Pages

Thursday, 22 November 2012

Legislator Pertanyakan Sikap Dipo Membekukan Anggaran Alutsista


 
Beberapa prajurit Komando Pasukan Katak (KOPASKA) Koarmabar memakai perlengkapan selam pada latihan selam tempur di Dermaga TNI - AL Pondok Dayung Jakarta, Rabu (2/11) . Latihan tersebut di laksanakan secara berjenjang dan berlanjut guna meningkatkan kemampuan prajurit Kopaska Koarmabar khususnya pertempuran aspek laut, (Foto: ANTARA/Sunarto/ Armabar/Spt/11)

22 November 2012, Jakarta: Tindakan Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam menyurati Kementerian Keuangan agar anggaran pertahanan dibekukan dinilai merugikan TNI dalam memodernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista).

Selama ini, menurut Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, DPR selalu memberikan dukungan penuh terhadap TNI. Namun dukungan DPR terhadap pemerintah untuk memperkuat pertahanan negara itu dirusak oleh pemerintah sendiri. "Langkah Dipo bisa membuat Komisi I mempertimbangkan ulang dukungan itu," kata Mahfudz, di Jakarta, kemarin.


Kementerian Keuangan memberi tanda bintang (membekukan) pencairan dana optimalisasi Kemenhan sebesar Rp 678 miliar untuk pembelian peralatan militer yang meliputi paket enkripsi, komunikasi, monograf, dan 135 set alat selam canggih. Pembekuan dana dipicu surat Seskab Dipo Alam kepada Kemenhan pada 24 Juli 2012 dan Menkeu pada 6 Agustus 2012.

Mahfudz mengatakan, Panitia Kerja (Panja) DPR Alutsista di Komisi I DPR, yang dipimpin Tubagus Hasanuddin, sangat intens dan dinamis membahas program modernisasi alutsista TNI. "Bahkan, sikap kritis Panja banyak menghasilkan efisiensi anggaran," katanya.

 
Mahfudz mencontohkan pengalihan rencana pembelian tank berat (MBT) Leopard dari Belanda ke Jerman selaku produsennya. Juga rencana pembelian Sukhoi dari Rusia yang semula melibatkan pihak ketiga diubah menjadi antarnegara (G to G).

Dia menambahkan, Komisi I DPR juga berinisiatif mendorong TNI-AL membeli tiga unit Light Fregat dari Inggris dengan harga sangat ekonomis. Bahkan untuk mendorong efesiensi, Komisi I mengirim tim kecil ke Belanda, Jerman, dan Inggris untuk ikut berbicara dengan pihak-pihak terkait.

Dukungan lain Komisi I DPR, menurut Mahfudz, adalah dihasilkannya alokasi anggaran sebesar Rp 50 triliun. "Karena dari baseline kebutuhan Rp 150 triliun untuk pemenuhan target MEF sampai tahun 2014, pemerintah hanya menyiapkan anggaran Rp 100 triliun," kata Mahfudz.

Komisi I DPR juga berperan mengarahkan Kemhan dan TNI memperbesar belanja alutsista di dalam negeri dengan melibatkan BUMN industri pertahanan, seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT PAL, juga beberapa industri pertahanan milik swasta. "Panja alutsista melibatkan mereka dalam membahas peluang belanja alutsista di dalam negeri bersama Kemhan dan TNI," kata Mahfudz.

Dia menambahkan, DPR telah menginisiasi RUU Industri Pertahanan yang disahkan pada September lalu. Undang-undang itu menjadi payung kebijakan negara dalam merevitalisasi industri pertahanan, sehingga kapasitas produksi meningkat dan bertahap dalam rangka membangun kemandirian alutsista.



Dalam periode 2010-2013, anggaran Kemhan dan TNI terus meningkat, termasuk penambahan anggaran di APBN Perubahan melalui dana optimalisasi sektor pertahanan dan keamanan. "Semua dana optimalisasi yang diperjuangkan Komisi I untuk belanja alutsista ini sesuai ajuan TNI. Jadi, tidak benar celotehan Dipo bahwa itu digunakan belanja nonalutsista. Sejak kapan Dipo lebih paham soal alutsista ketimbang TNI," kata Mahfudz.

Menyikapi pembekuan anggaran pertahanan, Mahfudz menyarankan Menhan dan Panglima TNI segera menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memaparkan program dan anggaran TNI, termasuk yang diberi tanda bintang alias dibekukan Kemenkeu atas masukan Dipo Alam. Jika itu tidak dilakukan, dia khawatir opini publik mengamini pernyataan Dipo dan pada gilirannya membuat DPR, khususnya Komisi I, menarik diri dari sikap mendukung program modernisasi alutsista TNI.

"Memang kami pun menemukan cukup banyak hal yang harus dibenahi dalam sistem perencanaan, penganggaran, dan pengadaan alutsista di Kemhan dan TNI. Namun, langkah kami adalah mendukung sambil mengkritisi secara positif. Kecuali Dipo Alam memang punya agenda menghambat atau menggagalkan program modernisasi alutsista TNI yang telah disusun dalam tiga tahap renstra," ujarnya.

Secara terpisah, Menkeu Agus Martowardojo mengakui, pihaknya telah membintangi anggaran Kemenhan untuk program modernisasi alutsista. Namun, dia tak menyangka jika tindakan itu membuat pengadaan empat item alutsista di Kemenhan menjadi tertunda.

Perintah pemblokiran itu sendiri disampaikan Menkeu melalui Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo. Dalam salinan surat yang diterima wartawan, Herry mengirim surat tertanggal 10 Agustus 2012 kepada Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu dan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemenhan.

"Sehubungan arahan Menteri Keuangan atas revisi APBNP Kementerian Pertahanan/TNI tahun anggaran 2012 agar diberi tanda bintang sampai ada pemberitahuan lebih lanjut," tulis Herry Purnomo.

Dalam surat bernomor S-2113/AG/2012, anggaran yang diberi tanda bintang adalah penambahan anggaran yang berasal dari pemanfaatan optimalisasi nonpendidikan tahun anggaran 2012 sebesar Rp 480 miliar. Pemberian tanda bintang juga meliputi SP-RKAKL UO TNI AL TA 2012 sebesar Rp 198 miliar. "Sebesar Rp 198 miliar program modernisasi alutsista No. STAP-012.23.18-2/AG/2011 tertanggal 18 November 2011," tulisnya.

Anggaran itu berisi empat pengadaan, yakni pengadaan 1 paket enkripsi senilai Rp 350 miliar, 1 paket tactical communication Rp 15 miliar, 1 paket Monobs DF Rp 115 miliar, dan 135 alat selam Rp 198 miliar.

Sementara itu, pengurus PKS mengaku akan meminta penjelasan dan klarifikasi Mentan Suswono yang juga kader PKS seputar laporan Seskab Dipo Alam tentang kongkalikong anggaran. Namun, katanya, itu dilakukan jika dugaan kongkalikong sudah terbukti dan jelas. "Kalau belum pasti, kenapa harus minta klarifikasi dan penjelasan," ujar Ketua DPP PKS Jazuli Juwaeni.

Sumber: Suara Karya