Pages

Sunday, 29 December 2013

Penampilan Prajurit Indonesia di Timtim

Foto: Penampilan Prajurit Indonesia di
Timtim

“Fashion Show”
Gaya Prajurit Indonesia di Timor
Timur
Operasi Seroja yang dimulai di akhir
tahun 1975 kemudian berlanjut
sampai operasi pemulihan keamanan
hingga tahun 1999, ternyata
membawa hal menarik untuk
dicermati. Cerita-cerita seru dan
unik seputar pertempuran, kisah
kemenangan gemilang, maupun
kisah gugurnya prajurit terbaik
sudah sering menjadi bahan
perbincangan. Namun di samping
cerita-cerita tersebut, ada satu hal
yang menarik untuk disimak, gaya
penampilan para prajurit.
Saat itu seringkali dijumpai para
prajurit Indonesia di lapangan
dengan kombinasi penampilan unik
dan tak lazim. Gaya berpakaian
dengan berbagai model potongan
rambut pun bervariasi. Lain dengan
saat ini, dimana potongan rambut
seorang tentara harus cepak, rapi,
dan berseragam. Jika diumpamakan,
potongan rambut mereka lebih mirip
artis-artis Indonesia yang saat itu
tengah naik daun.
Tampaknya tak terlalu berlebihan
jika model potongan rambut mereka
meniru para artis tahun 80an.
Namun, tentara-tentara yang
bertugas di Bumi Loro Sae itu tentu
memiliki alasan tersendiri tentang
gaya rambut dan penampilan
berpakaian mereka. Penempatan di
pos-pos yang jauh di pedalaman,
membuat prajurit Indonesia
melahirkan gaya tersendiri yang tak
seperti biasanya. Bagaimana tidak?
Posisi mereka yang amat jauh tentu
sangat menyulitkan untuk dropping
logistik, sehingga tidak
memungkinkan bagi mereka untuk
menjaga penampilan mereka, seperti
merapikan rambut seperti
penampilan tentara pada umumnya.
Sehingga dapat dikatakan gaya
tersebut muncul dikarenakan
keadaan. Namun lain ceritanya jika
digunakan sebagai penyamaran.
Ketika operasi Seroja belum resmi
diumumkan, berpakaian seadanya
dengan rambut gondrong merupakan
sebuah kewajiban dalam hal
penyamaran. Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak nampak
sebagai Pasukan Resmi Tentara
Nasional Indonesia. Jadi lebih
terlihat sebagai para milisi atau
penduduk setempat, yang
kebanyakan berpenampilan gondrong
seperti itu.
JENIS PENAMPILAN PRAJURIT TNI
Jika dikelompokkan, ada 3 tampilan
khas pasukan Indonesia saat
bertugas di Timtim. Ketiga mode itu
antara lain:
Pertama : rapi dengan seragam
lengkap.
Kedua : rambut gondrong dan
berseragam lengkap.
Ketiga : rambut gondrong dengan
pakaian kombinasi.
Pertama, rapi dengan berseragam
lengkap. Biasanya, mereka adalah
pasukan yang baru datang, atau
kalau tidak, mereka akan kembali
pulang ke markas. Prajurit yang baru
saja diterjunkan, biasanya masih
membawa perlengkapan yang
lengkap serta berpotongan rapi.
Demikian juga ketika mereka akan
ditarik dari medan pertempuran.
Mereka akan berusaha serapi
mungkin, dengan potongan rapi, dan
penampilan yang bersih.
Penampilan prajurit Indonesia yang
bertugas di Timtim tahun 1975.
Perhatikan gaya rambut gondrong
prajurit di sisi paling kanan foto
Kedua, rambut gondrong dan
berseragam lengkap. Setelah
beberapa bulan penugasan di
medan, rambut seorang prajurit akan
tumbuh lebat, apalagi jika mereka
berada di dalam hutan berbulan-
bulan, dapat dipastikan rambut
tumbuh dengan lebatnya, demikian
juga kumis, jenggong, serta jambang
mereka.
Ketiga, rambut gondrong dengan
pakaian kombinasi. Jika tidak sempat
bercukur atau memotong kumis,
maka para prajurit benar-benar
berpenampilan tidak rapi. Ditambah
pakaian seragam yang tidak layak
pakai, karena belum mendapat jatah
seragam baru dari basis. Akibatnya,
banyak dari mereka yang
mengenakan baju seragam dengan
bawahan celana sipil, ataupun
sebaliknya. Jika benar-benar
kehabisan seragam, mereka hanya
mengenakan seragam sipil biasa.
Kadang pula ditemui prajurit dengan
pakaian olahraga atau dengan kaos
dengan mengenakan celana loreng.
Namun ada juga beberapa prajurit
yang masih memiliki seragam bagus.
Mereka sengaja menyimpan, atau
memakai seragam loreng hanya
dalam kesempatan tertentu.
Misalnya ketika ada kunjungan dari
petinggi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI).
GONDRONG VS GONDRONG
Para anggota milisi bersenjata
Fretilin yang mengenakan seragam
loreng TNI dengan
bersenjata lengkap
Penampilan anggota TNI yang
bervariasi, dengan rambut gondrong
dan pakaian seadanya, terkadang
membuat orang awam susah
membedakannya dengan anggota
Fretilin. Hal sebaliknya juga terjadi
pada pihak Fretilin. Kisah tersebut
seperti diungkapkan oleh Sersan
Mayor Mursihadi, seorang pensiunan
TNI dari Detasemen Kesehatan
Wilayah (Denkesyah) Korem 074
Warasratama, Surakarta.
Seperti kebanyakan anggota TNI
lainnya, Mursihadi juga berambut
gondrong. Suatu hari dirinya
mendapat tugas untuk mencari
tambahan makanan. Ia kemudian
masuk hutan sekadar mencari
dedaunan atau berburu binatang,
yang dapat diambil dagingnya. Saat
asik mencari dan berburu, tiba-tiba
muncul seseorang berpenampilan
serupa, gondrong dan menenteng
senjata.
Begitu lama Mursihadi mengamati
orang tersebut. Setelah sekian lama
ia amati, dirinya baru tersadar,
bahwa ternyata orang tersebut
bukanlah rekannya. Seseorang
dengan tampilan sama persis
tersebut merupakan anggota Fretilin,
yang diduga sedang mencari bahan
makanan juga. Dengan sigap, tak
ingin ditembak duluan, Mursihadi
kemudian berhasil menembak mati
Si Fretilin gondrong dalam kontak
tembak yang berlangsung singkat.
Tentara Pembebasan Timtim-
Fretilin
Lain halnya jika anggota Fretilin
yang berpenampilan gondrong yang
menyamar sebagai prajurit TNI. Hal
tersebut dapat berakibat fatal.
Seperti kasus penghadangan truk
yang berisi polisi yang
mengamankan Pemilihan Umum
1997 di daerah Sektor Timur. Truk
yang sedang melintasi perbukitan di
Kecamatan Quelicai, tiba-tiba
dihentikan seseorang yang
berpakaian loreng TNI. Sopir yang
terkejut langsung menginjak rem.
Mendadak orang yang disangka
teman tersebut melemparkan granat,
tepat di bagian bak truk yang berisi
pasukan serta persediaan bensin.
Akibatnya truk meledak hebat,
kobaran api segera melahap truk
seisinya. Selain truk terbakar dan
hancur sangat parah, seluruh
penumpangnya juga tewas
terpanggang. Oleh karena itu
dikemudian hari muncul anjuran,
agar tiap anggota TNI harus selalu
merapikan penampilan. Karena
perbedaan yang terlalu tipis antara
anggota Fretilin dan anggota TNI
dapat berakibat fatal.
@FN

