Pages

Monday, 30 December 2013

Terungkap, Tim Elit Intelijen AS Spesialis Penyadapan

Skandal penyadapan pihak intelijen AS terus menimbulkan kehebohan. Sejak dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden, banyak negara jadi gusar dan media massa internasional terus mengorek lebih dalam skandal itu.

Majalah Jerman, Der Spiegel, kembali mengungkap praktik penyadapan oleh NSA. Praktik itu ternyata dijalankan oleh suatu unit khusus NSA, Tailored Access Operation (TAO). Pengungkapan ini berasal dari bocoran dokumen internal NSA dan pengakuan seorang pejabatnya, yang tidak mau diungkap namanya.

Unit peretas khusus itu mampu menyadap berbagai perangkat komputer untuk mendapatkan data sekaligus melancarkan sabotase. Dilansir laman majalah Time, yang mengutip laporan Der Spiegel, unit khusus NSA ini mampu mendapatkan data yang selama ini mustahil didapat dengan cara konvesional. Dibentuk pada 1997, TAO dikabarkan telah meretas 258 target di hampir setiap negara di dunia.

Cara kerja unit ini canggih, bahkan disebut mirip dengan cara-cara yang dipakai jagoan di film, James Bond. Unit ini memanfaatkan berbagai macam kabel komputer-monitor yang khusus dibuat untuk merekam data dalam waktu nyata (real time).

TAO juga menggunakan perangkat batang data USB, yang memiliki transmitor khusus untuk mengirim data curian melalui gelombang radio. Unit ini juga mampu menyadap data di laptop dan menangkap sinyal ponsel dari jarak jauh.

Tim ini juga mencuri data dengan mengeksploitasi celah-celah keamanan di Internet dan piranti lunak di sejumlah perusahaan seperti Cisco Systems dan Huawei Technologies asal China. Bahkan muncul kabar bahwa TAO bisa menyusup ke komputer-komputer berbasis Windows dengan memanfaatkan laporan-laporan gangguan operasional dari konsumen (crash reports).

Microsoft tidak langsung menanggapi kabar sabotase dari TAO itu. Namun raksasa piranti lunak itu termasuk dari perusahaan-perusahaan teknologi AS yang menuntut pemerintah Amerika agar lebih transparan soal metode penyadapan NSA.

Der Spiegel tidak mengungkap identitas siapa yang membocorkan dokumen NSA itu. Selama ini masalah tersebut mengandalkan liputan penyadapan NSA dari Edward Snowden, yang tengah bersembunyi di Rusia. Namun salah satu penulis artikelnya adalah Laura Poitras, seorang pembuat film dokumenter yang dekat dengan Snowden.

Majalah itu mengungkapkan bahwa TAO diperkuat oleh sekumpulan peretas unggul. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagai Direktur NSA, Keith Alexander tampil di sejumlah konferensi yang dihadiri para peretas, yang rata-rata kaum muda anti kemapanan.

Di kantor, jenderal berbintang empat itu sering mengenakan seragam militer. Namun, dalam upaya merekrut para hacker, dia biasa bercelana jins dan berkaos oblong agar bisa dekat dengan mereka.

Strategi itu tampak membuahkan hasil. Unit itu berhasil merekrut para peretas sehingga TAO perlu membuka cabang di beberapa kota. Selain markas besar NSA di Fort Meade, TAO bertebaran di Wahiawa (Hawaii), Fort Gordon (Georgia), Pangkalan Angkatan Udara Buckley dekat Kota Denver (Colorado) dan San Antonio.

Bahkan TAO juga memperluas cabang di luar negeri. Menurut sebuah dokumen NSA, terdapat daftar para penghubung utama TAO berikut alamat surel (email) dan nomor telepon khusus, serta kantor penghubung di dekat Kota Frankfurt, Jerman. Lokasi persisnya berada di barak militer AS di Kota Darmstadt.

Sejumlah unit cabang TAO di AS juga mencakup target di negara-negara lain. Contohnya, kantor di San Antonio menangani penyadapan di Timur Tengah, Kuba, Venezuela, Meksiko, dan Kolombia.

Salah satu operasi terkenal dari TAO adalah proyek Stuxnet. Ini merupakan "cacing komputer" (worm) yang keberadaannya ditemukan pada Juni 2010. Virus itu proyek patungan badan intelijen AS dan Israel untuk menyabot program nuklir Iran.

