Kondisi dan letak gerografis Indonesia yang sedemikian rupa, membutuhkan suatu badan yang mampu mengkoordinir pengamanan dan penegakan hukum di laut. Maka dibentuklah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).
Apa saja tantangan yang dihadapi di laut? Bagaimana koordinasi antar instansi dilakukan? Sejauhmana kehadiran Bakorkamla mampu meningkatkan rasa aman di laut? September lalu Robinson Simarmata dari LIFESTYLE mewawancarai Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto didampingi Laksamana Pertama (Maritim) Drs. Tri Yuswoyo M.Sc – M. Mar-Eng selaku Kepala Pusat Informasi (Intelijen), Hukum & Kerjasama, dan Laksamana Pertama Susanto selaku Kapus Ops, di kantor Bakorkamla Jakarta Pusat. Berikut petikannya.
Nama lembaga ini menggambarkan cakupan tugas yang sangat luas. Bisa dijelaskan?
Lautan Indonesia yang demikian luas tentu memiliki berbagai aspek. Baik aspek pertahanan, keamanan, maupun aspek ekonomi. Kita tahu, gangguan negara asing kerap kali dimulai lewat manuver dari laut perbatasan. Laut juga menjadi sarana transportasi orang dan barang yang murah meriah. Maka tak heran, jalur laut sering disalahgunakan untuk menyelundupkan orang dan barang. Baik skala nasional maupun internasional.
Sebagaimana kita tahu, banyak pemangku kepentingan (stakeholder) dalam keamanan di laut. Masing-masing instansi tentu punya tugas pokok fungsi (tupoksi) masing-masing. Katakanlah di tengah laut ada kapal lewat membawa logging. Terkait keabsahan legal tidaknya logging tersebut, menjadi kewenangan pihak Ditjen Bea & Cukai dan Dinas Kehutanan. Sementara bila terjadi gangguan keamanan terhadap kapal yang sama, menjadi tanggungjawab TNI-AL atau Polisi Perairan (Polair).
Kadangkala meski ada petugas melihat pelanggaran, tapi karena bukan menjadi Tupoksinya, maka kejadian itu bisa berlalu begitu saja.
Nah, sesuai visinya Bakorkamla ingin mewujudkan terciptanya keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum dalam wilayah perairan Indonesia secara terpadu. Dengan tugas pokok, mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasi keamanan laut secara terpadu juga.
Beberapa tugas Bakorkamla adalah merumuskan kebijakan umum di bidang keamanan laut. Kemudian mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dan operasi keamanan laut. Juga membantu peningkatan kapasitas kelembagaan dan mendorong peningkatan peran serta masyarakat di bidang keamanan laut. Meliputi penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum, pengamanan pelayaran serta pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia.
Mengapa masyarakat juga perlu diawasi? Karena laut tidak boleh dikapling-kapling seperti daratan. Kita ingat, nelayan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa pernah bergesekan karena masing-masing pihak meng-claim wilayah laut menjadi ‘milik’ nelayan tertentu.
Mengingat banyaknya stakeholder di laut, maka Ketua Bakorkamla dijabat langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Dengan anggota: Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Jaksa Agung RI, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Sekretaris dijabat Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla merangkap anggota.
Bakorkamla mengambil alih tugas-tugas intansi yang ada?
Tidak tepat disebut mengambil alih, tetapi mensinergikan tugas-tugas stakeholder yang ada. Baik Polri, Bea Cukai, KKP, TNI AL dan lainnya. Karena harus kita sadari bersama, pengamanan laut Indonesia yang demikian luas tidak mungkin bisa dilakukan oleh hanya satu lembaga.
Kapan tepatnya Bakorkamla berdiri?
Semangat Bakorkamla sebenarnya sudah ada sejak Deklarasi Juanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam wilayah NKRI. Sehingga laut harus dimaknai sebagai pemersatu, bukan pemisah antara satu pulau dengan pulau lainnya.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939. Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekelilingnya sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut diluar garis pantai tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip negara kepulauan sehingga laut antarpulau merupakan wilayah Republik Indonesia, bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Setelah melalui perjuangan panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dunia internasional dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Dengan adanya pengakuan PBB ini, luas wilayah Republik Indonesia bertambah 2,5 kali lipat.
Tahun 1972 lahirlah Badan Koordinasi Keamanan Laut yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yakni Menhankam/Pangab, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman, dan Jaksa Agung.
Pada tanggal 29 Desember 2005 dideklarasikan Bakorkamla berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2005. Inilah yang kami istilahkan dengan revitalisasi Bakorkamla.
Gaung Bakorkamla baru saja terdengar setelah tahun 2005 ini. Mengapa demikian lambat?
Perhatian pemerintah terhadap keamanan laut sejak masa Presiden Sukarno hingga sekarang tidak pernah surut. Misalnya di jaman Presiden Suharto, digalakkan pembangunan ASDP dan membangun kapal PELNI. Tujuannya agar satu pulau dengan pulau lainnya bisa terhubung dengan baik. Pak Harto juga membangun satelit Palapa meski ada pihak menganggapnya sebagai proyek mercusuar, penghamburan uang. Padahal tujuannya baik, agar seluruh wilayah NKRI baik darat maupun lautannya dapat terpantau dan diawasi lewat satelit.
