Beijing : Pakar hukum laut, Hasjim Djalal, mengemukakan bahwa
Indonesia harus memperkuat kehadirannya di sejumlah Zona Ekonomi
Eksklusif, termasuk yang bersinggungan dengan Malaysia di Laut China
Selatan.
"Hingga kini pembahasan mengenai Zona Ekonomi Eksklusif dengan
Malaysia di beberapa titik, termasuk di Laut China Selatan, belum
selesai," katanya, saat ditemui ANTARA News di Beijing, Sabtu.
Padahal, lanjut dia, hal tersebut penting karena itu terkait dengan
hak Indonesia untuk mengelola sumber daya, termasuk perikanan di Zona
Ekonomi Eksklusif.
"Dengan kondisi tersebut, sebelum ada kesepakatan antara Indonesia
dengan Malaysia maka kehadiran secara nyata perlu dilakukan oleh
Indonesia sesuai dengan batas yang telah ditetapkan berdasarkan UNCLOS
1982 tentang Zona Ekonomi Eksklusif," ujar Hasjim.
Ia menambahkan,"Patroli rutin harus diperkuat."
Hasjim mengemukakan, Indonesia dan Malaysia hingga kini telah
menyelesaikan sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen.
"Namun, hingga kini Zona Ekonomi Eksklusif di perbatasan kedua
negara belum ada satu pun yang disepakati. Padahal, kawasan ini memiliki
arti penting bagi aspek ekonomi karena Zona Ekonomi Eksklusif
mengandung potensi perikanan dan nilai strategis dari aspek transportasi
laut," kata Hasjim.
Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang berbatasan dengan
Malaysia mencapai total 1.200 mil atau 2.222 kilometer. Zona itu
meliputi garis sepanjang 300 mil laut di Selat Malaka, 800 mil laut di
Laut China Selatan, dan sekitar 100 mil laut di Laut Sulawesi.
Berdasar catatan Kementerian Luar Negeri, secara rinci ada lima
segmen batas ZEE Indonesia-Malaysia yang sedang dirundingkan yaitu,
batas Selat Malaka, batas laut wilayah untuk segmen Selat Malaka
Selatan, batas laut wilayah Indonesia-Malaysia untuk segmen Selat
Singapura (Batam, Bintan, Johor), batas ZEE Indonesia-Malaysia pada
segmen Laut Cina Selatan, serta batas laut wilayah, landas kontinen, dan
ZEE kedua negara di segment laut Sulawesi.
antaranews