JAKARTA: Setiap negara memiliki mata uang yang sah dan digunakan untuk transaksi sehari-hari. Tapi, jika menilik lebih dalam, sesungguhnya mata uang bukan hanya sekadar alat pembayaran yang sah. Esensinya mata uang lebih dari itu.
Dilihat dari fungsinya, uang adalah alat tukar untuk pembayaran atau transaksi, satuan hitung, dan alat penyimpan nilai. Di Indonesia, rupiah secara resmi baru ditetapkan sebagai mata uang yang sah, empat tahun setelah merdeka. Tepatnya 2 November 1949.
Soal esensi mata uang, kedudukannya sejajar dengan simbol kedaulatan negara. Hal itu juga yang tertuang dalam Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang. Mengacu pada UU tersebut, sebagai bentuk penghormatan terhadap rupiah, maka rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi keuangan di dalam negeri. Kewajiban itu tertuang dalam pasal 21 UU tersebut.
Dengan lahirnya UU itu, maka otomatis penghormatan terhadap rupiah pun memiliki kedudukan di mata hukum. Barangsiapa yang tidak menerima rupiah sebagai alat pembayaran di dalam negeri, akan dianggap melanggar hukum. Sebab, sudah menjadi rahasia umum jika kebanyakan warga negara Indonesia (WNI) di perbatasan, lebih memilih menggunakan mata uang negara tetangga.
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter yang bertanggungjawab atas peredaran mata uang rupiah, terus menekankan penggunaan rupiah di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu cara yang selalu dilakukan bank sentral adalah melakukan penukaran rupiah rutin ke pelosok tanah air termasuk pulau terdepan Indonesia. Bank sentral mengakui, mata uang Malaysia, Ringgit masih banyak digunakan oleh WNI, khususnya yang ada di perbatasan.
Alasannya karena ringgit mempunyai nilai tukar yang tinggi. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Lambok Antonius mendapati masyarakat di perbatasan Indonesia bagian Barat cenderung menggunakan Ringgit karena lebih simpel dibanding nominal rupiah yang sangat besar.
"Kalau mau beli kan pakai ringgit cuma bawa berapa lembar, kalau pakai rupiah kan itu bawa berlembar-lembar. Makanya perlu redenominasi itu," kata Lambok di Gedung Bank Indonesia, Jumat (7/6).
Masyarakat di perbatasan Indonesia bagian Timur dan perbatasan Indonesia bagian Barat ternyata punya perbedaan dalam hal penggunaan uang dalam transaksi sehari-hari. "Yang daerah timur, misalnya perbatasan Papua dengan Papua Nugini itu kecenderungannya mereka gunakan rupiah. Tapi yang barat itu cenderung (gunakan) ringgit," tambahnya.
Cerita WNI yang memilih menggunakan ringgit sebagai alat transaksi sehari-hari memang cukup miris. Seolah tidak ada penghargaan dan penghormatan terhadap rupiah. Namun, yang mengejutkan justru datang dari Timor Leste. Negara yang belum lama merdeka setelah cukup lama menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia.
Jika di wilayah Indonesia, beberapa WNI menggunakan ringgit sebagai alat transaksi keuangan, hal berbeda ditemui di Timor Leste. BI mendapati mata uang rupiah justru masih kerap digunakan oleh masyarakat di Timor Leste untuk transaksi sehari-hari. Padahal, Timor Leste telah lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 2002 silam. Selain rupiah, Timor Leste juga menggunakan mata uang dolar AS.
"Ada beberapa tempat punya keunikan sendiri. Di Timor Leste, rupiah kita masih digunakan untuk bertransaksi di sana," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, negara bernama Republik Demokratik Timor Leste ini pernah menjadi bagian NKRI sejak diinvasi pemerintah Indonesia pada 1976, dan menjadi provinsi termuda pada saat itu dengan nama Timor Timur. Pada 1999, Presiden BJ Habibie menggelar referendum di Timor Timur, di mana mayoritas memilih merdeka dari Indonesia. Timor Timur resmi merdeka terhitung 2002 dan berganti nama menjadi Timor Leste.
Opsi referendum tersebut membawa Timor Timur lepas dari NKRI. Kala itu, Kay Rala Xanana Gusmao yang merupakan aktivis perjuangan kebebasan Timor Timur dari Indonesia, menjadi presiden pertama. Saat ini, Taur Matan Ruak menjabat sebagai kepala negara tersebut.
"Jadi kalau diperhatikan ada keunikan lokal, untuk kebutuhan penggunaan rupiah di daerah-daerah," tutup Ronald.
Jika rakyat Timor Leste masih menghormati rupiah dan menggunakannya untuk transaksi keuangan, kita pantas malu manakala di wilayah negara ini justru masyarakatnya justru menggunakan mata uang negara lain.
merdeka