Pages

Wednesday, 24 July 2013

Disegel "Milik Republik Indonesia"


Setelah proklamasi kemerdekaan dan nasionalisasi besar-besaran, orang-orang Indonesia mengambil-alih berbagai aset milik orang asing, terutama Belanda.

SUKARNO tak terima dengan keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 29 November 1957 bahwa Irian Barat berada di bawah kekuasaan Belanda. Pemulangan orang-orang Belanda ditetapkan dalam sidang kabinet.
“Sesuai dengan putusan sidang Kabinet tanggal 5 Desember terhadap 9.000 orang warga negara Belanda yang umumnya pada waktu itu tidak mempunyai pekerjaan tetap, akan didahulukan pemulangannya,” tulis Merdeka, 10 Desember 1957.
Ini mendorong pengambil-alihan properti milik orang-orang Belanda. Misalnya, NV Jacobson van den Berg, perusahaan bidang asuransi dan industri, salah satu The Big Five (lima perusahaan besar milik Belanda), diambil-alih Serikat Buruh Jacoberg. “Karyawan serta-merta mengibarkan bendera merah putih. Mereka juga memasang spanduk besar pada tembok depan bangunan bertuliskan kata-kata ‘Milik Republik Indonesia’,” tulis Thomas B. Ataladjar dalam Toko Merah.
Pengambil-alihan properti tersebut merupakan jilid kedua. Sebelumnya, pascaproklamasi kemerdekaan, hal yang sama terjadi. Dari percetakan hingga hotel. Beberapa di antaranya bersalin rupa.
Harian Merdeka, misalnya, terbit setelah beberapa mantan wartawan Asia Raya mengambil-alih percetakan Belanda De Uni, tempat harian Asia Raya dicetak. Di Surabaya, perusahaan Soerabaja Sekken Kozyo, yang dijalankan kembali dengan nama baru “paberik Saboen dan Minjak Wangi Ardjoena”, diiklankan di Soeara Rakjat, 25 Oktober 1945.
Pengambil-alihan berbagai perusahaan milik Belanda, jelas kerugian bagi perekonomian Belanda. Karena itu, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan datang untuk merebut kembali berbagai potensi ekonomi yang semula dikelolanya. Sehingga, agresi militer Belanda pertama pada Juli 1947 dinamakan Operation Product.
Selama operasi, Belanda berhasil menguasai seluruh pelabuhan perairan dalam di Jawa. Di Sumatra, perkebunan-perkebunan, instalasi minyak, dan batubara juga dikuasai. “Karena serangan itu sangat mendadak dan berjalan cepat, sebagian besar infrastruktur dan perkebunan komoditas ekspor dikuasai tanpa kerusakan walaupun beberapa kekuatan republik ketika mundur berusaha menghancurkan apa pun yang mereka bisa,” tulis Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010.
Indonesia dapat kembali mengambil-alih berbagai perusahaan Belanda sebagai “Milik Republik Indonesia” pada Desember 1957, ketika terjadi nasionalisasi dan pengusiran orang-orang Belanda secara besar-besaran.

historia