Pendahuluan.
Berangkat dari sejarah, ide
sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu
transformasi institusi. Demikian juga dengan transformasi Angkatan
Darat. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat harus berubah menjadi
modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Disamping
itu, untuk mendukung perwujudan profesionalisme prajurit Angkatan Darat,
sebagai konsekuensi logis alat pertahanan negara di darat, Angkatan
darat dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan tugas yang akan
datang.
Kedepan Angkatan Darat akan
dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi
profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi
Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi
tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain
perang. Konsekuensinya, penataan terhadap sistem pendidikan, latihan,
materiil, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial,
kepemimpinan, personel, pengelolaan anggaran, persenjataan dan bahkan
kebijakan Angkatan Darat perlu dilakukan oleh generasi mendatang.
Penataan merupakan salah satu
hal mendasar yang harus dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan
tuntutan perubahan zaman. Penataan yang terarah dan berkesinambungan
merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini perwujudan kekuatan
Angkatan Darat yang handal agar selalu siap dalam merespon dan menyikapi
berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah. Untuk
itu TNI Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya
dalam menghadapi berbagai perubahan.
Latar belakang.
Saat ini sifat ancaman tidak
lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman nonmiliter
atau ancaman nontradisional. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar
keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah
berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi,
ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta
keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke
nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib
hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah untuk diprediksi.
Mengingat kompleksitas ancaman
yang dihadapi, semua komponen pertahanan negara dan unsur-unsur diluar
bidang pertahanan dituntut untuk saling mendukung dan bersinergi satu
dengan yang lain, dengan senantiasa mengindahkan tataran dan lingkup
kewenangan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Diantara ancaman aktual yang menuntut sinergitas yang tinggi
dalam penanganannya dan harus mendapat perhatian yang serius pada saat
ini dan kedepan, adalah ancaman terhadap konflik di wilayah perbatasan
dan keamanan pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme,
bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan
berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut yang membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Kesiapan pertahanan negara
dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan,
pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi
militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang
alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan
pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang maupun panjang. Ancaman
aktual ataupun ancaman potensial yang sifatnya militer akan berpengaruh
langsung terhadap pertahanan negara, sedangkan ancaman yang bersifat
nonmiliter secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertahanan
negara.
Mengingat kebijakan keamanan
nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan
lingkungan operasional, maka Angkatan Darat pun perlu meningkatkan
kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang
berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level
yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda
pula.
Pasal 7 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia,
menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah
menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI
dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan
separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3)
mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5)
mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6)
melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar
negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta
keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, (9) membantu
tugas pemerintah di daerah, (10) membantu Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang
diatur undang-undang. (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat
kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di
Indonesia, (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian,
dan pemberian bantuan kemanusiaan, (13) membantu pencarian dan
pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta (14) membantu
pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Dengan demikian Angkatan Darat
perlu mengantisipasi meluasnya tugas-tugas tersebut serta perlu membuka
diri terhadap kemungkinan bertambahnya tugas-tugas yang saat ini belum
tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, dan tugas lain
yang berada diluar jurisdiksi profesionalisme militer tradisional.
Mengapa Angkatan Darat perlu melakukan transformasi.
Sekalipun masa depan akan
membawa serta perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik
lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan
bersifat konstan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konflik cenderung
membawa serta dinamika dan interaksi yang kemudian memberikannya “ruang”
untuk terus berlanjut dan bahkan bergulir lebih jauh dari tujuan awal
para pihak yang berhadapan. Asumsi tersebut membuahkan konsekuensi
tersendiri bagi Angkatan Darat. Kemampuan Angkatan Darat perlu dibangun
berdasarkan pertimbangan kebutuhan satuan sendiri, lawan, penduduk, dan
variable lain. Selain itu, Angkatan Darat berpotensi dihadapkan pada
operasi yang relatif berkelanjutan, sehingga dituntut memiliki
“adaptabilitas operasional”.
Proses ini dihadapkan dengan
ketiga parameter strategi pertahanan nasional, yaitu menjawab shape,
respond dan prepare for tomorrow. Pertanyaan pertama dan kedua mungkin
mudah, akan tetapi menjawab pertanyaan ketiga inilah yang memerlukan
dukungan dan fokus kepada transformasi rencana pertahanan nasional.
Beberapa negara Asia (Thailand, Korea Selatan, Filipina), Amerika latin
dan Afrika menganggap transformasi yang dilakukan TNI akan sama halnya
dengan apa yang telah mereka lakukan yaitu suatu upaya yang lebih
profesional dengan cara memanfaatkan akuisisi teknologi sebagai langkah
awal transformasi. Langkah awal ini tentunya akan diikuti dengan
modernisasi perangkat lunaknya seperti doktrin, taktik, organisasi dan
infrastrukturnya. Upaya-upaya ini diliput dalam kegiatan yang mereka
kenal dengan definisi revolusi urusan militer atau RMA (Revolution in
Military Affairs), inilah mungkin yang perlu dicermati dan diharapkan.
