Pages

Saturday, 6 April 2013

SBY, Kopassus dan Lapas Cebongan

Baret Merah Kopassus 
 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta penyelidikan dan penyidikan terhadap oknum Kopassus yang terlibat penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Sabtu, 23 Maret 2013 lalu dilakukan secara transparan. Sehingga semua pihak yang bertanggung jawab dapat menerima hukuman sesuai apa yang diperbuat.

Dia menegaskan tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam negara hukum, meski itu terjadi karena ada jiwa korsa atau perasaan kesatuan korps dalam keyakinan 11 personel Kopassus penyerang Lapas Cebongan, Sleman, DIY. Namun, SBY memuji para prajurit yang telah mengakui perbuatannya sebagai sikap bertanggung jawab dan berjiwa kesatria.

"Mereka siap terima sanksi, bagi saya itu berat. Mereka bertanggung jawab dan kesatria, itulah prajurit sejati yang harus ditunjukkan kepada seluruh rakyat Indonesia," kata SBY, Jumat 5 April 2013.

SBY memahami jiwa korsa itu muncul karena perilaku sekelompok orang yang disebut preman dengan sadis membunuh Serka Heru Santoso, seorang Bintara Kopassus TNI AD. Akan tetapi, jiwa korsa seperti itu juga tidak dibenarkan.

Kepada Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, SBY memerintahkan agar setiap komandan di semua jajaran TNI memikul tanggung jawab penuh untuk memastikan setiap prajurit TNI memelihara disiplin dan kehormatan korps TNI.
"Pembinaan kepada para prajurit harus dilakukan terus-menerus. Mulai komandan peleton hingga komandan batalyon harus secara langsung mengenal anggotanya dengan baik. Moral prajurit harus dipelihara," ujarnya.

Dia juga minta kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para komandan di lingkungan TNI, agar tidak ada lagi personel TNI yang melanggar hukum publik karena menganggap dirinya berada di atas hukum.

SBY juga memastikan Polri bertindak tegas menyingkirkan premanisme dan semua bentuk organisasi kriminal. Seperti diketahui penyerangan oleh 11 anggota Kopassus Grup II itu dilakukan setelah mendengar Serka Heru Santoso, ditusuk kelompok preman di Hugo's Cafe hingga tewas pada Selasa, 19 Maret 2013. 

"Jalan-jalan dan tempat-tempat umum harus bersih dari semua bentuk premanisme yang mengancam harta benda dan nyawa. Warga harus merasa aman di manapun dan di semua waktu, siang dan malam," kata Presiden SBY melalui Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparringa.

Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Thohari, meminta penyerangan Lapas Cebongan, menjadi momentum bagi aparat hukum untuk memberantas premanisme. Ulah para preman itu sudah sangat meresahkan warga. Menjadi tugas negara menertibkan para preman ini.

Aparat keamanan dan penegak hukum harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyikat habis premanisme di negeri ini. "Sudah bukan rahasia lagi bahwa rakyat di berbagai tempat mengalami keresahan atas maraknya premanisme. Rakyat tidak berani membalas para preman, dan terbukti hanya aparat TNI yang memiliki keberanian untuk membalas aksi-aksi para preman," ujar Hajriyanto.
Hukum Militer
Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengungkapkan bahwa pihaknya menyerahkan proses hukum kasus penyerangan Penjara Cebongan kepada TNI. Ini termasuk segera melimpahkan seluruh barang bukti kepada TNI.
"Barang bukti yang ada pada kami nanti akan kami serahkan untuk proses lebih lanjut. Kami akan serahkan barang bukti terkait dengan hasil laboratorium forensik ke penyidik militer," kata Timur. Timur menegaskan pihaknya tidak akan ikut campur mengenai proses hukum tersebut.
Komandan Jenderal Kopassus Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo, menyatakan proses persidangan 11 oknum Kopassus itu digelar di Peradilan Militer dan terbuka untuk umum. Menurut dia sanksi bagi para pelaku merupakan kewenangan pimpinan tertinggi Angkatan Darat. "Saya hanya penandatangan terakhir," ujar Agus.

Meninggal Dalam Tugas
Agus mengungkapkan bahwa Heru Santoso tewas dikeroyok kawanan preman Dicky Ambon saat sedang bertugas. Agus menegaskan saat kejadian itu, almarhum itu tidak sedang bersenang-senang. Dia di kafe itu dalam rangka menjalankan tugas.
      
"Dia tidak minum-minum. Dia sedang ada misi. Namun, dia malah dikeroyok dengan keji, dipukuli, ditendang, ditusuk. Dia sempat minta tolong, tapi tidak ada yang membantu," ucap Agus kepada VIVAnews di markas Kopassus, Cijantung Jakarta Timur.

Di mata Agus dan rekan-rekan almarhum lainnya, Serka Heru adalah sosok pribadi yang baik dan tidak pernah macam-macam. Dia anggota intelijen Kopassus dan merupakan anggota komunitas intelijen yang tergabung dalam Rapat Koordinasi Intel Daerah (Rakominda).
      
Menurut dia, Heru dalah salah satu prajurit terbaik yang pernah dimiliki Kopassus. "Ia adalah sosok prajurit berprestasi, salah satu yang terbaik. Anaknya memang baik, jadi wajar kalau rekan seangkatannya merasa kehilangan lantas timbul rasa solidaritas korps."
Para pelaku adalah bekas anak buah Heru. Pelaku ingin membalas kebaikan Heru yang pernah menolong mereka. "Serka Heru Santoso adalah atasan pelaku yang telah berjasa menyelamatkan pelaku dalam sebuah tugas operasi," kata Ketua Tim Investigasi Penyerangan Lapas Cebongan TNI AD, Brigadir Jenderal Unggul K Yudhoyono.

Rasa kehilangan tidak hanya dialami oleh rekan sesama prajurit Kopassus. Duka mendalam juga dirasakan keluarga Heru Santoso. Indria, istri Heru saat ini tengah mengandung buah cinta mereka. Indria yang belum setahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama Heru itu sangat terpukul. "Rasanya seperti tidak berpijak lagi ke bumi," kata Indria di Palembang. Kini dia hanya bisa pasrah sambil menanti kelahiran anak Heru.

Di mata keluarga Heru sangat bertanggung jawab dan menjadi teladan. Menurut ibunda Indira, Jamilah, Heru selalu mengajarkan istrinya untuk selalu berbagi dan mengasihi orang lain. Sebelum meninggal, Heru sempat berencana membawa keluarganya tinggal di Solo agar dekat dengan dirinya.
Selama ini sang istri bertugas sebagai PNS di Palembang. Tapi niat itu tak pernah terlaksana. Pesan terakhir yang disampaikan Heru adalah agar namanya disisipkan pada nama anaknya. (eh)

Sumber VIVA.co.id