalla menilai jargon mengenai diplomasi luar negeri yang diusung SBY tersebut perlu dievaluasi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana pernah menyarankan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk meninggalkan tafsir "one thousand friend, zero enemy" yang disuarakan pemerintahan SBY. Menurut Hikmahanto, tafsir tersebut tak bisa menjaga kedaulatan Indonesia.

Ia pun menilai Jokowi perlu menyampaikan tafsir baru mengenai kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dalam setiap kunjungan kenegaraan yang dilakukannya. Dalam tafsir baru yang dapat disebut sebagai "Doktrin Jokowi", lanjut Hikmahanto, politik luar negeri bebas aktif ditafsirkan sebagai "all nations are friends until Indonesia's sovereignty is degraded and national interest is jeopardized" atau "semua negara adalah sahabat sampai kedaulatan Indonesia direndahkan dan kepentingan nasional dirugikan."

Pendapat serupa pernah disampaikan Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma. Menurut dia, politik luar negeri Indonesia tak akan bisa mengambil sikap tegas bila tetap memakai jargon itu.

Rizal berpendapat bahwa pemerintah harus berkata tegas dan terus terang ketika keinginan Indonesia memang berlainan dengan negara mitranya. Namun, ujar dia, perbedaan itu nantinya bisa didiskusikan bersama untuk mendapatkan solusi terbaik. (KOMPAS.com)