JAKARTA - Badan Kordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla RI) resmi menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla) terhitung dengan tanggal disetujuinya Undang-Undang Tentang Kelautan oleh DPR pada 29 September 2014.
Bakorkamla tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan terbentuknya Bakamla. Oleh karena itu, kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh Bakorkamla disesuaikan dengan undang-undang tersebut.
Sambil menunggu finalisasi ortala Bakamla, Bakorkamla terus menyempurnakan Sistem Deteksi Dini (SDD) dan Sistem Peringatan Dini (SPD) Keamanan Laut sesuai dengan amanat PerPres No. 39 Tahun 2013, yang secara ekplisit dikatakan bahwa presiden menghendaki Bakamla dibentuk tahun 2014. UU Kelautan mengamanatkan bahwa dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan PerPres tentang struktur organisasi, tata kerja dan personal Bakamla harus sudah ditetapkan.
Demikian dijelaskan oleh Laksma Maritim Eko Susilo Hadi, SH, MH – Kepala Pusat Informasi, Hukum dan Kerjasama (Kapus Inhuker Bakorkamla), Kamis (2/10/2014).
Pada saat yang sama dijelaskan pula rencana penandatanganan MOU antara China National Space Administration (CNSA) dan Bakorkamla RI terkait dengan Kerjasama Proyek Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Stasiun Bumi (Remote Sensing Satellite Application Ground Stations). Penandatangan kerjasama akan dilakukan di kantor Bakorkamla, Jakarta pada Senin (6.10).
Eko Susilo Hadi menjelaskan bahwa dalam UU. Kelautan dalam BAB IX tentang Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan Laut, dikatakan bahwa untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan ganggung terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah laut, dibentuk sistem pertahanan laut.
Sistem pertahanan laut itu diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan uruan pemerintah di bidang pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelaksanaan atas pertahanan laut disesuakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Maksud pembentukan Bakamla tersebut dalam adalah rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yuridiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yuridiksi Indonesia. Oleh karena itu, pasal 24 ayat 3 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” ujar Eko Hadi yang saat ini sedang mengikuti pendidikan Lemhanas – PPRA ke-51.
Diurai lebih dalam bahwa BAKAMLA ini merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Bakamla berwenang (1) melakukan pengejaran seketika, (2) memberhentikan – memeriksa – menangkap – membawa – menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut dan (3) mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yuridiksi Indonesia.
Terkait dengan itu, Eko menambahkan, kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia ditetapkan oleh Presiden.
KERJASAMA
Merealisasikan amanat Presiden tersebut di atas, diadakanlah tindak lanjut rintisan sejak tahun 2009 berupa kerjasama antara CNSA dan Bakorkamla pada Senin mendatang.
Kerjasama dalam bentuk Proyek Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Stasiun Bumi (Remote Sensing Satellite Application Ground Stations - RSSAGS), merupakan tindak lanjut dari Kerjasama Maritim antara Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia yang ditandangani sejak 23 Maret 2012, yang diikuti dengan Rapat Kerja Pertama Komite Kerjasama Maritim antara Tiongkok dan Indonesia pada bulan Desember tahun yang sama.
Kerjasama RSSAGS yang berlandaskan pada asas manfaat bersama yang berdasar pada undang-undang dan peraturan yang berlaku di kedua negara, kesepakatan atau konvensi internasional.
Kerjasama itu berupa hibah peralatan Stasiun Bumi Bergerak (Moveable Ground Stations) sebesar RMB Yuan 47.870.000 yang berupa pembangunan infrastruktur terkait yang terletak di Bangka-Belitung (Babel), Bitung Sulut dan Kantor Pusat Jakarta, survai, dukungan teknis dan pelatihan serta data information gathering (DIG).
Menurut Eko Susilo Hadi, substansi dari kerjasama ini adalah penyiapan dukungan infrastruktur dalam membangun Sistem Peringatan Dini (SPD) dan Sistem Deteksi Dini (SDD), yang merupakan sistem awal pencegahan pelanggaran atas kedaulatan, keamanan dan keselamatan di wilayah perairan laut Indonesia.
“Bagi Indonesia SDD dan SPD merupakan kelengkapan utama yang harus ada terutama jika Bakamla sudah terbentuk. Fungsi, tugas dan wewenang Bakamla hanya bisa dilakukan secara optimal jika SDD dan SPD dapat diimplementasikan dalam wilayah perairan laut Indonesia. Pelanggaran dan tindak kriminal atas wilayah perairan Indonesia dapat terdeteksi dengan cepat melalui kedua sistem ini, selain juga bermanfaat bagi lingkungan dan biota laut,” ujar Eko Susilo Hadi.
