Pages

Friday, 5 July 2013

Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan


      Pendahuluan.
          Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong  di belakang suatu     transformasi  institusi. Demikian juga dengan transformasi Angkatan Darat. Tentara Nasional Indonesia   Angkatan Darat harus berubah menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Disamping itu, untuk mendukung perwujudan profesionalisme prajurit Angkatan Darat, sebagai konsekuensi logis alat pertahanan negara di darat, Angkatan darat dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan tugas yang akan datang.
          Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Konsekuensinya, penataan  terhadap sistem pendidikan, latihan, materiil, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, pengelolaan anggaran, persenjataan dan bahkan kebijakan Angkatan Darat perlu dilakukan oleh generasi mendatang.
          Penataan merupakan salah satu hal mendasar yang harus dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini perwujudan kekuatan Angkatan Darat yang handal agar selalu siap dalam merespon dan menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah. Untuk itu TNI Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi berbagai perubahan. 
Latar belakang.
          Saat ini sifat ancaman tidak lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman nonmiliter atau ancaman nontradisional. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah untuk diprediksi.

          Mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi, semua komponen pertahanan negara dan unsur-unsur diluar bidang pertahanan dituntut untuk saling mendukung dan bersinergi satu dengan yang lain, dengan senantiasa mengindahkan tataran dan lingkup kewenangan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantara ancaman aktual yang menuntut sinergitas yang tinggi dalam penanganannya dan harus mendapat perhatian yang serius pada saat ini dan kedepan, adalah ancaman terhadap konflik di wilayah perbatasan dan keamanan pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme, bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. 
          Kesiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan, pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang maupun panjang. Ancaman aktual ataupun ancaman potensial yang sifatnya militer akan berpengaruh langsung terhadap pertahanan negara, sedangkan ancaman yang bersifat nonmiliter secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertahanan negara.
          Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, maka Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula.
          Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia, menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3) mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, (9) membantu tugas pemerintah di daerah, (10) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang. (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
          Dengan demikian Angkatan Darat perlu mengantisipasi meluasnya tugas-tugas tersebut serta perlu membuka diri terhadap kemungkinan bertambahnya tugas-tugas yang saat ini belum tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, dan tugas lain yang berada diluar jurisdiksi profesionalisme militer tradisional.  
Mengapa Angkatan Darat perlu melakukan transformasi.
          Sekalipun masa depan akan membawa serta perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan bersifat konstan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konflik cenderung membawa serta dinamika dan interaksi yang kemudian memberikannya “ruang” untuk terus berlanjut dan bahkan bergulir lebih jauh dari tujuan awal para pihak yang berhadapan. Asumsi tersebut membuahkan konsekuensi tersendiri bagi Angkatan Darat. Kemampuan Angkatan Darat perlu dibangun berdasarkan pertimbangan kebutuhan satuan sendiri, lawan, penduduk, dan variable lain. Selain itu, Angkatan Darat berpotensi dihadapkan pada operasi yang relatif berkelanjutan, sehingga dituntut memiliki “adaptabilitas operasional”.
          Proses ini dihadapkan dengan ketiga parameter strategi pertahanan nasional, yaitu menjawab shape, respond dan prepare for tomorrow. Pertanyaan pertama dan kedua mungkin mudah, akan tetapi menjawab pertanyaan ketiga inilah yang memerlukan dukungan dan fokus kepada transformasi rencana pertahanan nasional. Beberapa negara Asia (Thailand, Korea Selatan, Filipina), Amerika latin dan Afrika menganggap transformasi yang dilakukan TNI akan  sama halnya dengan apa yang telah mereka lakukan yaitu suatu upaya yang lebih profesional dengan cara memanfaatkan akuisisi teknologi sebagai langkah awal transformasi. Langkah awal ini tentunya akan diikuti dengan modernisasi perangkat lunaknya seperti doktrin, taktik, organisasi dan infrastrukturnya. Upaya-upaya ini diliput dalam kegiatan yang mereka kenal dengan definisi revolusi urusan militer atau RMA (Revolution in Military Affairs), inilah mungkin yang perlu dicermati dan diharapkan.