“Fashion Show”  Gaya Prajurit Indonesia di Timor  Timur

Operasi Seroja yang dimulai di akhir tahun 1975 kemudian berlanjut sampai operasi pemulihan keamanan hingga tahun 1999, ternyata membawa hal menarik untuk dicermati. Cerita-cerita seru dan unik seputar pertempuran, kisah kemenangan gemilang, maupun kisah gugurnya prajurit terbaik sudah sering menjadi bahan perbincangan. Namun di samping cerita-cerita tersebut, ada satu hal yang menarik untuk disimak, gaya penampilan para prajurit. Saat itu seringkali dijumpai para prajurit Indonesia di lapangan dengan kombinasi penampilan unik dan tak lazim. Gaya berpakaian dengan berbagai model potongan rambut pun bervariasi. Lain dengan saat ini, dimana potongan rambut seorang tentara harus cepak, rapi, dan berseragam. Jika diumpamakan, potongan rambut mereka lebih mirip artis-artis Indonesia yang saat itu tengah naik daun.

Tampaknya tak terlalu berlebihan jika model potongan rambut mereka meniru para artis tahun 80an. Namun, tentara-tentara yang bertugas di Bumi Loro Sae itu tentu memiliki alasan tersendiri tentang gaya rambut dan penampilan berpakaian mereka. Penempatan di pos-pos yang jauh di pedalaman, membuat prajurit Indonesia melahirkan gaya tersendiri yang tak seperti biasanya. Bagaimana tidak? Posisi mereka yang amat jauh tentu sangat menyulitkan untuk dropping logistik, sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk
menjaga penampilan mereka, seperti merapikan rambut seperti penampilan tentara pada umumnya. Sehingga dapat dikatakan gaya tersebut muncul dikarenakan keadaan. Namun lain ceritanya jika digunakan sebagai penyamaran. Ketika operasi Seroja belum resmi diumumkan, berpakaian seadanya dengan rambut gondrong merupakan sebuah kewajiban dalam hal penyamaran. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak nampak sebagai Pasukan Resmi Tentara Nasional Indonesia. Jadi lebih terlihat sebagai para milisi atau penduduk setempat, yang kebanyakan berpenampilan gondrong seperti itu.
 
