Pages

Monday, 22 July 2013

Bangsa Maritim Tersesat di Negara Kepulauan Tanpa Nakhoda


“Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara harus dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan kita harus menguasai Armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno dalam National Maritime Convention tahun 1963).
Gemilang Kejayaan oleh kerajaan Sriwijaya dan Majapahitmenjadi suatu fatamorgana dilanjutkan perputaran 360 derajat dengan era continental orienteddan semakin pudarnya budaya bahari menjadi penyebab surutnya jiwa maritim bangsa Indonesia. Kini saatnya bangsa ini harus bangkit untuk tidak menyalahkan penjajahan Belanda dan Orde Baru maupun era reformasi yang menyebabkan stagnasi geloranya jiwa maritim bangsa, toh kita harus menyadari bahwasannya kita tidak dijajah selama 350 tahun. Selama itu pula perlawanan yang menggelora dari rakyat indonesia di tiap – tiap daerah, artinya belanda memerlukan waktu 350 untuk menguasai wilayah Indonesia dan mereka sepenuhnya tidak berhasil. Sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah keberanian dan perlawanan yang terus menerus dengan semangat berkobar kobar tiada henti. Kegigihan perlawanan tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang gigih dalam mempertaruhkan dan membela serta mempertahankan harkat dan martabatnya.Saat ini bangsa yang mendiami kepulauan yang besar ini sudah pada tataran Zero Status, Apakah negara ini agraris apa maritim?. Layakkah disebut negara agraris manakala sebagian hasil pertanian kita mengimpor dan harga harga hasil pertanian mencekik rakyat jelata. Layakkah disebut negara maritim manakala rakyat sama sekali tidak pernah merasakan sumber daya laut yang melimpah dan beraneka ragam, pantaskah disebut sebagai bangsa maritim yang rakyatnya hanya bisa menikmati sebatas ikan asin, yang jauh dibanding dengan Tuna, Abalon, Salmon, Napoleaon dan lain lain yang hanya bisa dinikmati oleh bangsa lain. Dimana semestinya bahwa “Geopolitacal Destiny” Indonesia adalah maritim, oleh karena itu bangsa Indonesia telah mengingkari takdir Tuhan yang menciptakan Indonesia sebagai negara kepulauan. Bila kebijakan kebijakan pemerintahan sekarang dan akan datang yang diaplikasikan untuk membangun bangsa yang seakan akan malah menjauhkan kegemilangan bangsa maritim yang besar seperti dahulu maka hal ini juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap pendiri bangsa yang telah bersusah payah dan memperjuangkan Indonesia sebagai negara maritim.
KENALI NEGERIMU DIMANA KAMU TINGGAL
Kita memang telah mempelajari bahwa letak Negara Indonesia dikatulistiwa dengan lintang bujurnya sebuah negeri yang antioksidannya tinggi karena sinar matahari yang bisa diterima sepanjang tahun, musim kemarau dan musim penghujan dan dengan berbagai ilmu geografi yang dimilikinya.
Namun sadarkah kita akan pertanyaan pertanyaan berikut:
  1. Kenapa Negeri Ini dibuka dengan Pulau yang bernama Sabang? Bukan suatu kebetulan karena sebuah nama memiliki sebuah makna dan bukan hanya rangkaian ilmu bumi.
  2. Kenapa Bali lebih dikenal orang dari seluruh dunia dari pada Indonesia? Bukan hanya keindahan alamnya karena keterkaitan penciptaan Tuhan terhadap sorga dan replikanya.
  3. Bisakah kita membongkar dan meluruskan sejarah yang dibuat oleh penjajah Belanda, yang nyata nyata salah dan akan terbukti dikemudian hari karena merupakan ayat ayat Tuhan? Karena memang penjajah tidak menginginkan kita menjadi bangsa yang besar.
  4. Ketika melihat kekayaan alam yang luar biasa mampukah menggali negeri apakah sebenarnya negara ini? Kebudayaan asli Indonesia sudah berumur ribuan tahun sebelum peradaban mesir maupun mesopotamia mulai menulis diatas batu.
Segudang pertanyaan yang berhubungan dengan jati diri bangsa belum bisa terkuak ke permukaan, bukan kita mengesampingkan itu semua namun untuk menjadi sebagai kodrat penciptaannya kita harus mengenalinya dengan benar jatidiri bangsa. Dari zaman baholak nenek moyang sampai sekarang tak lepas dari kenikmatan Tuhan yang diberikan kepada kita semua, kekayaan sumber alam yang melimpah. Tetapi tak lepas dari itu terkadang kita lupa sebagaimana mestinya kita patut syukuri semua hal pemberian dan anugerah nikmat Tuhan bukan untuk kita hancurkan.