Mencermati fenomena tersebut
tentu saja keberadaan Angkatan Darat tidak serta merta mengikuti
berbagai pengembangan model RMA yang dilakukan di belahan lain dunia.
TNI Angkatan Darat lebih mengedepankan pada perwujudan SDM berkualitas,
seperti yang saat ini sedang berjalan yaitu proses kaji ulang pembinaan
personel dan perlunya proses kaji ulang kesinambungan pola pembinaan
pendidikan dengan pola pembinaan latihan yang mensinergikan
kecabangan-kecabangan yang ada di Angkatan Darat. Kekuatan utama
Angkatan Darat terletak pada profesionalitas, soliditas dan kualitas
prajurit Angkatan Darat serta kedekatannya dengan rakyat, sehingga peran
sumber daya manusia dalam pembinaan Angkatan Darat bersifat mutlak,
karena bagaimanapun keberhasilan atau kegagalan pembinaan kekuatan dan
kemampuan Angkatan Darat diantaranya sangat ditentukan oleh kualitas
personelnya.
Konsep transformasi bagi
Angkatan Darat bukanlah suatu yang baru. Konsep tersebut populer
dikarenakan negara-negara besar beranggapan tuntutan revolusi urusan
militer dan dukungan terhadap revolusi urusan bisnis (termasuk revolusi
urusan industri pertahanan), akan berhasil mencapai sasaran bila mampu
mentransformasikan rencana pertahanan dan proses alokasi sumber daya
pertahanan nasional secara tepat, cepat, efektif dan efisien.
Desain transformasi Angkatan Darat.
Pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan
lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada aspek realitas, hakekat
ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak pernah tunggal
melainkan jamak dan bersifat multidimensional serta sulit diprediksi,
sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang
tinggi. Respon berbagai negara di dunia menyikapi perubahan karateristik
bentuk ancaman di abad ke-21, adalah dengan mengembangkan RMA
(Revolution in Military Affairs) dalam rangka penyesuaian terhadap
perubahan pola peperangan modern (modern warfare) yang sekaligus merubah
karakteristik perang dimasa kini dan mendatang. Walaupun perang bukan
pilihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antar negara, namun
pembangunan kekuatan militer di dunia tetap menonjol mengingat kekuatan
militer merupakan bagian dari alat diplomasi.
Format modern dalam pembahasan
ini lebih pada pengembangan strategi, taktik dan teknik bertempur
kedepan serta meninggalkan kebiasaan lama dan tidak lagi membenarkan
kebiasaan yang berorientasi pada pola peperangan lama yang sudah
ditinggalkan oleh negara-negara maju di dunia. Mindset kedepan adalah
membiasakan penggunaan strategi, taktik dan teknik yang benar dan sesuai
dengan fenomena kekinian dan sensitifitas lainnya yang perlu
ditinggalkan seperti adanya pemikiran yang masih bersifat linier dan
regular. Pemikiran kedepan harus tidak terbelenggu dengan pola
peperangan masa lalu dan tidak ragu untuk melakukan perubahan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang.
Sasaran Transformasi.
Pada masa lalu, hubungan elit
sipil-militer di negeri ini diselesaikan dengan menegasikan dikotomi
sipil-militer. Apakah dengan menegasikan isu ini, akan menyelesaikan
masalah? Dua kubu yang berbeda peran, strategi dan perilakunya tersebut
hampir dipastikan akan tetap menjadi isu utama bila tidak ada upaya
untuk saling bersinergi satu dengan lainnya. Masalah berikutnya yang
juga cukup krusial adalah trauma yang dialami publik tentang masa lalu
TNI. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat menjadi solusi bagi isu-isu
tersebut di atas yang salah satunya harus dilakukan melalui
transformasi peran di lingkungan TNI khususnya TNI AD.
Disamping itu, sasaran
berikutnya adalah agar terwujud sinergitas, adaptabilitas dan
interoperabilitas dari TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan misinya
baik dalam rangka operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi
militer selain perang (OMSP) bersama-sama dengan unsur-unsur TNI dan
militer lainnya, masyarakat sipil (politisi, ekonom, sosiawan,
budayawan), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Polri, unsur
pemerintah pusat dan daerah serta komponen-komponen bangsa lainnya
termasuk juga dengan negara-negara sahabat.
Konsep transformasi.
Konsep transformasi, pada
dasarnya tidak cukup dengan sekedar menata ulang administrasi dan menata
koordinasi, tetapi lebih kepada konsep kuncinya, yaitu menata
organisasi yang berorientasi serta fokus kepada “perubahan operasional”.