Operasi ini berhasil karena membuat program nuklir Iran mundur selama bertahun-tahun setelah Stuxnet memanipulasi teknologi komputer yang digunakan di fasilitas pengolahan uranium di Kota Natanz. Sebanyak 1.000 sentrifugal di reaktor itu menjadi tidak berguna.

Unit khusus NSA ini juga memiliki tim riset khusus untuk menguji teknologi-teknologi baru yang baru dikeluarkan ke pasaran maupun yang masih diuji. Para staf di tim ini memiliki kemampuan luar biasa dalam mengoprek komputer dan membangun jaringan, mirip dengan tokoh Q dalam seri James Bond.

Aksi Global

Aksi penyadapan yang dilakukan oleh agen intelijen Amerika Serikat (NSA) ternyata dilakukan secara masif. Hal itu terungkap dari dokumen yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA, Edward J. Snowden.

Apabila dalam wawancara awal yang dilakukan Snowden dengan harian Inggris, The Guardian, pada Juni lalu, dia hanya mengungkap program NSA bertajuk PRISM yang memungkinkan NSA memantau semua aktivitas warga AS di telepon dan internet, perlahan dokumen yang dibocorkan oleh Snowden dan dimuat di media menunjukkan agen intel NSA tidak hanya menyadap komunikasi warga AS, tetapi turut mencuri dengar percakapan warga dunia.

Warga Spanyol pun yang notabene merupakan sekutu AS, ikut disadap. Harian El Mundo pada Oktober lalu menulis bahwa NSA telah memata-matai 60,5 juta nomor telepon di Spanyol periode 10 Desember 2012 hingga 8 Januari 2013.

El Mundo mendapatkan data ini dari jurnalis yang pernah bekerja di The Guardian, Gleen Greenwald. Dia mengatakan NSA hanya melacak durasi dan riwayat lokasi serta penelepon, tanpa menyadap isi percakapan.

Puluhan juta warga Prancis pun turut menjadi sasaran sadap agen intel NSA. Dokumen yang lagi-lagi bersumber dari Snowden dan dilansir harian Le Monde, menulis sebanyak 70,3 juta telepon warga Prancis telah disadap NSA dalam waktu 30 hari, terhitung tanggal 10 Desember 2012 hingga 8 Januari 2013. Saking kesalnya terhadap isi pemberitaan itu, Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, sampai memanggil Duta Besar AS untuk Prancis, sebagai bentuk protes.

Namun, dokumen lain yang dibocorkan oleh Snowden jauh lebih mencengangkan, karena yang dijadikan target penyadapan tidak hanya warga biasa, tetapi sampai masuk ke ranah pemimpin negara.

Laporan itu kembali dimuat di harian The Guardian, akhir Oktober lalu. Dalam laporan itu, dikutip sebuah memo rahasia yang diserahkan pria berusia 31 tahun itu. Isinya perintah bagi para pejabat senior beberapa instansi "pelanggan" seperti Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri dan Pentagon untuk memberikan nomor telepon para politisi dunia agar dimasukkan ke dalam sistem mata-mata mereka.

Dalam dokumen itu, ditulis bahwa seorang pejabat AS memberikan lebih dari 200 nomor, termasuknya di dalamnya ada 35 pemimpin dunia. Tidak disebutkan pemimpin mana saja yang disadap, namun NSA disebut langsung melakukan operasi intelijen.

Aksi semacam ini bahkan rutin dilakukan oleh NSA. Dua pemimpin yang secara terang-terangan disadap dan murka akan aksi tersebut yaitu Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Presiden Brasil, Dilma Rousseff.

Merkel mengetahui dirinya disadap setelah Majalah Der Spiegel memberitakan pada Oktober lalu, bahwa nomor ponselnya sudah masuk ke dalam daftar Layanan Kumpulan Data Khusus NSA (SCS). Bahkan, sejak satu dekade lalu. Dalam daftar itu, nomor ponsel Merkel ditandai dengan kode "Kanselir GE Merkel".

Namun, Der Spiegel tidak menyebut secara jelas apa yang disadap oleh agen NSA melalui komunikasi Merkel. Berang, Merkel pun langsung mengklarifikasi pemberitaan itu kepada Obama melalui telepon.

