Foto dokumentasi pemberangusan anggota atau
simpatisan Partai Komunis Indonesia pasca pemberontakan mereka pada
Oktober 1965. Sampai kini masih sangat banyak informasi ataupun
penggalan sejarah otentik yang gelap tentang pemberontakan PKI ini
... Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa... "
"Jadi,
pengakuan pihak tertentu ada skenario ABRI melakukan penangkapan
orang-orang PKI setelah Oktober atau ada pembantaian terencana oleh NU
terhadap PKI, ternyata tidak didukung bukti historis," katanya, kepada
ANTARA, di Surabaya, Senin.
Menurut dia, fakta yang sebenarnya justru ada dalam buku kecil atau buku saku tentang ABC Revolusi yang ditulis CC (Comite Central) PKI pada 1957, yang merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan PKI tentang negara komunis di Indonesia.
"Buku
yang saya temukan itu justru membuktikan bahwa rencana pemberontakan
PKI yang diragukan sejumlah pihak itu ada dokumen historisnya, bahkan
dokumen itu merinci tiga tahapan pemberontakan PKI yang semuanya gagal,
lalu rumorpun diembuskan untuk mengaburkan fakta," katanya.
Tanpa menyebut asal-usul dokumen yang terlihat lusuh itu, ia mengaku bersyukur dengan temuan dokumen yang tak terbantahkan itu.
"Kalau ada orang NU melakukan pembunuhan, itu bukan direncanakan, tapi reaksi atas sikap PKI sendiri yang menyebabkan chaos itu," katanya.
Ia
menjelaskan sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi
balik. "PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan,
seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum
dikhitan, dan banyak lagi," katanya.
Oleh
karena itu, ia mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan provokasi
politik yang didukung media massa untuk "membesarkan" PKI guna
mengaburkan sejarah dengan menghalalkan segala cara.
"Kita
jangan terpancing dengan sisa-sisa orang PKI di berbagai lini yang
berusaha membangkitkan mimpi tentang negara komunis melalui media massa,
buku-buku, dan semacamnya yang seolah-olah benar dengan bersumber
kesaksian," kata dia.
"Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa," katanya pula.
Ia
menambahkan, testimoni berbagai pihak itu mungkin benar, namun
testimoni itu bersumber dari individu-individu yang tidak mengetahui
skenario besar dari PKI untuk merancang tiga revolusi dengan goal untuk mendirikan negara komunis di Indonesia.
"Saya
bukan hanya bersaksi, karena saya juga sempat mengalami sejarah
pemberontakan PKI itu dan lebih dari itu, saya mempunyai bukti yang
sangat gamblang dari dokumen PKI sendiri," katanya.
Senada dengan itu, guru besar Universitas dr Soetomo Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno, menyatakan, buku Memoir on The Formation of Malaysia,
karya Ghazali Shafie terbitan Universiti Kebangsaan Malaysia,
menunjukkan kaitan erat Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan PKI.
"Dalam
buku itu jelas Bung Karno tidak menghadiri persidangan puncak dengan
Tungku Abdul Rachman di Tokyo pada tahun 1963, karena PKI tidak suka
dengan pertemuan itu," kata penulis buku Rumpun Melayu, Mitos dan Realitas itu.
Oleh
karena itu, konfrontasi Indonesia-Malaysia itu bukan sekadar demo
anti-Indonesia atau demo anti-Malaysia, melainkan PKI merancang
konfrontasi itu agar rencana besar (negara komunis) tidak "terbaca".
Apalagi Bung Karno melontarkan gagasan nasionalis, agama, dan komunis yang justru "melindungi" gerakan PKI.
"PKI
memang selalu memanfaatkan kelengahan pemerintah Indonesia yang sibuk
menghadapi Agresi Militer I Belanda pada 1947 dengan aksi terpusat di
Madiun pada 1948," katanya.
"Lalu ketika pemerintah sibuk dengan Ganyang Malaysia yang juga mereka sponsori itu, PKI menikam dari belakang dengan Gerakan 30 September 1965," katanya.
Pada
Juli ini juga ada beberapa agenda besar nasional, di antara yang
terbesar adalah Pemilu Presiden 9 Juli nanti yang menyerap sejumlah
besar pengerahan sumber daya nasional.