Begitu luar biasanya proses transformasi jika dikembangkan dengan
mencermati dan memerhatikan komponen-komponennya, terutama komponen
“input dan output”.
Ada tiga komponen “input”,
yaitu komponen transformasi teknologi dan persenjataan, komponen
transformasi struktur kekuatan, dan komponen transformasi operasi
penggunaan kekuatan. Komponen transformasi teknologi dan persenjataan
dapat dibagi-bagi dalam sistem informasi dan pemetaan posisi geografi,
teknologi dan subkomponennya, platform baru alat utama persenjataan
(Alutsista) dan “munisi pintar” (smart ammunitions). Komponen
transformasi struktur kekuatan dapat dibagi dalam susunan kekuatan
tempur dan organisasinya, dukungan logistik dan mobilitasnya,
struktur komando dan C4ISR, sistem pangkalan dan kehadiran kekuatannya
di tempat yang jauh dari dukungan pangkalannya. Komponen transformasi
operasi penggunaan kekuatan terbagi dalam jejaring antar kekuatan,
doktrin operasi gabungan, doktrin Angkatan masing-masing, rencana
kampanye dan wilayah atau mandalanya.
Sebagai “output”nya ada
beberapa bagian seperti perbaikan distribusi penembakan, kapasitas
manuvernya, mempertahankan hidup termasuk logistiknya, kapasitas untuk
lebih baik dalam melaksanakan misi dan operasinya serta kapasitas untuk
mendukung spektrum operasi yang lebih luas baik yang bersifat strategis
maupun kontinjensi.
Kapasitas TNI untuk segera
beradaptasi dengan perubahan strategis dan misinya, melalui doktrin
operasi gabungan dalam konsep operasi baru guna membangun dan
menggunakan kekuatan transformasi yang berasumsi dalam jangka panjang,
akan menghadapi ancaman baik simetrik maupun asimetrik dengan derajat
peluang “cukup besar”. Untuk itu diperlukan konsep operasi yang dapat
menjawab tantangan tersebut yaitu, Pertama, konsep operasi untuk
membangun kekuatan transformasi antara lain, Satuan Kekuatan Gabungan
untuk melaksanakan aksi balas segera pada awal-awal pertempuran, jaminan
sistem informasi dan jejaring kerjanya, penyesuaian ulang kehadirannya
di tempat yang jauh (far ground-sea presence) dan mobilitas yang lebih
baik bila sewaktu-waktu terjadi pergeseran kekuatan baik yang sudah
diproyeksikan maupun belum. Kedua, konsep operasi untuk penggunaan
kekuatan transformasi antara lain operasi atau peperangan anti-litoral
dalam rangka proyeksi kekuatan ke darat, berikutnya sasaran stand-off
dan masuk dengan paksaan dalam rangka anti akses atau menolak ancaman,
jaminan pukulan taktis jauh kedalam dari suatu sasaran dalam rangka
penggunaan kekuatan secara efektif dengan kekuatan udara gabungan,
operasi tempur yang mematikan dan manuver jauh kedalam bagi aset
kekuatan daratnya. Operasi yang sangat terencana dan jaminan
kelangsungan operasi tersebut hendaknya mampu berlangsung dalam jangka
panjang.
Selanjutnya membangun
kurikulum operasi gabungan, dimulai dari operasi gabungan urusan sipil
(joint civil affairs operation), operasi gabungan sipil-militer (joint
civil-military operation) dan operasi gabungan militer (joint military
operation), yang dapat diikuti elit sipil di semua tingkatan
termasuk salah satunya dibidang pendidikan (antara lain memberikan
kesempatan kepada generasi muda kandidat elit politik, eksekutif maupun
yudikatif untuk dapat mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan
tertinggi Angkatan, TNI maupun Nasional). Kalau di negara lain kebijakan
pendidikan seperti ini sangat efektif, kenapa tidak dicoba di negeri
ini? Sekurang-kurangnya membangun format “knowledge-based” antara elit
sipil dan militer tentang kepentingan nasional, strategi nasional,
strategi keamanan nasional, substrategi DIME (Diplomasi, Informasional,
Militer dan Ekonomi nasional), serta turunannya seperti kebijakan
nasional dan program-program nasionalnya. Pembinaan dan pendidikan
latihan “gabungan” dengan pihak/organisasi sipil dan pembinaan
“think-tank” yang profesional dimaksudkan agar generasi muda sipil yang
akan datang lebih mengerti fenomena yang terjadi dalam tubuh TNI,
demikian juga sebaliknya.
Konsep OBE (Operasi
Berbasiskan Efek) yang melibatkan badan di luar TNI, termasuk NGO/LSM.