          Mencermati fenomena tersebut tentu saja keberadaan Angkatan Darat tidak serta merta mengikuti berbagai pengembangan model RMA yang dilakukan di belahan lain dunia. TNI Angkatan Darat lebih mengedepankan pada perwujudan SDM berkualitas, seperti yang saat ini sedang berjalan yaitu proses kaji ulang pembinaan personel dan perlunya proses kaji ulang kesinambungan pola pembinaan pendidikan dengan pola pembinaan latihan  yang mensinergikan kecabangan-kecabangan yang ada di Angkatan Darat. Kekuatan utama Angkatan Darat terletak pada profesionalitas, soliditas dan kualitas prajurit Angkatan Darat serta kedekatannya dengan rakyat, sehingga peran sumber daya manusia dalam pembinaan Angkatan Darat bersifat mutlak, karena bagaimanapun keberhasilan atau kegagalan pembinaan kekuatan dan kemampuan Angkatan Darat diantaranya sangat ditentukan oleh kualitas personelnya.
          Konsep transformasi  bagi Angkatan Darat bukanlah suatu yang baru. Konsep tersebut populer dikarenakan negara-negara besar beranggapan tuntutan revolusi urusan militer dan dukungan terhadap revolusi urusan bisnis (termasuk revolusi urusan industri pertahanan), akan berhasil mencapai sasaran bila mampu mentransformasikan rencana pertahanan dan proses alokasi sumber daya pertahanan nasional secara tepat, cepat, efektif dan efisien.
Desain transformasi Angkatan Darat.
          Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada aspek realitas, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak pernah tunggal melainkan jamak dan bersifat multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Respon berbagai negara di dunia menyikapi perubahan karateristik bentuk ancaman di abad ke-21, adalah dengan mengembangkan RMA (Revolution in Military Affairs) dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan pola peperangan modern (modern warfare) yang sekaligus merubah karakteristik perang dimasa kini dan mendatang. Walaupun perang bukan pilihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antar negara, namun pembangunan kekuatan militer di dunia tetap menonjol mengingat kekuatan militer merupakan bagian dari alat diplomasi.
          Format modern dalam pembahasan ini lebih pada pengembangan strategi, taktik dan teknik bertempur kedepan serta meninggalkan kebiasaan lama dan tidak lagi membenarkan kebiasaan yang berorientasi pada pola peperangan lama yang sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju di dunia. Mindset kedepan adalah membiasakan penggunaan strategi, taktik dan teknik yang benar dan sesuai dengan fenomena kekinian dan sensitifitas lainnya yang perlu ditinggalkan seperti adanya pemikiran yang masih bersifat linier dan regular. Pemikiran kedepan harus tidak terbelenggu dengan pola peperangan masa lalu dan tidak ragu untuk melakukan perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang.  
Sasaran Transformasi.
          Pada masa lalu, hubungan elit sipil-militer di negeri ini diselesaikan dengan menegasikan dikotomi sipil-militer. Apakah dengan menegasikan isu ini, akan menyelesaikan masalah? Dua kubu yang berbeda peran, strategi dan perilakunya tersebut hampir dipastikan akan tetap menjadi isu utama bila tidak ada upaya untuk saling bersinergi satu dengan lainnya. Masalah berikutnya yang juga cukup krusial adalah trauma yang dialami publik tentang masa lalu TNI. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat menjadi solusi bagi isu-isu tersebut di atas yang salah satunya harus dilakukan melalui transformasi peran di lingkungan TNI khususnya TNI AD.
          Disamping itu, sasaran berikutnya adalah agar terwujud sinergitas, adaptabilitas dan interoperabilitas dari TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan misinya baik dalam rangka operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) bersama-sama dengan unsur-unsur TNI dan militer lainnya, masyarakat sipil (politisi, ekonom, sosiawan, budayawan), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Polri, unsur pemerintah pusat dan daerah serta komponen-komponen bangsa lainnya termasuk juga dengan negara-negara sahabat. 
Konsep transformasi.
          Konsep transformasi, pada dasarnya tidak cukup dengan sekedar menata ulang administrasi dan menata koordinasi, tetapi lebih kepada konsep kuncinya, yaitu menata organisasi yang berorientasi serta fokus kepada “perubahan operasional”. Begitu luar biasanya proses transformasi jika dikembangkan dengan mencermati dan memerhatikan komponen-komponennya, terutama komponen “input dan output”. 