Sampai dengan sekarang belum sepenuhnya penghuni negeri ini bisa membuktikan secara ilmiah tentang keberadaan negeri yang namanya nusantara, negeri yang merupakan bukan lautan tapi kolam susu, negeri yang Gemah Ripah loh Jinawi, negeri yang merupakan penggalan surga.Berdatanganlah para ilmuwan dan menyatakan keberadaan negeri ini beserta kelebihannya bahkan Plato dan Ilmuwan Barat termasuk Santos dari Italia menyebutnya Indonesia merupakan benua yang hilang. Namun adakah anak negeri ini yang menyadarinya dan mengetahuinya, Tuhan belum membuka mata batin rakyat Indonesia secara menyeluruh, karena dibutuhkan nakhoda yang menjiwai dan menyatu dengan kodrat penciptaannya. Karakter karakter yang merupakan replika penduduk sorga telah hancur dan beringas karena tidak lagi mengerti akan keberadaannya sebagai penghuni negeri yang merupakan ayat ayat Tuhan. Mari kita jelajahi negeri yang merupakan ayat ayat Tuhan, yaitu Indonesia. Penulis tidak ingin mengajak untuk shiftingke laut namun kodrat bangsa kita adalah negara kepulauan bahwa:
  1. “Dan Kami Hancurkan mereka sehancur hancurnya ( QS. As Saba; 19).”Negara kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.449 pulau. Pernahkah kita berfikir darimana angka ini muncul, siapakah yang mengitung pulau hingga 17 ribu lebih. Sebagai ilustrasi, apabila setiap hari kita mengunjungi satu pulau, maka diperlukan waktu 47 tahun untuk mengunjungi seluruh pulau-pulau tersebut. Sungguh suatu anugerah Tuhan yang luar biasa.
  2. “Dia membiarkan dua lautan mengalir, kemudian keduanya bertemu (QS. Ar Rahman;19). Indonesia berada pada persimpangan dunia antara dua samudera dan dua benua, hal ini harus diyakini bahwa tersimpan kekayaan yang merupakan sebuah misteri yang harus dipecahkan bersama. Kenapa pendahulu nenek moyang bangsa ini bisa menjadikan negara maritim yang kuat (Sriwijaya, Majapahit, kemudian Demak, lalu Indonesia era 1960-an). Oleh karena itu jangan hanya dibaca tentang kebesarannya namun carilah tahu konsep apa yang digunakan sehingga menjadi kerajaan maritim yang besar.
  3. “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan (QS. Ar Rahman:20).” Tepat di daerah tropis pada lintang 0°, masih ragukah akan kekayaan sumber daya alamnya, dengan flora dan fauna yang sangat melimpah dan beraneka ragam, mampukah kita memanfaatkannya?
  4. “Maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?”.Negeri kita memilki kompartemen strategis, alur laut Kepulauan dari utara selatan yang terletak di tengah, barat dan timur, bahkan ada negara yang mengklaim alur tradisional timur barat, dari Selat Lombok, Laut Jawa dan ke barat. Sudahkah kita memanfaatkannya sebaik-baiknya dalam sendi-sendi perekonomian, sosial budaya dan pertahanan?Luasnya wilayah laut yang hampir mencapai 6 juta km persegi, serta terletak pada jalur pelayaran dunia, mampukah kita mengamankan dan memanfaatkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai kemakmuran rakyat, khususnya pelayaran yang melintasi Selat Malaka dimana pelayaran tersebut merupakan salah satu center of gravity dari international merchandise.
