Percaya atau tidak, Australia saat ini tengah berusaha untuk mengatasi
ancaman yang bisa ditimbulkan oleh jet-jet tempur Sukhoi di Asia
Tenggara. Dalam beberapa dekade terakhir, jarak yang jauh dan minimnya
jangkauan pesawat-pesawat tempur angkatan udara di Asia Tenggara, memang
masih memberikan rasa aman bagi Australia. Namun untuk saat ini,
keamanan Australia terkikis oleh kedatangan jet-jet tempur super manuver
Sukhoi 27 Flanker dan Sukhoi 30 Flanker C.
Jet-jet tempur Sukhoi ini sudah melengkapi Angkatan Udara China,
Indonesia, Malaysia dan Vietnam dalam jumlah yang besar. Kedatangan
Sukhoi ini telah membuka "teater baru" di Asia Pasifik. Pilot Angkatan
Udara Australia, yang semula menganggap dirinya dominan karena
menggunakan F-18 Hornet dan pembom F-111 Aardvark, sekarang harus
"menutup muka" dari Flanker Sukhoi yang memang unggul hampir pada setiap
aspek. Akuisisi Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK buatan Rusia ini oleh
negara-negara di Asia Tenggara, menyajikan sebuah kenyataan bahwa dimana
F/A-18A/B/F Australia kalah dalam hampir semua parameter kinerja utama,
baik oleh Su-30 maupun Su-27.
Dari perspektif analisis strategis, akusisi alutsista canggih oleh
negara-negara marginal stabil seperti Indonesia atau pemain regional
lainnya, harus menjadi perhatian yang serius - walaupun ini masih diluar
jumlah mengesankan yang diakuisisi oleh China. Kedatangan alutsista
jarak jauh seperti Sukhoi dan suite rudal canggih di kawasan Asia
Tenggara memang bisa meresahkan Australia, dan menyajikan konteks
strategis yang sama sekali baru.
Manuver Sukhoi ( misal: Pughacev Cobra* ) memang legendaris, dengan
jangkauannya yang lebih dari 3000 km, memberikan Flanker Sukhoi
keunggulan dalam pertempuran udara. Memungkinkan untuk melakukan taktik probes and U-turns
berulang (sebuah taktik Perang Dingin Rusia), yang dapat membuat
lawannya bingung dan rentan dalam sebuah pertempuran udara. Memburu
Sukhoi akan menjadi salah satu pekerjaan yang paling berbahaya dalam
pertempuran.
Bahkan, jangkauan yang luar biasa dari Sukhoi ini dapat ditingkatkan dua kali lipat dengan air refueling (pengisian bahan bakar di udara). Bayangkan bagaimana kekuatan Sukhoi Indonesia jika suatu hari diperkuat dengan pesawat tanker, pasti sangat meresahkan Australia. Untuk saat ini, Sukhoi-sukhoi Indonesia dapat memperjauh jangkuannya dengan pengisian bahan bakar dari Sukhoi lainnya, dimana setengah armada Sukhoi akan di isi oleh setengah Sukhoi lainnya.
Ancaman Rudal
Sukhoi memiliki 12 hard point (cantelan senjata), ini lebih banyak dari pesawat tempur lain. Fitur ini membuat Sukhoi mampu untuk membawa pack
senjata yang mematikan, yaitu seluruh amunisi rudal dan bom pintar.
Biro-biro senjata Rusia telah mengembangkan dengan baik berbagai macam
rudal udara-ke-udara dan udara-ke-permukaan -termasuk rudal jelajah-
yang pada beberapa kasus kemampuannya belum bisa disamai
senjata-senjata NATO. Sembilan puluh empat pesawat Hornet Australia ini
akan sangat rentan terhadap Sukhoi yang melampaui jarak pandang rudal.
Australia juga khawatir dengan kerentanan platform gas dan aset industri
lainnya di pesisir timur negara mereka. Defence Today menjelaskan "Dari
sudut panjang senjata, sebuah rudal supersonik Raduga 3M-82/Kh-41
Sunburn, MBRPA 3M-55/Kh-61 Yakhont atau rudal jelajah subsonik
anti-kapal Novator 3M-54E1 Alfa sangat efektif untuk melumpuhkan atau
bahkan menghancurkan salah satu fasilitas besar dalam sekali serangan.
Rudal ini didesain untuk membelah kapal perang kecil dan menimbukan
kerusakan parah pada kapal perang besar (lihat test Yakhont yang dilakukan TNI AL).
Kecelakaan industri dan kebakaran di pabrik petrokimia dan anjungan
lepas pantai sangat mudah terpicu karena hal-hal kecil, dan dapat
dipastikan sebuah serangan rudal ini dapat membuat kebakaran yang tak
terkendali."
Kapal Induk AS Sebagai Sasaran Empuk
Kedatangan Sukhoi di Asia Pasifik juga menambah kerentanan terhadap
kapal induk bertenaga nuklir milik AS. Militer Amerika sudah bersiaga,
dimana CVNs (kapal induk dan pendukungnya) sudah dalam status siaga
perang melawan Sukhoi.
Di masa lampau, kapal induk bertenaga nuklir, dilindungi oleh lingkaran
kapal pendukung dan pesawat AWACS, dan tentu saja pesawat tempur mereka
sendiri, mampu berlayar ke wilayah konflik mana saja tanpa rasa takut.
Namun, itu sejarah.
Saat ini, semua kapal induk AS yang mencoba mendekati pantai China akan
ditarget oleh Sukhoi berbasis darat dan akan menembakkan rudalnya pada
jarak yang aman. Pada hakikatnya, lahirnya Flanker Sukhoi telah
mengakhiri era diplomasi kapal-kapal perang Amerika.
Kemampuan Pilot
Angkatan Udara Australia bukan angkatan udara besar, namun mereka
menganggap dirinya terlatih, dengan pilot-pilotnya yang suka berfikir
bahwa mereka mirip dengan Maverick dari Top Gun. Mereka dilatih sesuai
dengan standar barat yang diyakini bahwa ini akan menjadi faktor penentu
dalam perang. Namun, keterampilan pilot, seperti halnya alutsista
canggih, juga dapat diimpor. Pilot India, yang saat ini termasuk dalam
jajaran pilot terbaik di dunia, kini melatih Angkatan Udara Malaysia.
China dan Indonesia juga suatu saat akan menemukan aces udara sendiri
untuk melatih pilot mereka, atau bisa saja mereka sudah menggenggam
semua kemampuan Sukhoi di tangannya. Dalam sejarahnya, pilot-pilot
pesawat tempur Indonesia termasuk salah satu pilot yang terbaik di
dunia, bahkan menonjol di Asia.
Sebagai realisasi dan kesadaran mereka atas Flanker Sukhoi yang
mendegradasi pertahanan dan keamanan Australia, akhirnya Australia
memutuskan untuk mengakusisi pesawat tempur siluman dan menaruh pesanan
untuk 100 unit F-35 JSF. Apakah ini akan mempengaruhi kedigdayaan
Flanker Sukhoi? Ini masih cerita lain, belum jelas juga apakah Australia
mampu mengakuisisi 100 F-35 mengingat harganya yang menggila. Untuk
saat ini, Sukhoi 27 dan variannya masih superior dari fighter-fighter
milik Australia.
Sumber Altileri