Indonesia berada dalam ranking yang sama dengan Afghanistan, Irak, Uganda, Zimbabwe, dan Filipina.
Ilustrasi |
Inggris Indonesia mendapatkan nilai jelek dalam indeks korupsi
di sektor pertahanan (Government Defense Anti Corruption Index) yang
dirilis oleh lembaga swadaya masyarakat asal Inggris, Transparency
International.
TI memberikan Indonesia nilai E, dari skala A-F dimana A adalah nilai terbaik dan F adalah terburuk. Negara lain yang mendapat nilai E adalah Afghanistan, Irak, Uganda, Zimbabwe, dan Filipina. Negara yang mendapat F antara lain Libya, Mesir, Kamerun.
Hanya dua negara dari 82 negara yang disurvei yang mendapat nilai A, yaitu Jerman dan Australia. Negara adidaya Amerika Serikat mendapat nilai B.
Dalam laporannya yang dilansir hari ini, TI menyebutkan bahwa sektor pertahanan Indonesia dikuasai oleh kartel partai politik melalui anggota dewan yang duduk di Komisi I DPR, yang mengawasi masalah pertahanan, komunikasi dan hubungan luar negeri.
Militer Indonesia juga disebut-sebut menjadi bekingan industri pertambangan dan kehutanan bahkan sampai terlibat dalam bisnis narkotika dan perjudian.
Transparansi dalam tubuh militer juga dikritik oleh TI. Menurut TI, tidak ada mekanisme pengawasan yang bisa mengawasi anggaran-anggaran “siluman”.
Di dalam tubuh militer sendiri disinyalir budaya penyuapan, upeti, dan “asal bapak senang” masih kuat. Tidak ada mekanisme perlindungan terhadap whistle blower dan tidak ada pendidikan anti korupsi. Di samping itu, kedekatan personal atau faksional masih sangat berpengaruh dalam kenaikan jabatan di tingkat senior.
Meski pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terbuka tetapi korupsi tetap terjadi. Hal ini karena tender dilakukan sendiri oleh angakatan bersenjata dan kementerian pertahanan. Pengawasan tender tersebut dilakukan oleh pemerintah seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Bank Indonesia, yang tidak sampai ke publik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dinilai belum berani menjamah korupsi di sektor pertahanan.
TI memberikan Indonesia nilai E, dari skala A-F dimana A adalah nilai terbaik dan F adalah terburuk. Negara lain yang mendapat nilai E adalah Afghanistan, Irak, Uganda, Zimbabwe, dan Filipina. Negara yang mendapat F antara lain Libya, Mesir, Kamerun.
Hanya dua negara dari 82 negara yang disurvei yang mendapat nilai A, yaitu Jerman dan Australia. Negara adidaya Amerika Serikat mendapat nilai B.
Dalam laporannya yang dilansir hari ini, TI menyebutkan bahwa sektor pertahanan Indonesia dikuasai oleh kartel partai politik melalui anggota dewan yang duduk di Komisi I DPR, yang mengawasi masalah pertahanan, komunikasi dan hubungan luar negeri.
Militer Indonesia juga disebut-sebut menjadi bekingan industri pertambangan dan kehutanan bahkan sampai terlibat dalam bisnis narkotika dan perjudian.
Transparansi dalam tubuh militer juga dikritik oleh TI. Menurut TI, tidak ada mekanisme pengawasan yang bisa mengawasi anggaran-anggaran “siluman”.
Di dalam tubuh militer sendiri disinyalir budaya penyuapan, upeti, dan “asal bapak senang” masih kuat. Tidak ada mekanisme perlindungan terhadap whistle blower dan tidak ada pendidikan anti korupsi. Di samping itu, kedekatan personal atau faksional masih sangat berpengaruh dalam kenaikan jabatan di tingkat senior.
Meski pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terbuka tetapi korupsi tetap terjadi. Hal ini karena tender dilakukan sendiri oleh angakatan bersenjata dan kementerian pertahanan. Pengawasan tender tersebut dilakukan oleh pemerintah seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Bank Indonesia, yang tidak sampai ke publik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dinilai belum berani menjamah korupsi di sektor pertahanan.