Pages

Monday, 28 October 2013

Mendapat Acungan Dua Jempol


Terkadang dalam beraktifitas sehari-hari, ada sebagian tugas yang menurut perkiraan orang lain “imposible” dikerjakan karena beberapa hal seperti waktunya yang terbatas (karena deadline terlewati) atau karena hasilnya yang diyakini tidak mungkin maksimal atau bisa pula disebabkan karena peralatan yang kurang mendukung.

Untuk yang satu ini ada pengalaman menarik yang terjadi pada satgas kami di mana kami diserahi tugas untuk “menyulap” sesuatu yang menurut perkiraan orang lain “tidak mungkin (imposible) “ menjadi sesuatu yang “possible”. Pengalaman menarik ini terjadi pada minggu kedua penugasan (pertengahan Desember 2012) lalu.

Cerita berawal ketika pada 12 Desember 2012, Chief Product Development And Media Centre (PDMC) Mayor Pier Paolo De Salvo bersama Chief TCos (Tactical Community Outrechs) MCOU datang ke ruangan kerjaku. Mereka berdua memintaku memutar video “ Mr. Blue Barrel” (mascot yang dipasang di sepanjang Blue Line hasil kreasi rekan-rekan kami dari Satgas MCOU sebelumnya yang terbuat dari dua bekas galon air sebagai kepada dan kaki yang dihubung dengan pipa pralon di tengah-tengahnya, tangan terbuat dari bekas pipa pembuangan mesin cuci dengan tangan terbungkus sarung tangan bola).

Perlu diketahui video Mr Blue Barrel yang akan aku putar saat itu sebenarnya bukan dalam bentuk video melainkan bentuk gambar hidup yang dikemas seara apik dengan menggunakan Microsoft Power Point yang dipoles dengan beberapa tampilan kartun bergerak yang lucu. Kelemahan dari tampilannya adalah ketiadaan background suara dan juga tulisan bisu dalam bahasa arab gundul seperti kata-kata “ Hallo, saya Mr. Blue Barrel” dan lainnya. Video ini selalu diputar kami setiap melakukan kunjungan (enggagement) ke sekolah-sekolah yang ada di lebanon. Tujuannya adalah mengenalkan garis maya pemisah antara Lebanon dan Israel yang disebut Blue Line melalui maskot bernama Blue Barrel ini.

Mr. Blue Barrel yang dipasang di Blue Line

Setelah menyaksikan video Mr. Blue Barrel dengan video projector yang aku siapkan, kedua orang anggota Resimen 28 Pesaro, Italia yang menjadi “mitra kerjaku” ini selanjutnya bertanya kepadaku. “Can you change this video with something more interesting, more beautiful. Because, tomorrow morning, this video will be show to the children (Bisakah anda mengubah video ini dengan sesuatu yang lebih menarik, lebih indah. Sebab, besok pagi video ini akan diperlihatkan kepada anak-anak)” demikian Chiefku, Mayor Paolo bertanya kepadaku dengan logat Italianya yang masih sangat kental. “ Okay, I can do it. But… I need someone .. who can fill … with the sound of the words according to the Arabic language in this video (Oke, saya bisa mengerjakannya. Tetapi saya butuh seseorang yang dapat mengisi suara dengan kata-kata yang sesuai dengan bahasa arab dalam video ini) “ jawabku sedikit terbata-bata. “ Good, we will call Ghea to help fill out the sound in this video (Baik, kami akan minta Ghea untuk membantu mengisi suara dalam video ini) “ katanya. Aku mengangguk. Mereka berdua keluar dari ruang kerjaku. Ghea atau lengkapnya ghea El Bardan adalah salah satu mitra kerja kami, asli Lebanon yang menjalankan tugas sebagai Language Assistant (LA) MCOU. Orangnya cukup cantik dengan kecantikan khas wanita timur tengah. Umurnya saat itu aku taksir sekitar 25 tahun.