BANGSA MARITIM YANG TERSESAT
Diperlukan 6 (enam) elemen pokok untuk membangun kekuatan maritim, yaitu; Geographical Position, Physical Confirmation, Extent of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Elemen-elemen ini sebagai unsur budaya merupakan modal utama dalam membangun Negara Maritim. Lalu, bagaimana dengan Character of Government negara kita yang erat kaitannya dengan style of government menurut Geoffrey Till jika dihubungkan dengan kekuatan maritim pada era sekarang? Jauuuuh panggang dari api. Mari kita lihat bangsa yang besar dengan kekuatan maritimnya. “Sea Power Protect the American Way of Life”. Silakan baca selengkapnya di “A Cooperative Strategy for 21st Century Sea Power”. Inggris yang terkenal dengan “Britain Rules the Waves” kini telah mengembangkan postur angkatan lautnya tidak lagi to control the seven seas. Jepang membangun kekuatan maritimnya disiapkan untuk mengamankan garis suplay BBM dari Timur Tengah ke Jepang di samping untuk memperkuat pertahanannya. China membangun Strategi “Chain of Pearl” yang bertujuan untuk mengamankan jalur suplay BBM dari Timur Tengah ke Cina. Dan dengan berdasarkan peta sejarah maka China akan memperkuat dan mengembalikan kejayaan maritimnya masa lampau. India telah menerbitkan dokumen “Freedom to Use the Seas: Maritime Military Strategy” berisikan tentang aspirasi geopolitik India hingga strategi deployment di masa damai maupun konflik, serta strategi pembangunan kekuatan angkatan laut India. Perbandingannya dengan negeri ini adalah ketika negara negara besar dan maju dengan kekuatan maritimnya, Laut di rubah menjadi obrolan obrolan maritim yang membanggakan. Begitu lazimnya &mendunianya istilah maritim dalam obrolan sehari-hari, sehingga definisi maritim lebih dikenal dibandingkan dengan laut itu sendiri, bahkan dalam konteks sebagai instrumen kekuatan nasional. Sementara itu mari kita lihat bangsa Indonesia yang katanya bangsa maritim. Bagi orang awan, tidak perlu mengartikan maritim secara lengkap karena juga tidak akan berdampak pada pola pikirnya yang mereka tahu maritim identik dengan laut, kalo kita hubungkan dengan sejarah betapa bangga mendengar gemilang kerajaan keraajaan yang telah membuktikan kodrat Tuhan, kini kebanggan tersebut menjadi bahan olok olok an dan maki makian. Mana kala bangsa yang mencibir akan kodratnya dan tidak cepat bangkit silahkan menunggu kehancurannya. Maritim identik dengan laut, maka laut dibangsa maritim yang besar ini jadi bahan omongan yang berkonotasi jelek diantaranya yang kerap terjadi di masyarakat;
  1. Umpatan “ke laut aja loe”…… tidak tahu kata ini berasal dari mana yang jelas kalo di negeri barat sama dengan “go to hell”. Artinya bahwasannya laut identik dengan tempat yg mengerikan dan tidak disukai.
  2. Cewek matre “ke laut aja”…….cewek yang mata duitan sudah gak jamannya makanya dibuang saja alias dimasukkan sampah. Artinya laut adalah sampah.
  3. Pengalaman ini banyak terjadi di persawahan ketika petani bekerja dan sebagai tegur sapa untuk memberhentikan atau istirahat akrab dengan sapaan, “Kang laut dulu..”. Artinya sapaan untuk istirahat atau berhenti, tidak tahu asal muasal kata laut ini bagi petani yang jelas memiliki arti yang sangat dalam yaitu membunuh aktifitas kelautan.
Perbandingan diatas nampak jelas ketika negara negara yang disebut dengan bangsa maritim terlihat bagaimana pola kehidupan masyarakat dan bagaimana pola penataan lingkungan yang bersumber ke arah laut. Kota kota besar didunia Sydney, New York, London, Amsterdam, Singapura dan lain lainnya tampak indah dan hembusan angin yang membawa yacth, perahu perahu layar membawa nuansa kehidupan bahari. Lantas mari kita lihat dan masuh ranah kota kota besar yang ada di Indonesia melalui laut, Jakarta, Surabaya, Makasar dan lain lain bukan keindahan kelautan yang terlihat tetapi sampan nelayan miskin dan rusak, onggokan sampah dimana mana, dan kawasan yang pasti ada adalah kawasan kumuh.
Oleh karena itu masih banyak selain dari kata kata tersebut diatas yang menyebabkan adanya kerancuan bahasa walaupun nampak kecil dari segi bahasa, namun akan berdampak lebih besar secara sosiologis dan antropologis. Hal tersebut mencerminkan bahwa laut bukan dari kehidupan bangsa kita dan membuang semakin jauh dengan memberikan gambaran bahwa laut sangat mengerikan dan tidak perlu untuk dijamah.Kondisi yang demikian mencerminkan laut bukan merupakan bagian dari kehidupan bangsa, dan lagi tidak mencermikan bangsa bahari yang besar namun bangsa maritim yang tidak hanya tersesat namun telah terdampar di Negara Kepulauan.
NAKHODA YANG MEMILIKI OCEAN LEADERSHIP.
