Pages

Monday, 10 February 2014

Belanja Seret, Hegemoni Barat Dikhawatirkan Runtuh


http://images.detik.com/content/2014/02/10/4/141535_militer2.jpgJakarta:-Kalau negara-negara Asia meningkat belanja militernya, tak begitu dengan negara-negara barat, khususnya yang ada dalam Pakta Pertahanan Antlantik Utara (NATO). Negara-negara ini mengurangi anggaran belanja militernya tahun ini sebanyak 2,5 persen.

Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen khawatir benar. Dia melihat data menurunnya anggaran belanja militer negara-negara Eropa dan Amerika akan memberi peluang kekuatan pihak lain untuk berkuasa.

Rasmussen mengatakan kevakuman barat, yakni Eropa dan AS, akan diisi oleh kekuatan lain yang ogah berbagi kepentingan. Indikasi-indikasinya adalah penolakan kehadiran pasukan NATO di sejumlah konflik, kekalahan di sejumlah medan perang, dan melemahnya perekonomian.

Tapi berkurangnya belanja militer negara-negara NATO hanya satu aspek kecil dalam perubahan kekuatan dunia. Hal terbesarnya adalah negara-negara lain di luar NATO justru meningkatkan belanja militernya, seperti China, Rusia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Sebuah survei yang digelar lembaga analis pertahanan IHS Jane's Aerospace, Defense & Security, dan diumumkan pada pekan lalu, mendapati bahwa anggaran belanja negara non-NATO akan melebihi aliansi barat pada 2021.

Sebagai contoh, anggaran Arab Saudi sudah naik tiga kali lipat selama satu dekade terakhir. Sementara anggaran China pada 2014 akan melebihi gabungan anggaran militer Inggris, Prancis, dan Jerman. Total belanja militer China pada 2013 mencapai US$ 139,2 miliar dan akan naik 6 persen pada tahun ini menjadi US$ 148 miliar.

Lembaga International Institute for Strategic Studies (IISS) dalam terbitannya: The Military Balance, pada pekan lalu, menyatakan bahwa China memiliki ambisi untuk menjadi negara dengan kekuatan maritim terbesar di dunia.

IISS memprediksi, anggaran yang dikeluarkan China bakal sama dengan yang dikeluarkan Amerika Serikat pada 2030. Meski begitu, soal kapabilitas, keahlian, dan kemampuan China untuk menghasilkan kekuatan yang setara dengan AS, IISS bilang masih butuh waktu lebih lama.

Pola serupa juga dihasilkan beberapa survei lainnya, seperti yang dilakukan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) dan International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London.

Yang jelas, negara-negara barat dan AS sudah mulai merasakan kehilangan dominasi mereka. China dan Rusia sering menjadi lawan saat mengambil keputusan di Dewan Keamanan PBB terkait sejumlah krisis di negara-negara dan ini memusingkan mereka.

detik