Konsep ini lebih banyak pada konsep operasi militer atau perencanaan
pembangunan kekuatan TNI dengan memperbanyak membangun “think-tank”
resmi yang didalamnya terdiri dari pakar-pakar sipil, militer aktif dan
purnawirawan TNI untuk membangun proses transformasi TNI kedepan.
Pembinaan “think-tank” akan lebih memberikan pandangan akademik dan
ilmiah, konstruktif terhadap semua perangkat lunak organisasi, doktrin,
sistem informasi dan lain-lainnya. Konsep seperti ini akan
mendemonstrasikan gabungan antara kearifan intelektual, profesional,
kepemimpinan dan pengalaman komandan di lapangan guna membangun suatu
infrastruktur berikut perangkatnya menjadi lebih kokoh. Konsep yang
ditawarkan di atas tadi, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengeliminir
sisa-sisa trauma publik yang ada.
Transformasi peran institusi Angkatan Darat dalam menghadapi perubahan.
Transformasi peran institusi
Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan perlu didukung oleh berbagai
pihak. Transformasi ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama secara
nasional untuk peran yang seharusnya dijalankan. Hubungan antara
pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh
unsur TNI akan sangat menentukan bagi keberlangsungan transformasi peran
institusi TNI khususnya Angkatan Darat kearah pencapaian tujuan sesuai
dengan yang dikehendaki bersama. Angkatan Darat sebagai subsistem dalam
sistem nasional Indonesia akan sangat terikat dengan pembagian tugas,
struktur hirarkhis, aturan-aturan tingkah laku yang formal dan
sasaran-sasaran masyarakat atau pola-pola hubungan antara struktur
sosial dengan sistem-sistem normatif yang berkaitan dengan struktur
sosial, dimana semua itu merupakan konsekuensi bagi perwujudan negara
demokratis.
Bahwa ada purnawirawan TNI
yang kembali aktif kekancah politik, mestinya itu dianggap sah-sah saja,
serta merupakan sesuatu yang alami dalam pertumbuhan demokrasi.
Berlebihan barangkali jika mencurigai TNI menciptakan strategi untuk
kembali kefungsi gandanya. Akan lebih penting bagi TNI untuk lebih
memfokuskan diri bagaimana membangun dan menggunakan kekuatannya
terhadap ancaman yang lebih rasional, yaitu ancaman asimetrik serta
mempertajam operasi gabungan selain perang maupun operasi gabungan
sipil-militer. Hal itu berbasiskan pada rancang bangun strategi
pertahanan nasional sebagai arahan untuk membangun (Strategic’s Guidance
Planning) dengan substrategi militer nasional tentang kearah mana TNI
akan dimodernisasi agar siap sewaktu-waktu jika digunakan. Rancang
bangun strategis yang tercipta tersebut setidak-tidaknya akan mampu
mengarahkan transformasi TNI termasuk TNI Angkatan Darat.
Transformasi peran institusi
Angkatan Darat masih memerlukan berbagai evaluasi sampai dengan
diperoleh format baru sesuai perubahan yang dikehendaki. Kemampuan
institusi Angkatan Darat dalam memodifikasi pola hubungan baik dengan
elit politik sipil maupun masyarakat secara umum menunjukkan adanya
proses adaptasi institusi sesuai dengan perubahan peran yang
dikehendaki. Namun demikian, sebagai suatu proses yang masih terus
berlangsung, perlu mendapatkan dukungan khususnya adanya regulasi yang
mampu mengatur secara jelas dan tegas tentang peran institusi TNI. Pada
akhirnya, sinergi positif antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat
luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat mendukung bagi
tercapainya tujuan dalam mewujudkan visi TNI sebagai tentara profesional
dan modern, memiliki kemampuan yang tangguh untuk menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
menjaga keselamatan bangsa dan negara serta kelangsungan pembangunan
nasional.
Kesimpulan.
Kedepan Angkatan Darat akan
dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi
profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan
bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk
menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi
militer selain perang. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang
semakin dinamis.
Pada kenyataannya, hakekat
ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak lagi bersifat
tunggal melainkan jamak dan multidimensional serta sulit diprediksi,
sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang
tinggi. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi kedimensi
lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya,
hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat
berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga
perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat dan sebaliknya
serta tidak mudah untuk diprediksi. Penataan yang terarah dan
berkesinambungan merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini kekuatan
Angkatan Darat yang handal untuk selalu siap dalam merespon dan
menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat
berubah.
Mengingat kebijakan keamanan
nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan
lingkungan operasional, Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan
beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda,
memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang
berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula.
Untuk itu TNI dalam hal ini Angkatan Darat harus mampu melaksanakan
transformasi perannya dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut agar
dapat mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas pokoknya.