JENIS PENAMPILAN PRAJURIT TNI
Jika dikelompokkan, ada 3 tampilan khas pasukan Indonesia saat bertugas di Timtim. Ketiga mode itu antara lain:
Pertama : rapi dengan seragam lengkap.
Kedua : rambut gondrong dan berseragam lengkap.
Ketiga : rambut gondrong dengan pakaian kombinasi.

Pertama, rapi dengan berseragam lengkap. Biasanya, mereka adalah pasukan yang baru datang, atau
kalau tidak, mereka akan kembali pulang ke markas. Prajurit yang baru saja diterjunkan, biasanya masih membawa perlengkapan yang lengkap serta berpotongan rapi. Demikian juga ketika mereka akan ditarik dari medan pertempuran. Mereka akan berusaha serapi mungkin, dengan potongan rapi, dan penampilan yang bersih. Penampilan prajurit Indonesia yang bertugas di Timtim tahun 1975. Perhatikan gaya rambut gondrong prajurit di sisi paling kanan foto

Kedua, rambut gondrong dan berseragam lengkap. Setelah beberapa bulan penugasan di medan, rambut seorang prajurit akan tumbuh lebat, apalagi jika mereka berada di dalam hutan berbulan- bulan, dapat dipastikan rambut tumbuh dengan lebatnya, demikian juga kumis, jenggong, serta jambang mereka.

Ketiga, rambut gondrong dengan pakaian kombinasi. Jika tidak sempat bercukur atau memotong kumis, maka para prajurit benar-benar berpenampilan tidak rapi. Ditambah pakaian seragam yang tidak layak
pakai, karena belum mendapat jatah seragam baru dari basis. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengenakan baju seragam dengan bawahan celana sipil, ataupun sebaliknya. Jika benar-benar
kehabisan seragam, mereka hanya mengenakan seragam sipil biasa. Kadang pula ditemui prajurit dengan pakaian olahraga atau dengan kaos dengan mengenakan celana loreng. Namun ada juga beberapa prajurit
yang masih memiliki seragam bagus  Mereka sengaja menyimpan, atau memakai seragam loreng hanya
dalam kesempatan tertentu. Misalnya ketika ada kunjungan dari petinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

GONDRONG VS GONDRONG
Para anggota milisi bersenjata Fretilin yang mengenakan seragam loreng TNI dengan bersenjata lengkap Penampilan anggota TNI yang bervariasi, dengan rambut gondrong dan pakaian seadanya, terkadang
membuat orang awam susah membedakannya dengan anggota Fretilin. Hal sebaliknya juga terjadi
pada pihak Fretilin. Kisah tersebut seperti diungkapkan oleh Sersan Mayor Mursihadi, seorang pensiunan TNI dari Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) Korem 074 Warasratama, Surakarta. Seperti kebanyakan anggota TNI lainnya, Mursihadi juga berambut gondrong. Suatu hari dirinya mendapat tugas untuk mencari tambahan makanan. Ia kemudian masuk hutan sekadar mencari dedaunan atau berburu binatang, yang dapat diambil dagingnya. Saat asik mencari dan berburu, tiba-tiba muncul seseorang berpenampilan serupa, gondrong dan menenteng senjata.

Begitu lama Mursihadi mengamati orang tersebut. Setelah sekian lama ia amati, dirinya baru tersadar, bahwa ternyata orang tersebut bukanlah rekannya. Seseorang dengan tampilan sama persis tersebut merupakan anggota Fretilin, yang diduga sedang mencari bahan makanan juga. Dengan sigap, tak ingin ditembak duluan, Mursihadi kemudian berhasil menembak matii Fretilin gondrong dalam kontak tembak yang berlangsung singkat. Tentara Pembebasan Timtim-Fretilin Lain halnya jika anggota Fretilin yang berpenampilan gondrong yang menyamar sebagai prajurit TNI. Hal tersebut dapat berakibat fatal. Seperti kasus penghadangan truk yang berisi polisi yang mengamankan Pemilihan Umum 1997 di daerah Sektor Timur. Truk yang sedang melintasi perbukitan di Kecamatan Quelicai, tiba-tiba dihentikan seseorang yang berpakaian loreng TNI. Sopir yang terkejut langsung menginjak rem. Mendadak orang yang disangka teman tersebut melemparkan granat, tepat di bagian bak truk yang berisi pasukan serta persediaan bensin. Akibatnya truk meledak hebat,
kobaran api segera melahap truk seisinya. Selain truk terbakar dan hancur sangat parah, seluruh penumpangnya juga tewas terpanggang. Oleh karena itu dikemudian hari muncul anjuran, agar tiap anggota TNI harus selalu merapikan penampilan. Karena perbedaan yang terlalu tipis antara anggota Fretilin dan anggota TNI dapat berakibat fatal.