Menurut Linda Amalia sari gumelar, perempuan juga harus terlibat dalam misi perdamaian ke negara yang baru saja mengalami konflik. Dimana perempuan dan anak, mereka lemah terhadap konflik dan mereka butuh dibantu.
Di beberapa negara lain, perempuan sudah dominan dalam tim misi perdamaian. Demikian di sampaikan nya saat menandatanganan MOU kerja sama di gedung Bhineka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Linda menambahkan, minimnya profesionalitas yang diemban oleh kaum perempuan di bidang pertahanan, juga selaras dengan permasalahan perencanaan dan penganggaran pembangunan pertahanan.
Untuk itulah dia mengadvokasi Kemhan dalam pelaksanaan Perencanaan Dan penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). Dalam proses PPRH pada setiap lingkup pemerintah, termasuk di lingkup Kemhan, diperlukan adanya partisipasi perempuan dan laki-laki secara aktif dan bersama-sama.
Sementara itu, menteri Pertahanan, Purnomo berharap dalam penandatangan MOU ini dapat dijadikan dasar sekaligus starting point di lingkungan Kemenhan.
Selain itu, nantinya kedua lembaga itu dapat bekerja sama menyusun dan merumuskan berbagai kebijakan nasional. Dengan adanya nota kesepahaman ini, Menhan Purnomo Yusgiantoro kembali mengkaji wacana akademi militer untuk perempuan.
Sebab, lanjut Purnomo, militer tidak lagi maskulin. “Keberadaan akademi militer untuk perempuan akan kita bahas lagi. Jadi, militer bukan lagi maskulin. Dengan adanya MoU ini, pembahasan akademi militer akan lebih diseriuskan. Sehingga ke depan, jika ada perombakan kabinet dan pergantian menteri, maka program kerja sama ini akan tetap berjalan. Menteri bisa masuk dan pergi, tetapi pejabat tetap sama dan program akan jalan mesti menterinya telah ganti. Semoga saja kesetaraan gender ini, bisa berjalan seiring keinginan dan semangat memajukan bangsa dan negara.
Di tengah kebutuhan akan kesetaraan antara kaum laki-laki dan wanita yang sama-sama semakin maju!!
Sumber : kompasiana