Apabila negara ini disebut bangsa maritim, apakah pemerintah kita memiliki Ocean Policy yang jelas sebagai jati diri bangsa yang merupakan penghuni negara kepulauan terbesar di dunia. Kapankah kita bangkit dan menampilkan sosok yang mempunyai visi dan strategi yang cerdas dan kreatif untuk keluar dari paradigma continental oriented ke arah paradigma maritim yang rasional dan berwawasan global?. Pasang surut kejayaan bangsa indonesia dalam sejarah ditunjukkan dengan adanya penguasaaan atas lautan diantara dan disekeliling habitatnya. Nakhoda pertama Nusantara Kertanegara telah berhasil menguak dan menjadikan kerajaannya menjadi kerajaan maritim yang besar dan kuat dengan konsepsi Cakrawala Mandala Dwipantara(Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional 1990,Jilid II). Konsep besar tersebut akhirnya terwujud pada tahun 1375 saat Kerajaan Majapahit dibawah Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada.
Perkembangan konsepsi tersebut oleh Bung Karno seorang Nakhoda yang mengerti akan jati dirinya, kodrat bangsa sebagai bangsa yang besar sehingga mampu untuk keluar dari penjajahan dan memproklamirkan bangsa ini, serta memperjuangkan bahwa negara kita merupakan negera kepulauan yang terbesar didunia. Akhirnya dijadikanlah Konsep tersebut menjadi satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan dalam wujud NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Setelah Bung karno tidak lagi negeri ini memiliki Nakhoda yaitu suatu fungsi dalam kehidupan masyarakat maritim yang mendorong masyarakat untuk maju sesuai habitatnya dan karena ketidak adaan Nakhoda dapat berakibat kemunduran suatu masyarakat. Indonesia memiliki lingkungan Ideologi Pancasila, lingkungan struktur UUD 1945, lingkungan fisik berupa negara Kepulauan ada udara dan suasana maritim dalam lingkungan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena Nakhoda yang tepat untuk bangsa ini adalah Seseorang yang memiliki Ocean Leadership yang cerdas dan berwawasan global mengerti akan jatidiri bangsa, sesorang yang memiliki kepemimpinanan jiwa bahari yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
  • Nakhoda yang memiliki visi kelautan yang selanjutnya tercermin dalam ocean policyyang komprehensif.
  • Nakhoda yang memiliki kemampuan interaksi politik dengan legislatif untuk menghasilkan produk legislasi dan politik anggaran yang pro pada kekuatan maritim.
  • Nakhoda yang memiliki kemampuan membuat terobosan serta mobilisasi sumber daya nasional dalam manajemen pembangunan melalui kelengkapan instrumen fiskal, moneter, keuangan, tata ruang, serta mobilisasi lintas sektor untuk mendukung kekuatan maritim.
  • Nakhoda yang memiliki kemampuan kemampuan menggalang dukungan daerah dalam kerangka mempertahankan NKRI. Negara kepulauan ini memerlukan kemampuan pemersatu melalui instrumen keadilan ekonomi.
Bangsa ini juga sedang berusaha untuk mencari jati dirinya di tengah amukan ombak peradaban yang menghantam melalui beberapa sektor kehidupan. Dan apabila telah menemukan jatidirinya masa depan bukanlah suatu jalan yang lurus, tidak ada jalan raya yang menghubungkan hari ini dengan hari esok, masa depan adalah suatu rimba raya, suatu medan ketidak pastian namun apabila negeri dalam genggaman Nakhoda yang benar maka; Laut bukanlah media pemisah pulau pulau, juga bukan sekedar pemersatu pulau pulau tetapi juga sebagai sumber kemampuan untuk membangun negara. Manakala bangsa ini belum menemukan Nakhoda, maka kesuraman akan bangsa maritim akan terwujud dan seketika itu pula Tuhan akan memunculkan Nakhoda yang memiliki ruang dan garis batas. Bagaimana mungkin kita menjadi bangsa maritim yang besar. Kalau Nakhodanya hanya berpikir tentang keluarga, partai dan golongannya. Negara Ini Besar bung, Bangsa Maritim yang besar Bukan Jongos Jongos bangsa lain.
Marilah merubah mindset kita yang kemudian secara pelan namun pasti mengubah berbagai kebijakan dan norma norma bagi aturan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berlandaskan kemaritiman. Hal tersebut bukanlah suatu pentingnya perubahan mindset kemaritiman tetapi masa depan Indonesia yang sesuai dengan kodrat penciptaannya untuk meraih kejayaan yang telah dibangun dengan keringat dan darah leluhur bangsa.