Tujuan TNI AD memiliki tank kelas berat juga karena negara tetangga telah memilikinya, meski dengan pabrikan berbeda. Namun, keinginan matra AD baru terwujud pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena anggaran tersedia.
Karena itu, Sisriadi menepis berbagai penilaian yang menyatakan pembelian MBT Leopard tidak tepat. Karena proses politik sudah selesai, dirinya berani mengklarifikasi masalah tersebut agar tidak ada informasi simpang siur di masyarakat.
"Jadi, Leopard tidak merusak jalan. Pernyataan saya ini jangan dikonfrontasi dengan presiden baru, yang mungkin ada pembisik. Pembelian tank kelas berat ini sudah dikaji Batalyon Kavaleri TNI AD sejak pangkat saya masih Letkol," kata Sisriadi dalam acara halalbihalal bersama wartawan di Jakarta, Minggu (17/8).
Menurutnya, karena sudah teken kontrak maka pemerintah baru harus menghormati keputusan Kemenhan. Pasalnya, pembelian yang sudah melalui tahap kerja sama dengan pemerintah Jerman tidak bisa seenaknya dibatalkan begitu saja, dengan alasan tidak cocok versi pemerintahan baru.
"Ini sudah kontrak, ada hukum, salah satu melanggar itu ada konsekuensinya. Pengadaan MBT ini sudah melalui simulasi, semuanya logis. Kalau ada wacana mau mengkaji, dari aspek apa? Kalau dinilai berat? Leopard ini ada roda rantai untuk meratakan beban tanah," ujar mantan kepala Dinas Penerangan AD itu.
Bagian Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu membenarkan jalan di Indonesia tidak akan rusak ketika dilintasi MBT Leopard.
Diakui, pernyataan Jokowi terkait Leopard kurang tepat. Pasalnya, ia sudah mengkaji sendiri dan menaikinya bahwa tank buatan Jerman tersebut memiliki daya beban ke tanah lebih ringan lantaran ditopang roda rantai yang lebar.
"Tidak merusak, saya sudah mencobanya. Saya yang memutuskan membeli di (pabrik) Rheinmetall. Ini perlu dibuka karena pilpres telah selesai. Singapura saja negara kecil punya Leopard, apa yang dikatakan presiden kurang paham," kata mantan sekretaris BUMN tersebut.
Nilai proyek pengadaan MBT Leopard sebesar US$ 280. Setelah melalui proses diplomasi dan perundingan, akhirnya pihak Rheinmetall menyetujui untuk membuatkan MBT Leopard 2A4 RI sebanyak 124 unit.
Sebanyak dua unit MBT Leopard dan dua unit tank Marder telah diserahkan pada 22 September 2013. Sebanyak 26 unit MBT 2A4 plus 26 unit tank Marder rencananya datang pada pekan pertama September mendatang. Sisanya, akan datang bergelombang pada 2015 dan 2016.
Kemenhan: Kontrak Pembelian Tank Leopard Sudah Disepakati
"Kalau ada yang mau mengkaji ulang, maka berarti mencoba melanggar (kontrak). Kalau mau mengkaji memang dari aspek apa?" kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, Brigjen TNI Sisriadi di Jakarta, Sabtu (17/8/2014).
Dia mengatakan, proses pengadaan alat sistem utama persenjataan (alutsista) dilakukan melalui pendekatan bottom up dan top down. Pendekatan bottom up, kata Sisriadi, pihaknya melibatkan pengguna (user) yang paling bawah yang akan menggunakan tank berat.
"Dalam konteks Leopard adalah komando persenjataan kavaleri. Mereka yang lahir dan besar bersama tank," kata dia.
Sisriadi mengatakan, pentingnya memiliki tank berat sebenarnya menjadi isu yang sudah lama. Dia mengaku saat dirinya masih berpangkat letkol pada 2004, isu mengenai tersebut sudah beredar.
"Tapi saat itu belum bicara merek lho ya, sekarang kan mereknya sudah ada yaitu Leopard. Tapi memang Indonesia butuh MBT," ucap dia.
Sementara itu, Sisriadi mengatakan pendekatan top down sebelum memutuskan membeli tank Leopard juga sudah dipenuhi. Hal-hal tersebut termasuk anggaran dan aspek politik yang dibahas dengan lembaga terkait.
"Jadi kalau ada yang bilang ambles itu ya sudah dibahas para letnan-letnan itu. Leopard yang kita beli itu kan dipasang roda rantai untuk meratakan beban pada tanah," terang dia.
"Setelah saya hitung, tekanan gandar mobil Avanza itu besarnya 67 newton/cm per segi, Leopard cuma 0,7 newton/cm per segi. Jadi Avanza bahkan lebih merusak (jalan) daripada Leopard," kata Sisriadi.
Kompas