Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sudah selayaknya dan
harus memiliki kekuatan pengawal di lautan yang berfungsi sebagai
penghubung, pemersatu, dan perekat negara kepulauan. Semboyan jalesveva
jayamahe bisa diterjemahkan sebagai postur kekuatan TNI AL yang kuat,
besar dan profesional. Embrionya mulai menampakkan tunas dan semakin
membentuk patron itu, TNI AL sedang dan akan menuju tahapan strategis,
menuju kekuatan tiga armada tempur.
Ketika
saat itu akan segera tiba, kepulauan jamrud khatulistiwa Indonesia
diniscayakan
dikawal oleh kekuatan tiga armada tempur yang tangguh dan modern yang mampu memberikan kekuatan penangkal yang terukur, besar dan disegani. Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI dan 209 KAL, 2 divisi Marinir dan sebaran pangkalan yang merata.
dikawal oleh kekuatan tiga armada tempur yang tangguh dan modern yang mampu memberikan kekuatan penangkal yang terukur, besar dan disegani. Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI dan 209 KAL, 2 divisi Marinir dan sebaran pangkalan yang merata.
Prediksi kekuatan tiga armada itu adalah :
Armada Barat
Pangkalann
utama di Tanjung Pinang dan Belawan, pangkalan pendukung Dumai, Batam,
Natuna, Lhok Seumawe, Sabang, Padang, Mempawah. Jumlah KRI berkisar
80-85 KRI dari berbagai jenis (Fregat, Korvet, KCR, LPD, LST). Wilayah
pengawasan Armada barat adalah Selat Malaka, Selat Singapura, Laut
Natuna, Selat Karimata dan Pantai Barat Sumatera diperkuat dengan 3
Brigade Marinir.
Armada Tengah
Pangkalan
utama di Surabaya dan Jakarta, pangkalan pendukung Makassar,
Balikpapan, Tarakan, Bitung, Cilacap, Teluk Lampung dan Benoa. Armada
Tengah diperkuat dengan 85-90 KRI dari berbagai jenis termasuk satuan
kapal selam, kapal rumah sakit. Wilayah pengawasannya adalah Selat
Sunda, Laut Jawa, Pantai Selatan Jawa, Selat Bali, Selat Lombok, Selat
Makassar dan Laut Sulawesi. Armada Tengah diperkuat dengan 4 Brigade
Marinir.
Armada Timur
Pangkalan
utama di Ambon dan Kupang, pangkalan pendukung di Merauke, Jayapura,
Sorong dan Ternate. Sebaran KRI berkisar antara 82-85 KRI dari berbagai
jenis (Fregat, Korvet, Kapal Selam). Wilayah pengawasan adalah Laut
Timor, Laut Arafuru, Laut Banda, Laut Maluku, Pantai Utara Papua.
Mengingat kontur laut di wiayah ini adalah laut dalam maka KRI yang
beroperasi adalah dari jenis Fregat dan Korvet. Armada Timur diperkuat
dengan 3 Brigade Marinir.
Jumlah
seluruh KRI yang dimiliki 3 armada tempur itu berkisar 250 KRI. Ini
adalah jumlah minimal yang akan mengisi ketiga armada tersebut,
sementara dalam Buku Putih Kemhan jumlah kekuatan KRI yang harus
dipunyai oleh TNI AL adalah 274 KRI. Dari jumlah KRI sebanyak itu,
persentase jenis FPB (Fast Patrol Boat) adalah yang terbesar, yaitu
minimal ada 100 FPB yang mengisi arsenal TNI AL, semuanya dilengkapi
peluru kendali dari jenis C-802.
Untuk
pemenuhan KRI kelas FPB, secara teknis tidak mengalami hambatan karena
TNI AL punya 4 Fasharkan yang sudah berpengalaman memproduksi FPB.
Artinya alutsista ini dapat dipenuhi dengan memaksimalkan seluruh
potensi galangan kapal dalam negeri. Secara maksimal PT PAL dan
Fasharkan dapat memproduksi 12-15 FPB 57/FPB 60 per tahun. Ini merupakan
kebanggaan tersendiri karena sejatinya kita sudah mampu membuat kapal
perang sampai setingkat LPD, bahkan saat ini sudah memproses pembuatan
kapal perang jenis light fregat bekerjasama dengan Schelde Belanda.
Untuk
menuju kekuatan tiga armada itu TN AL sudah melebarkan sayapnya dengan
membentuk pangkalan-pangkalan baru yaitu Teluk Bayur, Kupang, Merauke,
Tarakan. Sesuai skenario sebaran KRI maka setiap pangkalan pendukung
ditempatkan secara permanen satuan KRI minimal ada 3 korvet/Fregat dan 5
FPB untuk mengawasi perairan di sekitarnya. Di
pangkalan pendukung itu akan ditempatkan 1 batalyon pasukan marinir
pertahanan pangkalan. Sementara di pangkalan utama ada barisan Korvet,
Fregat, FPB, LPD, Kapal Selam dan lain-lain yang dikawal satuan Marinir
setingkat brigade lengkap dengan persenjataannya (Tank Amphibi, Panser
Amphibi, Rudal, Howitzer).
Starting
point dari semua rencana strategis ini dimulai pada tahun 2011.
Persiapan kearah starting point itu selama dua tahun terakhir ini sudah
dipersiapkan dengan berbagai fasilitas dan perkuatan alutsista TNI AL.
Sampai dengan tahun 2011 kita sudah dan akan menerima senjata strategis
Marinir berupa 50 Tank Amphibi BMP-3F, 1200 Rudal QW3, 20 RM Grad, 60
Howitzer. Marinir juga akan melakukan retrofit pada sejumlah Tank
Amphibi yang dimilikinya agar menjadi alat pukul yang memiliki power
strike. TNI AL diprediksi akan menerima 4 Kapal Selam baru. Jumlah
kapal selam ini akan terus ditambah sampai mencapai jumlah 12 unit.
Proyek Korvet Nasional sudah dimulai tahun 2010 dengan pembuatan 2-3
korvet setiap tahun di PT PAL. TNI AL juga memesan 8 kapal jenis
trimaran buatan dalam negeri, 11 LST buatan PAL dan 27 Kapal Cepat
Rudal.
Dengan
semua rencana strategis itu diharapkan pada tahun 2014 kekuatan TNI AL
yang kuat, besar dan profesional akan mulai terlihat bentuknya dan akan
semakin sempurna pada lima tahun berikutnya. Kita sangat berharap
rencana strategis yang dibutuhkan untuk pengawal lautan ini dapat
diwujudkan dengan mengutamakan pemberdayaaan indutri Hankam dalam negeri
yang secara defacto kita sudah mampu mengorbitkannya. Tinggal bagaimana
para decision maker di jajaran TNI AL dan petinggi Kemhan mampu
mengoptimalkan PT PAL, PT DI dan Pindad sebagai industri hankam
strategis untuk perkuatan alutsista. Jayalah TNI AL, jalesveva jayamahe.
*****
Jagvane
sumber : Analisis Alutsista