          Ada tiga komponen “input”, yaitu komponen  transformasi teknologi dan persenjataan, komponen  transformasi struktur kekuatan, dan komponen transformasi  operasi penggunaan kekuatan.  Komponen transformasi teknologi dan persenjataan dapat dibagi-bagi dalam sistem informasi dan pemetaan posisi geografi, teknologi dan subkomponennya, platform baru alat utama persenjataan (Alutsista) dan “munisi pintar” (smart ammunitions). Komponen transformasi  struktur kekuatan dapat dibagi dalam susunan kekuatan tempur dan organisasinya, dukungan logistik dan mobilitasnya, struktur komando dan C4ISR, sistem pangkalan dan kehadiran kekuatannya di tempat yang jauh dari dukungan pangkalannya. Komponen transformasi operasi penggunaan kekuatan terbagi dalam jejaring antar kekuatan, doktrin operasi gabungan, doktrin Angkatan masing-masing, rencana kampanye dan  wilayah atau mandalanya.
          Sebagai “output”nya ada beberapa bagian seperti perbaikan distribusi penembakan, kapasitas manuvernya, mempertahankan hidup termasuk logistiknya, kapasitas untuk lebih baik dalam melaksanakan misi dan operasinya serta kapasitas untuk mendukung spektrum operasi yang lebih luas baik yang bersifat strategis maupun kontinjensi.
          Kapasitas TNI untuk segera beradaptasi dengan perubahan strategis dan misinya, melalui doktrin operasi gabungan dalam konsep operasi baru guna membangun dan menggunakan kekuatan transformasi yang berasumsi dalam jangka panjang, akan menghadapi ancaman baik simetrik maupun asimetrik dengan derajat peluang “cukup besar”. Untuk itu diperlukan konsep operasi yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu, Pertama, konsep operasi untuk membangun kekuatan transformasi antara lain, Satuan Kekuatan Gabungan untuk melaksanakan aksi balas segera pada awal-awal pertempuran, jaminan sistem informasi dan jejaring kerjanya, penyesuaian ulang kehadirannya  di  tempat yang jauh (far ground-sea presence) dan mobilitas yang lebih baik bila sewaktu-waktu terjadi pergeseran kekuatan baik yang sudah diproyeksikan maupun belum.  Kedua,  konsep operasi untuk penggunaan kekuatan transformasi antara lain operasi atau peperangan anti-litoral dalam rangka proyeksi kekuatan ke darat, berikutnya sasaran stand-off dan masuk dengan paksaan dalam rangka anti akses atau menolak ancaman, jaminan pukulan taktis jauh kedalam dari suatu sasaran dalam rangka penggunaan kekuatan secara efektif dengan kekuatan udara gabungan, operasi tempur yang mematikan dan manuver jauh kedalam bagi aset kekuatan daratnya. Operasi yang sangat terencana dan jaminan kelangsungan operasi tersebut hendaknya mampu berlangsung dalam jangka panjang.
          Selanjutnya membangun kurikulum operasi gabungan, dimulai dari operasi gabungan urusan sipil (joint civil affairs operation), operasi gabungan sipil-militer (joint civil-military operation) dan operasi gabungan militer  (joint  military  operation),  yang  dapat  diikuti  elit  sipil  di semua tingkatan termasuk salah satunya dibidang pendidikan (antara lain memberikan kesempatan kepada generasi muda kandidat elit politik, eksekutif maupun yudikatif untuk dapat mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tertinggi Angkatan, TNI maupun Nasional). Kalau di negara lain kebijakan pendidikan seperti ini sangat efektif, kenapa tidak dicoba di negeri ini? Sekurang-kurangnya membangun format “knowledge-based” antara elit sipil dan militer tentang kepentingan nasional, strategi nasional, strategi keamanan nasional, substrategi DIME (Diplomasi, Informasional, Militer dan Ekonomi nasional), serta turunannya seperti kebijakan nasional dan program-program nasionalnya. Pembinaan dan pendidikan latihan “gabungan” dengan pihak/organisasi sipil dan pembinaan “think-tank” yang profesional dimaksudkan agar generasi muda sipil yang akan datang lebih mengerti fenomena yang terjadi dalam tubuh TNI, demikian juga sebaliknya.
