Pages

Wednesday, 24 April 2013

Calon Kapolri Disulkan Diuji Tokoh Masyarakat

Kapolri Jenderal Timur Pradopo
Kapolri Jenderal Timur Pradopo

JAKARTA -- Pemerhati sejarah militer Indonesia, Erwin Jose Rizal mempertanyakan wacana lelang jabatan kapolri yang dilontarkan Wakapolri Komjen Polisi, Nanan Sukarna. Menurut Erwin, jika wacana itu benar akan diterapkan, maka mekanisme aturannya mesti diperjelas. "Mekanismenya diperjelas dahulu," kata Erwin kepada Republika di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/4).
Erwin mengatakan calon kapolri yang bagus bukan hanya unggul dari sisi visi, misi, jabatan, dan kemampuan beretorika terhadap berbagai masalah. Namun mesti memiliki pengetahuan yang baik tentang karakteristik masyarakat di setiap daerah. Karenanya, dia mengusulkan mekanisme pemilihan calon kapolri agar melibatkan tokoh publik. "Presiden mengusulkan sejumlah nama. Lalu mereka diuji oleh tokoh-tokoh masyarakat. Baru kemudian diloloskan ke DPR," ujar Erwin.
Pelibatan unsur masyarakat menjadi penting agar kapolri mendatang bisa benar-benar mengerti perspektif keamanan yang dibutuhkan masyarakat. Menurut Erwin, maraknya bentrokan antara polisi dan masyarakat disebabkan ketidaktahuan pimpinan Polri akan karateristik masyarakat suatu daerah. "Mereka tidak memiliki pengalaman praktik teroterial," ujarnya.
Pelibatan unsur masyarakat juga berfungsi meluruskan peran Polri di Indonesia. Erwin mengatakan saat ini telah terjadi dikotomi antara polisi, masyarakat, dan kekuasaan (pemerintah). Polisi seolah-olah hadir sebagai alat penopang kekuasaan pemerintah bukan penjaga keamanan masyarakat. "Penguasa senang menggunakan polisi sebagai alat kekuasaan. Polisinya juga senang dimanfaatkan kekuasaan," katanya.
Kondisi semacam itu lahir lantaran rekrutmen calon kapolri tidak transparan. Presiden, kata Erwin, menggunakan kewenangan subjektifnya mengangkat atau mencopot kapolri. "Seperti yang sekarang (Timur Pradopo-red) dari Mayor Jendral langsung menjadi jendral," katanya.

Sumber  REPUBLIKA.CO.ID