Seorang analis militer mengatakan bahwa jet tempur siluman baru F-35
mungkin tidak jauh lebih baik dari pesawat tempur yang ada saat ini. Hal
ini diungkapkan oleh seorang perwira senior Angkatan Udara AS, Kolonel
Michael W. Pietrucha dalam analisanya di Air and Space Power Journal.
Pietrucha mengatakan bahwa pengadaan jet tempur senilai USD 117 juta
ini mungkin perlu dibatalkan karena kinerjanya yang tidak memuaskan.
F-35 Joint Strike Fighter (JSF) yang dibangun untuk pasukan AS dan
sekutunya, pengembangannya masih berdasarkan ide-ide pertempuran udara
yang sudah usang, klaim Pietrucha. F-35 bisa saja tidak mampu
menghindari radar musuh dan apabila digunakan untuk kampanye jangka
panjang maka biayanya terlalu mahal.
Kritik dalam jurnal Angkatan Udara AS tersebut bahkan menyimpulkan bahwa
pesawat tempur baru ini (F-35) kemungkinan memiliki performa yang
kurang, bahkan dari pesawat-pesawat tempur yang ada saat ini.
Militer AS berencana memesan lebih dari 2.400 unit F-35, Australia 100 unit dan Inggris 48 unit (sebelumnya Inggris berniat membeli 138 unit). Program senilai USD 396 miliar ini menjadi program pengembangan senjata termahal dalam sejarah, mirisnya ini bahkan terjadi saat AS dan negara-negara Eropa (yang turut dalam program) mengalami pemotongan anggaran pertahanan.
Militer AS berencana memesan lebih dari 2.400 unit F-35, Australia 100 unit dan Inggris 48 unit (sebelumnya Inggris berniat membeli 138 unit). Program senilai USD 396 miliar ini menjadi program pengembangan senjata termahal dalam sejarah, mirisnya ini bahkan terjadi saat AS dan negara-negara Eropa (yang turut dalam program) mengalami pemotongan anggaran pertahanan.
Dalam analisanya, Pietrucha menyebutkan bahwa: "Meskipun seandainya ada
dana yang tidak terbatas, masih ada cukup alasan untuk mengakhiri
program F-35."
Disebutkan dalam jurnal: "Secara khusus, kinerjanya (F-35) belum memenuhi persyaratan awal, daya angkutnya kecil (untuk senjata, dll), jangkauan pendek, dan upaya spionase oleh Republik Rakyat China mungkin telah dilakukan sejak lama bahkan sebelum pesawat ini diperkenalkan yang mungkin akan membahayakan nantinya."
F-35 belum tentu bisa diandalkan, sedangkan F-15 dan F-16 sudah semakin
menua. Anggaran yang semakin tercurah untuk pengembangan F-35 juga telah
mengambil jatah jam terbang dan upgrade pesawat-pesawat yang ada
seperti F-15, F-16, F-18 dan F-22. Jam terbang untuk pilot-pilot tempur
juga semakin sedikit, menempatkannya kurang dari jam terbang pilot China
dan beberapa negara lain.
Disebutkan dalam jurnal: "Secara khusus, kinerjanya (F-35) belum memenuhi persyaratan awal, daya angkutnya kecil (untuk senjata, dll), jangkauan pendek, dan upaya spionase oleh Republik Rakyat China mungkin telah dilakukan sejak lama bahkan sebelum pesawat ini diperkenalkan yang mungkin akan membahayakan nantinya."
Selain itu, kemajuan pesat dalam sistem radar dan pertahanan udara Rusia
dan China semakin memberi ketidakjelasan apakah teknologi siluman masih
efektif atau tidak, Pietrucha mengingatkan. Dia juga mengatakan bahwa
program F-35 harus ditunda dan Angkatan Udara AS sebaiknya menggunakan
pesawat campuran di masa depan. Jika Amerika Serikat sendiri menarik
diri dari program F-35, sudah tentu negara-negara lain akan
mengikutinya, Pietrucha mengatakan.
Pietrucha mengatakan kepada The Sunday Telegraph bahwa: "Semua program
pengembangan pesawat tempur memang mengalami kendala. Tapi yang satu ini
sangat mengganggu, belum tentu karena secara inheren pesawat ini buruk,
tetapi karena pesawat-pesawat ini sedang dibeli padahal mereka belum
terbukti. Mereka belum diuji diluar uji simulasi komputer." Lebih lanjut
dikatakan bahwa F-35 memang masih sulit untuk di-judge, karena
potensinya belum teruji dan pernyataan-pernyataan cenderung hanya
menyebutkan apa yang pesawat ini bisa lakukan meskipun tidak ada data
uji operasional yang benar-benar memastikan bahwa pesawat itu memang
bisa melakukannya.
Edward Hunt, seorang analis kedirgantaraan senior di IHS Jane,
mengatakan kinerja F-35 menjadi subyek perdebatan luas di kalangan
penerbangan militer.
Elizabeth Quintana, peneliti senior Air Power di Royal United Services
Institute, mengatakan terjadi perdebatan tentang mana yang lebih
bijaksana ketika harus menggantungkan kekuatan pada armada tempur high-end (seperti F-35) atau menggunakan campuran pesawat tempur high-end dengan pesawat yang lebih murah, pesawat serang ringan atau pesawat udara remote control. Yang mana yang akan memberikan lebih banyak pilihan atau keuntungan di medan perang di masa depan.
Selama ini, F-35 dikatakan sebagai pesawat tempur paling canggih di
dunia dengan fitur siluman serta sensor dan senjata canggih yang belum
pernah ada sebelumnya. Pesawat ini juga secara khusus didesain agar
terus relevan dalam menghadapi jenis-jenis ancaman baru di masa
mendatang.