Pages

Thursday, 17 May 2012

Pengusaha Jatim Bisa Bangkrut Karena Kapal Perang AS Sandar di Dermaga Niaga

USS. Blue Ridge (LCC 19) bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (11/5). Kapal Pusat Komunikasi dan Komando Armada ke-7 Angkatan Laut Amerika yang mengkoordinir wilayah seluas 52 juta meter persegi di kawasan pacifik itu melakukan kunjungan ke Indonesia selama beberapa hari. (Foto: ANTARA/Zabur Karuru/Spt/12)

15 Mei 2012, Surabaya: Hubungan Indonesia- Amerika Serikat terganjal kerikil. Rencana kedatangan tiga unit kapal perang milik Armada ke-7 Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, akhir Mei nanti,menuai protes.

Asosiasi Pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak menilai kedatangan kapal perang negeri Paman Sam selama 10 hari (28 Mei-8 Juni) akan mengganggu kelancaran arus bongkar muat. Asosiasi pengusaha yang mengajukan protes di antaranya, Indonesia National Shipowner Asociation (INSA) Surabaya, Asosiasi Logistik dan Forweder Indonesia Jawa Timur (Jatim), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), dan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jatim. Asosiasi pengusaha ini memperkirakan, sandarnya kapal perang itu akan memicu kerugian logistik sebesar USD4,5 juta dan berdampak pada biaya ekonomi tinggi.

Para asosiasi juga sepakat mengajukan surat keberatan ke pihak terkait. Di antaranya,Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Menteri Koordinator Perekonomian, Kepala Staf Angkatan Laut, Panglima Armada Timur, Gubernur Jatim, DPR RI dan DPRD Jatim. Ketua Umum GPEI Jatim Isdarmawan Asrikan mengatakan, rata-rata kapal sandar di Jamrud Utara berkapasitas 20.000 ton. Jika biaya logistik per kapal sekiar USD12.000 hingga USD15.000 per hari, maka untuk tiga kapal mencapai USD45.000 per hari.Bila ditotal selama 10 hari maka biayanya menjadi USD450.000. Saat ini antrean Pelabuhan Tanjung Perak mencapai 10 hingga 15 kapal. “Jika antrean berlangsung 10 hari, maka kerugian sekitar USD4,5 juta. Lagipula, dermaga Jamrud itu zona bisnis, bukan untuk kepentingan militer, apalagi untuk militer asing,”katanya.

Ketua Umum DPC INSA Surabaya, Steven H Lasawengen mengaku keberatan jika kapal perang AS bersandar di Surabaya.Sebab,jumlah dermaga Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya cukup terbatas. Kondisinya juga kurang memadai lantaran usianya sudah mencapai 100 tahun. “Kapal AS malah mau sandar selama 10 hari. Ini tentu akan merugikan kami,”tandasnya.

Menanggapi protes asosiasi pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak,Kepala Otoritas Pelabuhan III, I Nyoman Gde Saputra mengatakan, tiga unit kapal perang AS bersandar di Tanjung Perak karena pemerintah belum punya dermaga yang khusus. “Nah, agar tidak mengganggu proses bongkar kapal di pelabuhan, nanti kami akan terapkan sistem tidak menetap atau tidak permanen. Jadi sewaktu-waktu kapal bisa dipindah,” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah,Lantamal V Surabaya siap menerima keluhan sejumlah asosiasi pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak. Kabagpen Lantamal V Mayor Laut (KH) Agus Setiawan mengatakan, kegiatan kapal perang Amerika Serikat di Surabaya sejatinya adalah gawe TNI AL. “Kami ini hanya ketamuan saja.

Jadi sudah seyogyanya memberi bantuan pengamanan, akomodasi dan acara penyambutan. Nah, kalau ada yang keberatan berkaitan dengan sandarnya kapal, mestinya ke pihak otoritas pelabuhan. Sebab itu urusan mereka, ”tandasnya.

Wakil Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat, Philip W Roskamp dihubungi melalui sambungan telepon selular tadi malam, belum bisa memberi keterangan terkait rencana kunjungan tiga kapal perang ke Tanjung Perak, Surabaya. ”Saya masih di dalam taksi. Nanti saya carikan informasinya ke kantor,” kata pria yang biasanya mengurusi wartawan Jakarta ini.

Sumber: SINDO