          Konsep OBE (Operasi Berbasiskan Efek) yang melibatkan badan di luar TNI, termasuk NGO/LSM. Konsep ini lebih banyak pada konsep operasi militer atau perencanaan pembangunan kekuatan TNI dengan memperbanyak membangun “think-tank” resmi yang didalamnya terdiri dari pakar-pakar sipil, militer aktif dan purnawirawan TNI untuk membangun proses transformasi TNI kedepan. Pembinaan “think-tank” akan lebih memberikan pandangan akademik dan ilmiah, konstruktif terhadap semua perangkat lunak organisasi, doktrin, sistem informasi dan lain-lainnya. Konsep seperti ini akan mendemonstrasikan gabungan antara kearifan intelektual, profesional, kepemimpinan dan pengalaman komandan di lapangan guna membangun suatu infrastruktur berikut perangkatnya menjadi lebih kokoh. Konsep yang ditawarkan di atas tadi, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengeliminir sisa-sisa trauma publik yang ada. 
Transformasi peran institusi Angkatan Darat dalam menghadapi perubahan.
          Transformasi peran institusi Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan perlu didukung oleh berbagai pihak. Transformasi ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama secara nasional untuk peran yang seharusnya dijalankan. Hubungan antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat menentukan bagi keberlangsungan transformasi peran institusi TNI khususnya Angkatan Darat kearah pencapaian tujuan sesuai dengan yang dikehendaki bersama. Angkatan Darat sebagai subsistem dalam sistem nasional Indonesia akan sangat terikat dengan pembagian tugas, struktur hirarkhis, aturan-aturan tingkah laku yang formal dan sasaran-sasaran masyarakat atau pola-pola hubungan antara struktur sosial dengan sistem-sistem normatif yang berkaitan dengan struktur sosial, dimana semua itu merupakan konsekuensi bagi perwujudan negara demokratis.
          Bahwa ada purnawirawan TNI yang kembali aktif kekancah politik, mestinya itu dianggap sah-sah saja, serta merupakan sesuatu yang alami dalam pertumbuhan demokrasi. Berlebihan barangkali jika mencurigai TNI menciptakan strategi untuk kembali kefungsi gandanya. Akan lebih penting bagi TNI untuk lebih memfokuskan diri bagaimana membangun dan menggunakan kekuatannya terhadap ancaman yang lebih rasional, yaitu ancaman asimetrik serta mempertajam operasi gabungan selain perang maupun operasi gabungan sipil-militer. Hal itu berbasiskan pada rancang bangun strategi pertahanan nasional sebagai arahan untuk membangun (Strategic’s Guidance Planning) dengan substrategi militer nasional tentang kearah mana TNI akan dimodernisasi agar siap sewaktu-waktu jika digunakan. Rancang bangun strategis yang tercipta tersebut setidak-tidaknya akan mampu mengarahkan transformasi TNI termasuk TNI Angkatan Darat.
          Transformasi peran institusi Angkatan Darat masih memerlukan berbagai evaluasi sampai dengan diperoleh format baru sesuai perubahan yang dikehendaki. Kemampuan institusi Angkatan Darat dalam memodifikasi pola hubungan baik dengan elit politik sipil maupun masyarakat secara umum menunjukkan adanya proses adaptasi institusi sesuai dengan perubahan peran yang dikehendaki. Namun demikian, sebagai suatu proses yang masih terus berlangsung, perlu mendapatkan dukungan khususnya adanya regulasi yang mampu mengatur secara jelas dan tegas tentang peran institusi TNI. Pada akhirnya, sinergi positif antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat mendukung bagi tercapainya tujuan dalam mewujudkan visi TNI sebagai tentara profesional dan modern, memiliki kemampuan yang tangguh untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjaga keselamatan bangsa dan negara serta kelangsungan pembangunan nasional. 
Kesimpulan.
          Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis.
          Pada kenyataannya, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak lagi bersifat tunggal melainkan jamak dan multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi kedimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat dan sebaliknya serta tidak mudah untuk diprediksi. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini kekuatan Angkatan Darat yang handal untuk selalu siap dalam merespon dan menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah.
          Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula. Untuk itu TNI dalam hal ini Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut agar dapat mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas pokoknya.