Tribun
Bakorkamla tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan terbentuknya Bakamla. Oleh karena itu, kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh Bakorkamla disesuaikan dengan undang-undang tersebut.
Sambil menunggu finalisasi ortala Bakamla, Bakorkamla terus menyempurnakan Sistem Deteksi Dini (SDD) dan Sistem Peringatan Dini (SPD) Keamanan Laut sesuai dengan amanat PerPres No. 39 Tahun 2013, yang secara ekplisit dikatakan bahwa presiden menghendaki Bakamla dibentuk tahun 2014. UU Kelautan mengamanatkan bahwa dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan PerPres tentang struktur organisasi, tata kerja dan personal Bakamla harus sudah ditetapkan.
Demikian dijelaskan oleh Laksma Maritim Eko Susilo Hadi, SH, MH – Kepala Pusat Informasi, Hukum dan Kerjasama (Kapus Inhuker Bakorkamla), Kamis (2/10/2014).
Pada saat yang sama dijelaskan pula rencana penandatanganan MOU antara China National Space Administration (CNSA) dan Bakorkamla RI terkait dengan Kerjasama Proyek Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Stasiun Bumi (Remote Sensing Satellite Application Ground Stations). Penandatangan kerjasama akan dilakukan di kantor Bakorkamla, Jakarta pada Senin (6.10).
Eko Susilo Hadi menjelaskan bahwa dalam UU. Kelautan dalam BAB IX tentang Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan Laut, dikatakan bahwa untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan ganggung terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah laut, dibentuk sistem pertahanan laut.
Sistem pertahanan laut itu diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan uruan pemerintah di bidang pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelaksanaan atas pertahanan laut disesuakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Maksud pembentukan Bakamla tersebut dalam adalah rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yuridiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yuridiksi Indonesia. Oleh karena itu, pasal 24 ayat 3 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” ujar Eko Hadi yang saat ini sedang mengikuti pendidikan Lemhanas – PPRA ke-51.
Diurai lebih dalam bahwa BAKAMLA ini merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Bakamla berwenang (1) melakukan pengejaran seketika, (2) memberhentikan – memeriksa – menangkap – membawa – menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut dan (3) mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yuridiksi Indonesia.
Terkait dengan itu, Eko menambahkan, kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia ditetapkan oleh Presiden.
KERJASAMA
Merealisasikan amanat Presiden tersebut di atas, diadakanlah tindak lanjut rintisan sejak tahun 2009 berupa kerjasama antara CNSA dan Bakorkamla pada Senin mendatang.
Kerjasama dalam bentuk Proyek Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Stasiun Bumi (Remote Sensing Satellite Application Ground Stations - RSSAGS), merupakan tindak lanjut dari Kerjasama Maritim antara Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia yang ditandangani sejak 23 Maret 2012, yang diikuti dengan Rapat Kerja Pertama Komite Kerjasama Maritim antara Tiongkok dan Indonesia pada bulan Desember tahun yang sama.
Kerjasama RSSAGS yang berlandaskan pada asas manfaat bersama yang berdasar pada undang-undang dan peraturan yang berlaku di kedua negara, kesepakatan atau konvensi internasional.
Kerjasama itu berupa hibah peralatan Stasiun Bumi Bergerak (Moveable Ground Stations) sebesar RMB Yuan 47.870.000 yang berupa pembangunan infrastruktur terkait yang terletak di Bangka-Belitung (Babel), Bitung Sulut dan Kantor Pusat Jakarta, survai, dukungan teknis dan pelatihan serta data information gathering (DIG).
Menurut Eko Susilo Hadi, substansi dari kerjasama ini adalah penyiapan dukungan infrastruktur dalam membangun Sistem Peringatan Dini (SPD) dan Sistem Deteksi Dini (SDD), yang merupakan sistem awal pencegahan pelanggaran atas kedaulatan, keamanan dan keselamatan di wilayah perairan laut Indonesia.
“Bagi Indonesia SDD dan SPD merupakan kelengkapan utama yang harus ada terutama jika Bakamla sudah terbentuk. Fungsi, tugas dan wewenang Bakamla hanya bisa dilakukan secara optimal jika SDD dan SPD dapat diimplementasikan dalam wilayah perairan laut Indonesia. Pelanggaran dan tindak kriminal atas wilayah perairan Indonesia dapat terdeteksi dengan cepat melalui kedua sistem ini, selain juga bermanfaat bagi lingkungan dan biota laut,” ujar Eko Susilo Hadi.
Tribun