Organisasi pembela hak asasi, Human Right Watch (HRW)
dalam laporannya menyebut sederet bukti bahwa militer Rwanda membantu
pemberontak di Republik Demokratik Kongo.
Bantuan tersebut, menurut laporan HRW, berupa
menyediakan sekitar 200-300 orang untuk pemberontak selain bantuan
senjata dan amunisi.
Tak hanya itu, Rwanda juga menyediakan tempat perlindungan bagi
pemimpin pemberontak Bosco Ntaganda yang merupakan buronan Pengadilan
Kriminal Internasional.
Sejumlah mantan pemberontak, kepada HRW
mengatakan, para perwira militer Rwanda memberi mereka persenjataan
berat dan amunisi untuk dikirim kepada pemberontak CNDP - kini dikenal
dengan nama M23- pimpinan Ntaganda.
Mereka juga melihat Bosco Ntaganda melakukan pertemuan dengan sejumlah perwira angkatan bersenjata Rwanda.
"Peran penting yang dilakukan beberapa perwira
militer Rwanda dalam membantu dan melindungi buronan ICC tak bisa
diabaikan begitu saja," kata peneliti senior masalah Afrika HRW, Anneke
van Woudenberg.
"Rwanda harus segera menghentikan dukungan untuk Ntaganda dan membantu penangkapannya," tambah dia.
Anneke van Woudenberg
Meskipun laporan ini tak secara langsung
menuding keterlibatan pemerintah Rwanda, namun Kementerian Luar Negeri
Rwanda langsung bereaksi.
Menteri Luar Negeri Rwanda Louise Mushikiwabo membantah negerinya terlibat tuduhan yang dilayangkan HRW.
Mushikiwabo mengatakan laporan HRW itu sangat sederhana, tak bertanggung jawab dan berbahaya.
Ntaganda dan para pimpinan M23 juga membantah tudingan bahwa mereka berhubungan dengan militer Rwanda.
Kawasan perbatasan Rwanda-Kongo memang menjadi
ajang pertempuran sejak 1994, saat lebih dari satu juta orang etnis Hutu
melarikan diri ke Kongo untuk menyusul pembantaian etnis.
Dalam pembantaian itu setidaknya 800.000 orang, mayoritas suku Tutsi, kehilangan nyawa.
Militer Rwanda sendiri pernah dua kali
menginvasi RD Kongo, tetangga yang wilayahnya jauh lebih besar itu,
dengan alaan mengejar pemberontak Hutu yang bersembunyi di sana.
Sementara itu puluhan ribu pengungsi RD Kongo
membanjiri Rwanda untuk menghindari pertempuran antara pasukan
pemerintah dan pemberontak.