Pages

Friday, 23 August 2013

KRI Sultan Nuku-373 Siaga Antisipasi Letusan Gunung Rokatenda


Surabaya • Dalam Operasi Taring Hiu–13 KRI Sultan Nuku–373 mendapat perintah untuk bergerak ke Pulau Palue atau yang disebut dengan Pulau Raja dalam rangka membantu evakuasi warga terkait dalam letusan gunung api Rokatenda yang terdapat di pulau Palue.

Letusan gunung api yang terjadi pada hari Sabtu pagi tanggal 10 Agustus 2013 pukul 04.27 WITA memuntahkan lahar dan asap panas pada saat warga masih tertidur lelap, sehingga memakan korban jiwa sebanyak lima warga setempat, dimana tiga korban sudah ditemukan sementara dua lainnya belum ditemukan. Korban jiwa terdiri dari tiga korban lanjut usia dan dua korban anak-anak yang meninggal terkena aliran lahar saat sedang beristirahat di pondok kecil untuk mencari ikan.

Gunung api Rokatenda masih dalam status siaga semenjak meletus pada bulan Oktober 2012, jadi aktivitas vulkanis gunung ini sebenarnya telah berlangsung selama delapan bulan.

KRI Sultan Nuku–373 yang merupakan salah satu unsur gelar operasi Taring Hiu–13 yang sebelumnya sandar di Labuan Bajo dalam rangka pengamanan rally yacht untuk mendukung kegiatan Sail Komodo 2013 dimana acara puncaknya dilaksanakan pada tanggal 9 s/d 14 September 2013 dan dihadiri oleh Presiden RI, mendapat perintah dari Mako Koarmatim untuk membantu SAR evakuasi warga dari pulau Palue menuju ke kota Maumere di pulau Flores.

Berdasarkan informasi yang berhasil diperoleh dari Lanal Maumere, di pulau Palue sudah dibangun dermaga umum untuk kapal berukuran sedang namun belum diresmikan. Dermaga dengan panjang 70 meter dan lebar 5 meter ini memiliki konstruksi dari beton dan dapat disandari oleh korvet kelas Parchim yang memiliki panjang 75 meter. Atas informasi yang diperoleh dan didukung dengan tinjauan langsung oleh tim aju yang mendahului turun menggunakan sekoci maka diputuskan untuk merapat ke dermaga tersebut guna memudahkan proses evakuasi warga keluar dari pulau ini.

Begitu merapat di dermaga pada hari Selasa tanggal 13 Agustus 2013 pukul 09.00 WITA, KRI Sultan Nuku–373 langsung disambut dengan baik oleh bapak Camat Palue yang bernama lengkap Laurensius Regi beserta salah satu personil Polri, dan tertua warga sekitar yang datang langsung untuk memberikan penjelasan singkat tentang keadaan dan situasi di Pulau Palue.

Dari informasi yang diperoleh, di pulau Palue hanya terdapat satu kecamatan yang membawahi delapan desa yaitu desa Nitunglea, Rokirole, Tuenggeo, Ladulaka, Maluriwu, Reruwairere, Kesokoja, dan Lidi. Penduduk di Pulau ini berjumlah kurang lebih sepuluh ribu jiwa dengan tiga ribu Kepala keluarga. Mayoritas penduduk di sini beragama Katolik dan terdapat Gereja Bintang Laut Uwa dan Keluarga Kudus Lei.

Desa-desa yang berada di pesisir pantai tidak terkena dampak dari letusan gunung Rokatenda. Hal ini dapat dilihat dari masih normalnya aktivitas warganya termasuk kegiatan belajar mengajar di beberapa sekolah yang ada. Di pulau ini sendiri terdapat sepuluh sekolah dasar, dua diantaranya adalah sekolah perintis dan dua sekolah menengah pertama terdiri dari satu SMP Negeri dan satu SMP Swasta tanpa adanya sekolah menengah atas atau SMA.

Berbeda dengan desa-desa di pesisir, desa yang berada di pegunungan yang terletak dekat dengan gunung api Rokatenda menjadi lengang, hanya sedikit aktivitas warga yang terlihat akibat letusan gunung api Rokatenda. Dua desa yang mengalami kerusakan terparah akibat letusan gunung api Rokatenda adalah desa Rokirole dan Nitunglea. Kedua desa ini berada paling dekat dengan gunung api Rokatenda.

Sebagian besar penduduk desa ini terutama anak-anak dan orang tua sudah terlebih dulu mengungsi ke Maumere dievakuasi oleh tiga kapal sipil sedangkan sebagian lainnya masih menetap di desanya karena aturan adat yang mengharamkan penduduk untuk meninggalkan desanya tanpa ada perintah dari tetua adat. Begitu kuatnya kepercayaan adat di sini sehingga menyulitkan untuk proses evakuasi warganya.

Setelah proses dialog dengan tetua desa Rokirole, bapak Johannis Pio, warga nanti akan mengungsi pada hari Jumat pagi dengan membawa perlengkapannya. Akses untuk dapat mencapai desa ini hanya ada satu jalan beton yang menghubungkan pesisir sampai dengan desa Rokirole dan biasa ditempuh warga baik dengan berjalan kaki ataupun dengan sepeda motor, sedangkan akses untuk ke desa Nitunglea sudah terputus akibat aliran lahar dari letusan gunung Rokatenda dan untuk mencapainya harus melalui jalur laut.

Untuk jumlah warga yang telah berhasil dievakuasi sampai saat ini berjumlah 502 orang dan ditempatkan di kamp pengungsian di Maumere. Menanggapi keinginan warga, KRI Sultan Nuku–373 akan tetap disiagakan di pelabuhan hingga hari Jumat untuk melaksanakan evakuasi.

Selain melaksanakan tugas dan kewajiban dari TNI Angkatan Laut, Komandan beserta para prajurit KRI Sultan Nuku-373 juga melaksanakan pembinaan personel dan kegiatan rekreasi yang bertujuan agar tidak terjadinya kejenuhan dalam melaksanakan tugas operasi serta meningkatkan moril prajurit dalam melaksanakan pelayaran dan tugas pokok TNI-AL.

Kegiatan rekreasi itu sendiri dapat dilaksanakan bersama-sama dengan warga sekitar untuk mempererat hubungan TNI dengan masyarakat serta menciptakan gambaran masyarakat tentang TNI sebagai tentara rakyat.(Dispenarmatim)