(catatan redaksi: tulisan ini adalah karya Toos Sanitoso, yang diambil dari blog pribadinya: http://toossanitioso.blogspot.com)
Pada tahun 1995 sekitar Pebruari IPTN diundang untuk melakukan demo
flight CN-235 Military Version, sehubungan dengan rencana Pemerintah
Australia untuk mereplace 2 squadron Caribou, yang dianggap telah aging (
Saat itu sudah sekitar 26 tahun on service). Di IPTN ( PT DI ) pada
saat itu tidak ada CN-235 Military Version yang available, seluruhnya
telah dideliver ke UAE Airforce ( 6 pesawat?). Maka diputuskan untuk me
lease back dari UAE AF, satu CN-235 Military utk digunakan sebagai
demonstrator sekaligus mengikuti Airshow Down under di AVALON 1995.
Pesawat UAE Berhasil di lease dengan syarat, dua personil ( Satu
teknik dan satu Pilot ) UAE AF harus on board sebagai witness. Seingat
saya untuk kedua personil UAE Mayor Jamal dan Mayor PNB Mudhafar, for
some reason saat itu tdk bisa didapatkan security clearance bagi mereka
berdua, utk memasuki military base di Australia. Ferry flight dari Abu
Dhabi, kami lakukan, dengan pilot saya sendiri dan Erwin Danuwinata Alm,
menempuh route Abu Dhabi-Bommbay- Calcuta- Bangkok-Bandung. Setelah
melakukan beberapa penambahan di Bandung, seperti cargo rail dan
beberapa peralataan lainnya, maka hanya dua hari setelah Lebaran kamipun
mulai perjalanan.
Tujuan pertama adalah Darwin Airforce base dengan technical landing
Denpasar. Saya masih ingat, untuk memberikan kesan bahwa CN-235 is
simple to operate maka kami berangkat dengan minimum number onboard. 2
Pilot, 1 Flight test Engineer Prihatno Alm, 1 Mekanik, 1 QA inspector
total 5 person on board. Ditambah 2 UAE-AF Officer yang sangat menikmati
mission ini. Karena tidak mempunyai security clearance maka seusai
Landing disetiap AF Base mereka dikawal oleh Provost keluar base utk
Tamasya dan jumpa kami lagi just prior to Departure. Logistic team IPTN
berangkat terpisah dengan menggunakan airline, menuju Tulamarine
Melbourne, stand by utk dispatch spare parts bilamana diperlukan di any
point di Australia.
Presentation dan demo flight dilakukan di Darwin utk Salah satu
Squadron Caribou yaitu “ Dingo Squadron”. Selama tiga hari beberapa
Pilot berkesempatan untuk mencoba beberapa mission profile sesuai dengan
mission yang biasa mereka lakukan. Termasuk diantaranya landing pada
beberapa un-prepared runway, biasa mereka sebut BEEF TRACK, karena
memang merupakan jalan berdebu biasa tdk didesign sebagai permanent
Runway, hanya digunakan utk special mission.
Seluruh pilot DINGO yang menerbangkan merasa sangat puas dengan
maneuverability maupun performance CN-235. Hal ini mungkin juga karena
CN 235 merupakan “big jump” bagi mereka yang biasanya menerbangkan De
Haviland Caribou yang Piston Engine, mendadak menerbangkan CN 235 yang
Turbo Prop. Namun demikian dari hasil assessment, mereka cukup puas
dengan STOL (Short Take Off Landing ) CN-235 yang ternyata bisa menyamai
Caribou yang terkenal dengan STOL nya.
Meskipun ada beberapa saran/masukan perbaikan dan request dari
mereka, seperti EYEBROW window, jendela diatas windshield yang akan
memudahkan pilot dalam melakukan maneuver tajam seperti steep turn dan
tactical mission lainnya. Kemudian juga hal seperti tangga yang embedded
di pesawat utk membantu keperluan preflight. Semua coment dan input
kami bawa pulang sebagai feed back bagi Engineering Dept di IPTN. Pada
umumnya mereka sangat puas dengan performance serta agility CN 235
bahkan boleh dikatakan jatuh cinta.
Setelah Darwin kami beralih ke Townsville yang juga merupakan
salah satu Basenya Caribou. Beberapa hari di Townsville kami lakukan
kegiatan yang sama. Lebih banyak lagi dilakukan “Beeftrack” landing
disekitar Townsville. Dan lebih banyak lagi pilot yang turut terbang
“Mencicipi” CN 235 yang selama di Australia mendapat Operation Nickname “
PHOENIX” . Bahkan PHOENIX sempat dipamerkan dalam acara OPEN HOUSE bagi
penduduk sekitar Townsville.
Next destination adalah Amberley, salah
satu Airforce Base di sekitar Brisbane, kegiatan yang sama dilakukan,
tetapi disini lebih banyak discussion meliputi logistic support dari
field level sampai Depot level, mereka benar2 detail dalam pernyiapan
Logistic / Spare support sampai 25 years planningnya. Di Amberley tdk
terlalu banyak dilakukan flight, hanya beberapa flight itupun Joy flight
bagi Project Staff Officer (Logistik dan teknik ).
Dari Amberley kami menuju Richmond Airforce Base, di sekitar
Sidney. Di Richmond ini kami benar2 kerja keras karena Richmond base ini
adalah pusatnya AMTDU ( Air Mobile Tactical Deployment Unit ) nya
Australia, kalau di Indonesia mungkin setara dengan PERBEKUD. Selama
hampir satu minggu RAAF melakukan assessment meliputi Vehicle loading
Unloading, melalui Ramp Door. Agak menegangkan juga karena yg di loading
adalah 6 wheels LAND ROVER yang cukup panjang sehingga kaca depan perlu
direbahkan, untuk bisa loading ke dalam perut PHOENIX.
