Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko didampingi Kasad Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kasal Laksamana TNI Ade Supandi, S.E., para pejabat Mabes TNI dan Angkatan meninjau secara langsung serta melihat video conference pelaksanaan latihan puncak Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di Komando Pengendalian PPRC, Bandara Kasiguncu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (31/3/2015).
Dalam
skenario latihan PPRC TNI 2015, dunia tengah menghadapi ancaman teror,
yang diawali dengan hadirnya suatu negara Tero yang ingin menguasai Asia
Tengara, yaitu Thailand, Filipina, dan Indonesia yang menjadi basisnya
adalah di Gunung Biru Poso, Pesisir. Pegunungan
Biru itu telah dikuasai oleh negara Tero, oleh karena itu pegunungan
itu dikepung selama satu hari oleh pasukan dari ribuan personel
TNI gabungan Angkatan Darat, Laut dan Udara, untuk mengambil alih
wilayah ini akan dibombardir terlebih dahulu pasukan Marinir dan lintas
udara.
Pasukan
Marinir telah bergerak dari KRI Hasanudin menuju ke arah pantai untuk
merebut kembali wilayah yang telah dikuasai oleh terorisme. Kemudian,
pasukan meminta bantuan untuk membombardir wilayah Gunung Biru. Dua
unit RM-70 Grade Marinir menembakan 20 roket ke arah sasaran untuk
memberikan keleluasaan bagi pasukan penerjun dari Linud 502 Kostrad guna melakukan operasi penyerbuan. Tak
hanya itu, KRI Hasanudin juga melancarkan serangan dengan meluncurkan
12 roket ke Teluk Poso yang telah dikuasai oleh negara Tero.
Berselang
beberapa menit, empat unit pesawat tempur F-16 melakukan serangan udara
dengan meluncurkan granat ke sasaran yang telah dikuasai oleh kelompok
terorisme. Setelah itu, sepuluh unit pesawat angkut Hercules C-130
menerjunkan 500 penerjun untuk melakukan serangan darat ke sasaran yang
sudah mulai dikuasai oleh TNI. Tak
berlangsung lama, dua unit Heli Serang MI-35 dan Heli Bell 412
diterjunkan untuk membantu dalam merebut kembali wilayah yang telah
dikuasai oleh negara Tero. Akhirnya pasukan PPRC TNI berhasil menguasai kembali Gunung Biru.
Menurut Panglima TNI, skenario latihan ini berawal dari operasi Intelejen yang memberikan gambaran tentang Poso. Dari data intelejen tersebut, selanjutnya kita melakukan perencanaan operasi tempur, yang dilanjutkan dengan operasi teritorial. “Latihan PPRC TNI untuk mengantisipasi munculnya kelompok radikalisme di Indonesia. Saya
mensinyalir di Poso, seolah-olah kelompok radikal itu nyaman di sana.
Saya khawatir orang-orang yang pergi ke Irak dan Suriah, akan pulang dan
bermarkas di Poso”, kata Jenderal TNI Moeldoko.
Jenderal TNI Moeldoko juga mengungkapkan bahwa, latihan PPRC TNI sengaja
digelar berkaitan dengan isu terorisme yang sedang diantisipasi oleh
pemerintah, khususnya setelah beberapa warga negara Indonesia diketahui
bergabung dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). “ISIS
adalah sebuah ancaman yang harus dikelola dengan baik oleh semua
instansi negara karena jika tidak ditangani dengan tepat, paham ISIS
dapat menjadi ancaman faktual yang merusak nasionalisme”, tegas Panglima TNI.
Setelah
operasi tempur selesai, TNI melakukan operasi teritorial dengan
melakukan rehabilitasi baik secara fisik maupun non fisik. Berupa
pembangunan rumah dan pengembalian kepercayaan masyarakat tentang
wawasan kebangsaan.
Latihan PPRC di Poso mengambil tema “PPRC
TNI melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dengan melaksanakan
penindakan awal untuk menghancurkan agresor guna merebut kembali Poso
Sulteng dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI”.
Adapun
tujuan Latihan PPRC TNI, antara lain, melatih keterampilan unsur
pimpinan dan pembantu pimpinan dalam menyusun konsep operasi melalui
prosedur hubungan komandan dan staf; menguji
konsep operasi sebagai hasil dari proses pengambilan keputusan Komandan
PPRC TNI dan staf dalam rangka mengantisipasi dan merespon kemungkinan
kontijensi di wilayah tertentu. Selain
itu, menguji kemampuan dan keterampilan satuan PPRC TNI dalam
melaksanakan tindakan awal terhadap kontijensi yang timbul di wilayah
sesuai Rencana Operasi yang disusun. (TNI AD)