Pages

Friday, 26 June 2015

Malaysia Siap Nyoto TNI AL Buat Satgas Anti Perompakan

Hasil gambar untuk angkatan laut
Jakarta – Malaysia melaporkan sudah terjadi 7 kali perompakan di wilayah perairan negaranya dalam kurun waktu 6 bulan terakhir selama tahun 2015. Melihat keberhasilan Indonesia mengamankan perairan dari kasus perompakan, Malaysia pun ingin membuat satuan tugas untuk menghalau bajak laut di jalur perdagangan.

TNI AL di bawah jajaran komando armada kawasan barat (Koarmabar) memiliki satuan tugas bernama Western Fleet Quick Response (WFQR) atau tim reaksi cepat. Satgas ini dikhususkan untuk menekan aksi perompakan atau bajak laut di sepanjang perairan Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan.

WFQR dinilai cukup berhasil, terbukti hingga saat ini belum ada laporan perompakan di wilayah perairan kedaulatan Indonesia. Malaysia pun disebut ingin mengadopsi langkah yang diambil Indonesia menyusul kerap munculnya bajak laut yang melakukan kejahatan terhadap kapal-kapal kargo Malaysia di wilayah perairan mereka.

“Malaysia juga dari laporan Pangarmabar juga akan mengaktifkan satuan seperti itu,” ungkap KSAL Laksamana Ade Supandi di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jaktim, Rabu (24/6/2015).

Negara Jiran tersebut memang meminta agar kerjasama dengan Indonesia terus ditingkatkan, khususnya untuk menjaga jalur perdagangan di Selat Malaka. Namun pekerjaan pun dilakukan di wilayah masing-masing.

“Nggak (satu regu). Untuk sementara kita yang establish. Karena kalau kita ada laporan-laporan kemudian kita terlambat menindaklanjuti itu juga nanti banyak laporan dan tidak ada follow up,” kata Ade.

“Akan lebih cepat kalau ada laporan, laporan itu misal ada kapal lewat tetapi ada nelayan lagi mancing terus dianggap itu pembajakan mau ada upaya merampok. Itu perlu kita cek. Kalau malam itu kan kapal menangkap ikan dianggap mau merampok,” sambungnya.

Kerjasama semacam itu, kata KSAL, akan sangat efektif dengan saling tersalurnya informasi di bidang pelayaran. Terutama jika ada kasus besar yang terjadi.

“Itu sudah kita bicarakan di kesepakatan tahun lalu. Itu yang dinamakan perbuatan patroli di wilayah masing-masing. Karena kita tidak mungkin kan misalnya coordinate patrol kita nggak mungkin nyebrang nyebrang,” jelas Ade.

“Tapi ada yang mungkin mengefektifkan yaitu komunikasi, dan juga penguatan infrastruktur untuk patroli seperti surveillance, intelijen dll,” tutup mantan Kasum TNI itu.(Detik.com)