Satu jam kemudian, tiba-tiba Ghea muncul di ruang kerjaku dengan ditemani oleh Chiefku Mayor Paolo, Chief Tcos WO3 Fabio dan juga Chief MCOU Mayor Antonio Caragnano. Aku dan seorang rekanku, Nieckson, anggota Paskhas yang mahir editing segera menyiapkan alat rekam. Sesaat kemudian suara Ghea pun kami rekam. Tapi hasil rekaman tersebut ternyata volumenya terlalu kecil (karena memang tipe suaranya yang tidak bisa bersuara keras), kami ulangi lagi, rekaman terganggu dengan kalimat yang sering terputus atau salah membaca teks. Kami coba rekaman ketiga, suara helikopter milik Italia yang terbang rendah mengganggu proses rekaman ditambah lagi dengan slide yang gambar dan tampilan kalimatnya yang tidak sesuai. “If this result, not good, it is imposible! Tommorow, we can not show with video and voice like this. Stop! (Kalau begini hasilnya, jelek/ tidak bagus, ini sesuatu yang tidak mungkin. Besok pagi, kita tidak bisa menampilkan video dan suara seperti ini. Hentikan saja!) “ demikian kata Chief MCOU Mayor Antonio Caragnano pasrah melihat hasil rekaman dan video yang “amburadul”. Mereka bertiga akhirnya keluar dengan perasaan hati yang aku pikir, sangat kecewa, padahal besok pagi mereka harus memutarkan video tersebut di depan anak-anak.

Setelah mereka berempat keluar, tinggal lah aku berdua dengan Niekson, rekan kerjaku. Melihat kekecewaan orang-orang Italia ini, aku sendiri mempunyai pikiran lain dan segera berkata kepada rekan kerjaku yang satu ini. “ Niek, coba kita tunjukkan kepada mereka bahwa kita mampu. Kita coba mengubah sesuatu yang imposible seperti kata mereka menjadi sesuatu yang posible. Kamu setuju” tanyaku. “ Oke bang. Aku setuju!” jawabnya merasa tertantang. “ Baik, sekarang juga, coba kamu olah hasil rekaman yang amburadul tadi. Potong-potong menjadi beberapa bagian. Aku akan memoles file power pointnya. Setelah selesai serahkan pada saya dan kita coba lihat hasilnya nanti” pintaku kepadanya yang ditanggapi dengan anggukan kepala.

Kami berdua akhirnya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku memoles file power pointnya sedangkan Nieckson sibuk dengan mencoba mengolah hasil rekaman yang amburadul tadi. Dua jam kemudian kami selesai dan langsung digabungkan. Hasilnya lumayan tetapi masih ada kekurangan karena belum ada tambahan musik yang sesuai dengan tampilan gambarnya. Karena penasaran, usai jam kerja sekitar pukul 18.00 LT, kami berdua searching di internet, mendownload beberapa musik MP3 khas Lebanon yang cocok dengan dunia anak-anak. Setelah berhasil dan langsung digabungkan, hasilnya cukup bagus. Kami pun lega.

Esok harinya sekitar pukul 08.15 LT, setelah kami menyiapkan seluruh peralatan yang akan dibawa dalam kegiatan kunjungan ke Public School di Yarin, kami memanggil Mayor Paolo dan Fabio untuk menyaksikan “kerja keras “ kami. Hasilnya di luar dugaan. “ Very… … very good… it’s imposible!” demikian mereka berkata sembari secara bersamaan mengacungkan dua jempol tangannya kemudian memeluk kami berdua. Ghea, sang Language Assistant yang tidak berapa lama kemudian datang juga ke tempat kami setelah dipanggil juga menyatakan keheranan dan kekagumannya kepada hasil kerja kami. Gambar, suara dan juga musik latarnya cocok dengan seleranya. Saat pemutaran di depan puluhan anak-anak di Public School di Yarin, hasilnya pun tidak mengecewakan. Mereka puas, kami juga ikut puas. Bahkan sang Chief MCOU sempat juga menyalami kami. “The best our team” demikian kata Mayor Paolo kepada Mayor Antonio, sang Chief. Dalam hati, kami heran. Sedemikian “hebatnya” penghargaan mereka kepada kami karena sesuatu hal yang menurut kami sebenarnya merupakan hal yang biasa dalam tugas-tugas kami di tanah air.(M Syafrudin)

lebanonku