Hasilnya, Obama mengaku tidak tahu NSA telah menyadap komunikasi Merkel. Namun, pernyataan itu dimentahkan oleh harian Jerman, Bild am Sonntag. Di sana tertulis Obama sudah mengetahui soal operasi penyadapan sejak tiga tahun lalu, termasuk ketika dia berkunjung ke Berlin pada Juni lalu.

Sementara Rousseff kesal karena pola komunikasinya dengan dua penasihat utamanya disadap AS. Sebagai balasannya, Rousseff membatalkan kunjungan kenegaraan ke Negeri Paman Sam, yang semula dijadwalkan bulan Oktober lalu.

Menteri Luar Negeri Brasil, Luiz Alberto Figueiredo, mengaku telah meminta penjelasan tertulis soal laporan spionase tersebut. Saat itu Obama yang tengah dalam perjalanan menuju ke Rusia, mengatakan badan intel AS tidak mengintip isi surat elektronik atau mendengarkan isi pembicaraan telepon seseorang.

Kurang puas, Rousseff lantas meluapkan kemarahannya dalam forum sidang Dewan Keamanan PBB yang dihelat pada 24 September lalu. Di sana, Rousseff secara tegas menyatakan Pemerintah dan warga Brasil mengaku tidak terima dengan sikap AS yang menyadap surel pribadinya. Alasan AS yang menyebut aksi penyadapan itu untuk melindungi Brasil dari serangan teroris, sangat tak berdasar.

Indonesia Disadap

Di setiap dokumen Snowden, tertulis, bahwa agen intel NSA tidak bekerja seorang diri. Mereka turut dibantu oleh agen intelijen dari empat negara sekutunya yaitu Australia (DSD), Kanada (CSEC), Inggris (GCHQ), dan Selandia Baru (NZSIS). Dalam sandi intelijen, kelimanya dinamai "five eyes".

Aksi penyadapan yang dilakukan DSD inilah yang membuat Pemerintah Indonesia berang. Bagaimana tidak, benua yang dianggap sebagai sahabat terdekat, pada tahun 2009 silam menyadap komunikasi ponsel Nokia E90-1 Presiden SBY dan Ani Yudhoyono. Beberapa pejabat tinggi pun, tidak ikut ketinggalan disadap juga.

Semua itu dimuat koran Sydney Morning Herald (SMH) dan The Guardian dengan lagi-lagi bersumber kepada bocoran dokumen Snowden. Menanggapi pemberitaan ini, Perdana Menteri Tony Abbott, malah bersikap arogan dan tidak meminta maaf.

Walhasil, Presiden SBY semakin kesal dan langsung memberikan serangan balasan. Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, pada 18 November lalu ditarik kembali. Dua hari kemudian, Presiden SBY lantas membekukan sementara tiga bidang kerja sama dengan Negeri Kangguru. Salah satunya di bidang penanggulangan pencari suaka.

Merasa senasib dan sepenanggungan, Indonesia lantas bergabung dengan Jerman dan Brasil dalam menggolkan resolusi PBB soal anti spionase ke Majelis Umum. Di sini, Indonesia turut berperan sebagai co-sponsor. Delegasi Jerman dan Brasil telah bekerja untuk memasukkan draf ini di Majelis Umum PBB, menurut beberapa diplomat PBB kepada Reuters.

"Resolusi ini akan didukung penuh di Majelis Umum, karena tak ada yang suka NSA memata-matai mereka," kata seorang diplomat Barat di PBB yang tak mau diungkap namanya.

Walaupun resolusi itu tidak mengikat, namun memiliki bobot moral dan politik, karena bisa didukung oleh 193 negara anggota PBB. Impian itu pun segera menjadi kenyataan, karena Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada Selasa, 26 November 2013 meloloskan resolusi hak privasi yang diajukan sebelumnya oleh kedua negara tersebut.

Duta Besar Jerman untuk PBB, Peter Wittig mengatakan ini merupakan kali pertama sebuah badan PBB telah menunjukkan sikap terkait HAM di dunia maya. Selain itu Wittig menilai resolusi yang diloloskan kemarin, memiliki pesan politik yang penting.

Dalam resolusi itu menekankan bahwa pengawasan yang dilakukan secara semena-mena dan tak berdasarkan hukum merupakan pelanggaran berat terhadap hak privasi.(eh)

viva.co.id