Selain itu dilakukan juga real Cargo Drop dari mulai yang
terkecil A-22, sampai Heavy Cargo, bahkan dilakukan juga LAPES ( Low
Altitude Parachute Extraction System ) dimana kami terbang hanya sekita2
satu meter AGL kemudian load direlease dengan Drog Chute dan kemudian
Extraction Chute. Juga dilakukan Static jump utk Army, kemudian beberapa
sorties freefall utk Special Force yang dilakukan di NAVY Base, Nowra.
Puas dengan seluruh type of mission kamipun kemudian menuju Canbera,
utk dilakukan assessment oleh para Project Office Staff dari seluruh
aspect operational, support bahkan financialnya. Diskusi disisi cukup
alot karena mereka juga sekaligus mengumpulkan bahan untuk menyusun TECH
SPEC yang akan digunakan sebagai Biding Requirement/ Tender.
Saingan pada waktu itu adalah G-27 (ex 222?) ALENIA Italy yang pada
saat itu sebenarnya pabriknya sdh tdk exist, menanti uluran tangan salah
satu perusahaan Amerika untuk take over, selain kelas pesawatnyapun
terlalu besar utk Caribou replacement. Dari Canberra kami kemudian
menuju AVALON, Melbourne untuk mengikuti Airshow selama sekitar satu
Minggu.
Avalon mempunyai karakteristik Runway yang agak aneh, entah bagaimana
sejarah designya dulu karena hampir selalu mengalami cross wind most of
the time. Sangat membanggakan saat itu karena pada Airshow tersebut
setiap kami melakukan Dynamic display, selalu di announce bahwa PHOENIX
adalah salah satu calon pengganti Caribou, menambah optimisme kami untuk
bisa memenangkan tender 2 Squadron PHOENIX.
Namun demikian kami sempat pula ditegur oleh Airshow Flight Director,
pada saat melakukan Dynamic Airshow, Erwin Alm saat itu terbang sangat
bersemangat, pada saat atraksi wing over 120 derajat, kami level off
recovery dibawah 500 feet. Sehingga tegurannya cukup keras dan
komentarnya “ That was very attractive, however, you guys were not in a
fighter aircraft so you don’t have to go over the top” kami hanya
tersipu2 mendapat teguran tsb, walaupun public sebenarnya sangat
impressed.
Kamipun sempat mengalami pecah ban pada hari pertama show, mungkin
kami terlalu excited pada hari pembukaan tersebut. Untuk membuat lebih
impressed kami lakukan short landing sependek2nya tapi dng cross wind
yang cukup besar un even landing membuat ban pecah pada saat braking.
Thanks God kami punya teman2 logistic yang memang stand by dng spare di
Tulamarine sehingga kondisi segera diatasi.
Di Avalon kami sempat bertemu beberapa pengambil keputusan ditingkat
kementerian yang menyatakan malu kepada Indonesia yang mampu membuat
pesawat semacam PHOENIX tsb. Sementara Australia belum punya produk lain
selain kelas NOMAD.
Bahkan beberapa opposition leader seperti Shadow minister of Labour? ,
yang konon terkenal keras, berkomentar sangat positif bahwa beliau
pribadi akan mensupport program PHOENIX. Dan tentu saja Airforce Chief
of Staff ( Marshal Fischer? ) termasuk yang sangat tertarik dng ability
CN-235 PHOENIX .
Seusai Airshow, tugas kami belum selesai karena masih ada lagi
assessment teknis yang akan dilakukan oleh Australian ARDU ( Air
Research and Development Unit ) di Edinburgh- Adelaide. Selama beberapa
hari ARDU dengan test pilot Dutchy Holland dan Robin Wiiliams melakukan
Assessment secara TEKNIS dalam aspect Performance, Handling quality,
Mission system, termasuk NVG Demonstration disekitar lembah2 Adelaide.
Memang pesawat UAE yang kami gunakan sdh NVG Compatible untuk Gen III.
Sehingga beberapa kali kami melakukan night Mission under NVG Gen III
sampai jam 1 pagi.
Setelah 4 hari di ARDU Facility, kami bertolak pulang ke Bandung
melalui Alice Spring, Darwin dan Denpasar, mengakhiri PHOENIX mission
kami selama lk 5 Minggu di Australia. Pada tahun 1997 kami kembali
mengikuti kembali Avalon airshow, tetapi itu semua ternyata terasa
useless karena IPTN menyatakan pull out dari PHOENIX program. Memang
saat itu kami merasa sangat kecewa. Mengingat di Bandung pun teman2 sdh
sudah mulai melakukan development program untuk meng improved CN-235
menjadi versi-330 PHOENIX.
Tapi apa mau dikata jangankan IPTN, negarapun saat itu berada dalam
survival mode, dimana memang banyak perlu dikorbankan untuk dapat
survive. Tetapi kami masih boleh bangga, karena selanjutnya IPTN yang
kemudian dalam era pemerintahan Gus Dur berubah menjadi PT Dirgantara
Indonesia. Berhasil keluar dari kemelut dengan berhasil mendeliver
CN-235 -220 ke Malaysia, Korea, bahkan Pakistan Airforce yang tdk
sedikit jumlahnya. Demikianlah ternyata tidak pernah ada pengorbanan
yang sia2. PHOENIX Project tdk pernah terwujud tetapi project2 lain
berhasil diraih termasuk 4 pesawat utk Korean Coast Guard pada th 2008
yl.
Demikianlah sekelumit perjalanan dalam usaha menduniakan CN-235
ARC