Sama halnya dengan Bakorkamla. Mungkin ada sebagian masyarakat menganggap untuk apa lagi? Toh sudah banyak lembaga yang mengurusi keamanan di laut. Tapi sebagian masyarakat lain bertanya mengapa kehadirannya terlambat?
Bagi saya, tidak ada kata terlambat. Semua butuh proses penyempurnaan.
Banyak nelayan kita ditangkap petugas negara lain. Sejauhmana peran Bakorkamla bisa menolong mereka?
Patroli rutin sudah dilakukan TNI-AL atau KKP agar nelayan kita tidak sampai keluar dari zona perairan Indonesia. Sebaliknya nelayan asing pun jangan sampai masuk ke wilayah perairan kita. Yang jadi masalah, apabila nelayan ditangkap di daerah yang masih disengketakan. Bila hal itu terjadi, tentu butuh diplomasi luar negeri. Itu sebabnya, salah satu anggota Bakorkamla adalah Menteri Luar Negeri.
Laut kita sedemikian luas. Apakah Bakorkamla sudah punya radar memadai untuk mengawasi?
Kita punya Regional Coordinating Center (RCC). Disini kita memiliki alat-alat deteksi. Setidaknya sudah ada 15 alat deteksi yang ditempatkan mulai paling Barat di Sabang sampai paling Timur di Merauke. TNI–AL juga punya alat deteksi di beberapa pantai. Kemudian KKP juga punya alat deteksi. Dinas Perhubungan Laut juga punya alat deteksi, Polisi Perairan (Polair) juga punya alat deteksi. Selain RCC, Bakorkamla juga didukung dua stasiun bumi di Bangka Belitung dan Bitung.
Apakah Bakorkamla punya kewenangan merampas barang atau menahan orang yang dianggap melanggar aturan?
Tentu kewenangan itu kami miliki. Namun kami lebih mengutamakan penegakan hukum melalui peningkatan harmonisasi intelejen dan informasi.
Bila punya kewenangan merampas barang, apakah sudah punya tempat penyimpanan barang rampasan?
Masing-masing instansi kan punya gudang penyimpanan barang rampasan. Contoh, kapal yang melangar aturan akan digiring ke pangkalan TNI-Al.
Atau barang illegal akan disimpan di gudang kepabeanan milik Ditjen Bea & Cukai. Jadi tidak harus Bakorkamla yang menyimpan.
Meski demikian, Bakorkamla juga punya rumah penyimpanan benda sitaan Negara (Rubasan) di beberapa daerah. Sebut saja Rubasan satu atap yang sedang dirintis di Sambas Kalimantan Barat.
Keberhasilan sebuah lembaga kerap diukur dari seberapa besar dana yang bisa diperoleh atau seberapa besar potensi kerugian negara bisa dicegah. Bila tolok ukur itu digunakan untuk Bakorkamla, apakah lembaga ini sudah tergolong berhasil?
Memang kita sering mendengar anggapan untung – rugi sebuah lembaga menggunakan parameter seperti yang Anda sebut. Tapi saya kira ukuran itu tidak selalu tepat digunakan, terutama untuk Bakorkamla. Karena kami sifatnya Badan Koordinasi.
Meski demikian, tahun 2011 potensi kerugian negara yang berhasil kita amankan sekitar Rp 108,5 milyar. Tapi itu baru potensi kerugian. Artinya, seandainya tidak dicegah, negara akan rugi sebesar itu. Baik illegal fishing, illegal logging, dsb. Bahkan belum lama ini Bakorkamla berkerja sama dengan stakeholder lain berhasil menangkap kapal di perairan Riau yang membawa bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang hendak dijual ke luar negeri.
Bila tidak menggunakan parameter untung rugi. Apa efek besar yang dihasilkan Bakorkamla?
Bakorkamla sering melakukan operasi gabungan diluar operasi mandiri yang dilakukan lembaga yang ada. Kelebihan operasi gabungan ini lebih simple dan tidak kenal ampun.
Serta bersifat “One for all” artinya kapal patroli KKP yang sedang di BKO kan ke Bakorkamla dapat melakukan penegakan hukum di luar perikanan. Maka berdasarkan data statistik, pelanggaran di laut menurun drastis. Misalnya saja, sepanjang Juli 2012 terjadi 242 kasus. Sementara hingga pertengahan Agustus 2012 pelanggaran laut hanya sebanyak 82 kasus.
Adakah peringatan dini milik Bakorkamla misalnya terhadap adanya potensi bahaya di laut?
Salah satu fungsi Bakorkamla adalah sebagai EWS (early warning system) bekerjasama dengan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) yang dapat mendeteksi suhu air laut, arah angin, kecepatan angin, tinggi gelombang. Sehingga bagi kapal-kapal yang sedang berlayar dan berpotensi menuju kearah gelombang tinggi diberikan peringatan dini melalui telepon, radio atau faximile.
Adakah nomor telpon layanan publik Bakor kamla yang dengan mudah bisa dihubungi?
Bakorkamla punya crisis center yang berfungsi sebagai PUSKODAL (Pusat Komando Pengendali) dengan call center (021) 500500 dan 127. Siapa saja yang mengalami, menyaksikan kecelakaan, musibah, tindak kriminal di laut, atau apa saja peristiwa di laut yang membutuhkan bantuan dapat menghubungi telepon bebas pulsa tersebut kapan saja, 24 jam non stop
Sumber majalah